9. Tak Mampu Melepasnya

"Mitha, Mitha!" teriakan panik Wira seketika mengagetkan semua orang di ruang makan. Mereka semua segera bergerak mencari asal suara yang ternyata dari ruang keluarga.

Pemandangan yang membuat mengelus dada seketika tersaji di hadapan mereka. Mitha yang semula terduduk di lantai sudah terkulai tak sadarkan diri.

Bu Nisa sigap mengambil minyak kayu putih sesaat setelah Wira mengangkat tubuh kurus Mitha. Di baringkannya tubuh tak berdaya itu di atas sofa ruang keluarga.

"Mitha, kamu kenapa, nak?" bu Nisa membalurkan minyak kayu di lengan juga tubuh Mitha. "Ini kenapa, Wir, kok tiba-tiba Mitha pingsan?" bu Nisa bertanya dengan wajah cemas.

"Tanya aja sama Mas Yoga. Berapa kali hari ini dia nyakitin Mitha. Dasar suami tak tahu diri?" Wira berucap sinis.

Yoga seketika naik darah. Dia tak merasa bermasalah dengan Mitha, kenapa adiknya malah menyalahkannya? "Kamu kalau ngomong jangan sembarangan anak kecil. Enak banget ngomong nggak pakai filter."

"Tuh, kan. Mas Yoga sok bodoh. Pagi tadi ngomong apa kamu di belakang sama si Rara? Jawab! Masih kurang ya pukulan Abhimana tadi?"

Yoga seketika terbelalak. Ia sama sekali tak menduga jika rayuannya untuk Rara didengar orang lain selain Abhimana dan Rara.

"Kaget kan? Bukan cuma aku yang dengar, Mitha juga. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Mas dengan enaknya mencoba merayu Rara." lanjut Wira.

"Ini sebenarnya ada apa sih? Kenapa papa jadi pihak yang tak tahu apa-apa?" pak Pandu menyela perdebatan mereka.

Wira mengalihkan pandangannya pada sang ayah. "Tadi dia," Wira menunjuk kakaknya dengan telunjuk. "Merayu Rara, calon tunangan Abhimana. Bahkan dia bilang akan meninggalkan Mitha jika anak mereka lahir. Nggak cukup di situ, si brengsek ini barusan bilang apa ke mama sama papa? Dia membahas hal yang sama kan di hadapan kalian? Ck... Dasar tak tahu terima kasih. Kurang apa lagi kamu mas, punya istri cantik, muda, juga lembut seperti dia. Di luaran sana tak ada gadis belia yang mau dengan pria tua seperti mu."

"Jaga mulut mu!" Yoga seketika mengarahkan telunjuknya tepat di depan mata Wira.

"Kalian ini, bukannya berusaha membuat Mitha sadar malah bertengkar. Sana pergi, malah bikin Mitha nggak mau bangun kalau kayak gini," Pak Pandu berusaha mengusir kedua anaknya yang mulai bertikai.

"Dan kamu, Yoga. Kita harus bicara setelah ini," ancam pak Pandu setelah mengusir kedua anaknya. Dialihkan pandangannya pada tubuh Mitha yang masih enggan terbangun. Istrinya terlihat semakin panik saat menyadari menantunya tak juga sadarkan diri.

"Pa, kok masih nggak bangun-bangun gimana ini?"

"Tunggu dulu aja, ma. Panggil bibi untuk membantu mu. Papa mau bicara dengan anak mu itu," pak Pandu pun bergegas meninggalkan istrinya untuk berbicara dengan Yoga.

***
"Ada yang perlu kamu jelaskan?" tanya pak Pandu setelah ia tiba di ruang kerja yang merangkap perpustakaan yang biasa ia dan anak-anaknya gunakan untuk bekerja.

"Aku cuma bercanda, pa," jawab Yoga pendek tanpa beban. Wira tampak mendecih tak suka.

"Candaan macam apa jika menyakiti istri mu. Kamu merayu tunangan sepupu mu sendiri, memalukan."

"Masih calon, pa. Dulu Rara itu pacar aku. Sekali-kali mengganggu Abhimana efeknya begitu menyenangkan. Wajahnya itu biar nggak kaku. Masak orang kok mirip robot. Nggak punya selera humor sama sekali."

"Sudah, itu saja penjelasan mu? Tak ada kalimat yang lebih bermanfaat lagi? Lalu kamu tadi menyuruh mama mu mengasuh anak kalian jika dia sudah lahir dan berniat pisah dari Mitha itu apa? Apa bercanda juga?" pak Pandu sudah tak bisa memberikan toleransi pada anak sulungnya lagi.

"Aku kasihan sama Mitha," Wira yang mendengar kalimat kakaknya lagi-lagi berdecak.

"Kasian dalam hal apa? Gak salah nih ngomongnya?" Wira seketika menyahut.

"Kasihan dia nggak bahagia sama aku. Makanya kalau dia mau lepas ya silakan aja. Dia juga nggak perlu repot-repot mengurus anak kami. Dia bisa melanjutkan kuliah, bekerja, juga mendapatkan masa depannya kembali yang tak pernah ia dapatkan saat bersama ku,"

"Waktu kamu nidurin dia, kamu mikir itu nggak, mas?" Wira kembali bertanya.

"Entahlah " ucap Yoga sambil menerawang. Baru Mitha lah gadis polos yang telah ia rusak. Sebelumnya pergaulannya tak pernah sekalipun bersentuhan dengan gadis seumuran Mitha. Deretan kekasih Yoga adalah wanita-wanita modern metropolis yang sudah mandiri dan bergaya hidup bebas. Ia tak menyangka ulahnya kali ini berbuntut panjang.

Lagi pula siapa yang mampu menolak pesona gadis belia seperti Mitha? Sempurna. Itulah kata yang tepat untuk gadis polos seperti dia. Bahkan jika disandingkan dengan Rara--mantan kekasih Yoga yang sekarang telah menjadi Kekasih Abhimana, sepupu Yoga--Mitha jelas lebih segalanya dari pada Rara menurut Yoga. Namun ia juga tidak tahu kenapa ia selalu mengejar Rara. Cinta? Sepertinya ia tak sampai pada hal itu. Rara memang gadis yang menarik, namun hal itu tidak cukup untuk membuatnya ingin hidup bersamanya. Rasa puas saat melihat gadis itu menunjukkan amarahnya benar-benar membuat Yoga ingin terus mengganggunya. Gadis keras kepala yang ternyata tak terpengaruh pesonanya. Apalagi dengan adanya Abhimana yang biasanya sekaku robot itu. Sepupu minim ekspresinya itu lebih terlihat seperti manusia saat bersama Rara, apalagi saat amarah menguasainya.

"Apa kamu pernah mencintai Mitha?" lamunan Yoga teralihkan dengan pertanyaan ayahnya.

"Ya, aku mencintainya," ucapnya pelan.

"Lalu kenapa kamu tega menyiksanya seperti saat ini? Apa kamu tak sadar dia menderita dengan sikap mu?"

"Dia tidak mempercayai ku. Saat dia tahu jika dia mengandung anak ku seharusnya dia memberitahu ku terlebih dahulu, bukannya melapor dan mengatakan yang tidak-tidak pada orang tuanya. Aku tak akan lepas tanggung jawab. Aku bukan pria brengsek. Tapi apa? dia malah ke rumah ini bersama ayah dan kakak-kakaknya seakan-akan aku tak bermoral. Mempermalukan ku di depan papa dan mama juga orang-orang yang kebetulan ada di rumah waktu itu. Aku juga punya harga diri. Seandainya saja mereka berbicara baik-baik dan tak mempermalukan papa dan mama di depan semua orang, aku pasti bisa menerima semuanya." pak Pandu mendesah pelan. Masalah putra sulungnya memang cukup pelik. Beberapa bulan lalu saat ayah dan kakak-kakak Mitha membawa Mitha ke rumah ini dengan amarah yang memuncak, saat itu kebetulan di rumah mereka ada acara makan malam bersama beberapa relasi keluarganya. Untungnya acara makan malam itu sudah berakhir, namun beberapa tamu masih betah tinggal untuk melanjutkan perbincangan mereka. Dan akhirnya bisa ditebak. Drama itu berlangsung dihadapan beberapa orang asing di sana. Yoga yang tak terima orang tuanya dipermalukan akhirnya melampiaskan semuanya pada Mitha yang di anggap memperburuk keadaan.

"Lalu kamu tiap malam pulang larut bahkan sampai dini hari kemana saja? Mencari pelampiasan? Atau mencari pengganti istri mu yang sudah tak kau pedulikan itu?" pak Pandu masih belum lega dengan jawaban Yoga.

"Aku berkumpul dengan teman-teman ku. Aku tak pernah lagi bermain-main dengan wanita semenjak menikah, pa. Aku bukan orang sebejat itu. Aku tahu batasannya."

"Perbaiki sikap mu mulai sekarang selagi bisa. Ingat. Jika kamu masih tak berubah juga. Papa pastikan kamu akan mendapatkan ganjarannya. Jika kamu masih mencintai Mitha, tunjukkan jika kamu mencintainya. Jangan sia-siakan ketulusannya. Jangan sampai kamu menyesal. Memangnya kamu rela jika kelak saat  kalian berpisah dan melihat Mitha dimiliki orang lain?"

Yoga terdiam. Ia tak sekalipun pernah memikirkan hal itu. Ya, bagaimana jika Mitha menjadi milik orang lain, apakah dia rela?

Apakah dia rela jika tubuh lembut yang begitu ia puja itu berada dalam kuasa pria lain? Wajah dan bibir nan cantik itu, jika dibelai dan dikecup pria lain apa ia bisa menerimanya?

Oh, sepertinya tak akan bisa. Ia tak akan mau membagi Mitha dengan siapapun. Bahkan dia dulu merencanakan ide licik untuk menjebak Mitha agar gadis polos itu tak bisa lepas dari dirinya. Gadis yang benar-benar hijau dan tak tahu apapun tentang hubungan dengan lawan jenis. Gadis yang telah menjadikan Yoga sebagai pria pertamanya. Gadis yang menjadikan Yoga sebagai pusat dunianya. Ya, ia yakin ia tak akan mampu melepasnya.

###
Menjelang lebaran kesibukan makin membludak. Jadi mohon maaf jika updatenya akan molor.

Kalau ada yg nanya, ada nggak sih orang seperti Yoga? Jawabnya ada dong😅. Terlepas dari semua sifat dan sikap mengerikannya, dia juga masih  punya sisi baik dlm dirinya meskipun terkadang masih sering timbul tenggelam wkwkkwk....

So enjoy the story ajalah friends. Thanks buat yang sudah meninggalkan jejak. Kritik n saran selalu ditunggu ya.😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top