3. Dan kebohongan pun dimulai

"Tha, jangan lupa ya. Ntar malam ajak juga cowok kamu" Ucap Cindy. Teman sekelas Mitha yang mengadakan pesta kelulusan nanti malam di sebuah hotel.

"Gimana kalau papa nggak kasih ijin? Aku kan nggak pernah keluar sama cowok" Mitha tak yakin orang tuanya akan membiarkannya keluar rumah tanpa pengawasan. Apalagi datang ke sebuah pesta di sebuah hotel.

"Kamu udah bilang belum ke papa kamu?" tanya Cindy lagi.

"Belum sih. Boro-boro minta ijin. Baru lihat wajah papa aja aku udah gemetar duluan"

"Ya udah gampang. Lagian kamu kan udah lulus, udah tambah dewasa pastinya. Masak cuma keluar malam sekali nggak di kasih ijin. Pokoknya kamu turuti aja apa kata ku. Nanti pulang sekolah aku ke rumah kamu minta ijin sama papa dan mama kamu" Mitha seketika terbelalak. Ia tahu Cindy memang sedikit nekat dalam mendapatkan tujuannya.

"Nggak, nggak usah. Aku tahu apa yang kamu pikirin. Pasti sesuatu yang mengerikan"

"Duh dasar bayi besar. Aku cuma mau bilang ke papa kamu kalau nanti malam kamu aku ajak pesta di rumah. Catat! Di rumah. Yah semacam pyjamas party gitu lah. Pasti diijinin" Mitha semakin ketakutan. Ia menggelengkan kepala berulang-ulang.

"Nggak, aku nggak mau. Pasti nanti ketahuan papa"

"Ck... Ayo lah. Senang-senang dikit nggak masalah. Kita perlu merayakan kelulusan kita"

"Kalian aja deh, aku nggak"

"Nggak seru dong cyin. Kamu bintangnya malah gak datang. Semua anak-anak kelas tuh pada pengen kamu datang. Mereka hutang budi sama kamu. Mereka bisa dapetin nilai bagus karena kebaikan kamu yang ngajarin kita-kita yang pada males" Cindy berucap sambil memandang kuku-kuku jemarinya yang baru saja terpoles warna-warna cantik kesukaannya.

"Jawaban ku tetap nggak" Cindy menghembuskan nafas keras. Kali ini dengan cara apalagi agar Mitha keluar dari cangkangnya.

"Kita lihat aja nanti hasilnya. Sekarang kamu pulang, aku anterin. Terus, aku yang akan mintain ijim ke papa atau mama kamu. Ntar pulang dari pesta kamu nginep di rumah aku. Beres kan? Kamu tidak berbohong kepada orang tua kamu. Kamu benar-benar tidur di rumah ku" Cindy berucap meninggalkan Mitha sendirian menuju mobil yang telah terparkir di luar pagar sekolah. Mitha terpaksa mengejarnya.

"Kamu nggak perlu repot-repot melakukan itu, Cin" Cindy hanya mengibaskan tangan mengabaikan permohonan Mitha kemudian membuka pintu kemudi. Mitha terpaksa menurut. Ia pun terpaksa memasuki mobil Cindy yang akan mengantarkannya pulang.

"Mana ponsel kamu?" Cindy tiba-tiba berucap di lima menit perjalanan mereka. Mitha hanya mengerutkan alis tak mengerti.

"Buat apaan?"

"Sini ponselnya nggak usah banyak tanya" Cindy menadahkan tangan tanpa memandang Mitha di sampingnya. Matanya memandang jalanan di depannya. Mitha pun merogoh tas di pangkuannya mencari ponselnya di sana. Begitu menemukan benda persegi itu, ia pun meletakkannya di tangan Cindy yang masih terulur.

Saat lampu merah terlihat di depannya, Cindy segera menyalakan ponsel Mitha. Mencari-cari kontak yang ingin ia hubungi. Setelah menemukan apa yang ia cari segera di hubunginya nomer tersebut.

"Halo, mas Yoga!" Mitha terkesiap ingin merebut ponsel di tangan Cindy, namun ia juga takut. Cindy sedang menyetir saat ini, yah meskipun lampu lalu lintas sedang berwarna merah. Ia hanya menepuk lengan Cindy agar gadis itu mengembalikan ponselnya namun yang ia dapat hanya pelototan tajam.

"Mas, ini Cindy. Teman Mitha"

"....."

"Nggak. Dia baik-baik aja kok, nih ada di sebelah aku"

"....."

"Emm... Ntar malam mas Yoga ada acara nggak?"

"....."

"Datang ya ke pesta kelulusan aku dan Mitha nanti malam. Tapi jemput Mithanya di rumah aku ya, mas?"

"....."

"Nanti Mitha yang kasih tau tempatnya"

"....."

"Oke, sebelum jam tujuh di rumah aku"

Dan panggilan pun berakhir menyisakan Mitha yang seputih kapas. Ia benar-benar ketakutan kali ini.

"Kamu gila, Cin" diraihnya ponsel dari genggaman Cindy.

"Ayolah, kamu terlalu penakut. Rugi banget punya cowok cakep, keren, tajir lagi kalau gak dipamerin ke anak-anak. Si Pras tuh meskipun keren sesekolah masih lewat kalau di bandingin sama mas Yoga. Kamu beruntung banget punya cowok kayak dia" Cindy terus berceloteh tanpa memedulikan raut pucat di wajah Mitha.

"Cowok kayak dia kalau bibirnya udah nempel ke kita, duh, pasti bikin nagih. Secara mereka kan udah dewasa. Udah tahu bagaimana manjain kita. Eh kamu udah pernah kan ngerasain tuh bibir sexynya?" wajah Mitha seketika memerah. Ingatannya berlari pada peristiwa beberapa waktu yang lalu saat pertama kali mereka resmi menjadi sepasang kekasih.

Mereka berciuman di mobil sampai lepas kendali jika saja tak ada seorang wanita yang mengetuk kaca mobil Yoga. Wanita yang belakangan Mitha ketahui bernama Rara yang ternyata adalah calon tunangan Yoga. Yoga yang mengatakan hal itu. Dia bilang orang tua merekalah yang menjodohkan. Pria itu tidak mau jika Rara sampai melaporkan ulahnya dengan Mitha kepada orang tua mereka. Mitha yang polos hanya menganggukkan kepala menandakan ia percaya.

"Eh? Wajahnya merah. Berarti kamu sudah pernah dong" Cindy terbahak.

"Pasti kamu nggak bakalan bisa berhenti, pengennya terus aja kan?" Mitha hanya mengulas senyum malu-malu.

"Kamu kayak udah pernah ciuman aja, Cin. Sok tahu kamu" sejauh ini setahu Mitha, Cindy memang belum pernah berpacaran. Yah meskipun gadis itu terlihat liar namun berkebalikan dengan sifatnya.

"Meskipun belum pernah ciuman, tapi aku udah pernah lihat langsung ciuman antara orang dewasa tuh kayak apa" Mitha menaikan sebelah alisnya penasaran.

"Aku pernah lihat kak Resty di cium tunangannya waktu di rumah nggak ada orang. Duh ternyata orang dewasa kalau ciuman mengerikan tahu nggak? Udah kayak saling makan aja mereka. Terus kalau ciuman nggak cuma di bibir, habis itu turun kemana-mana. Jauh banget sama drama korea yang kita tonton" wajah Mitha semakin memerah hingga ke leher dan telinganya. Cindy yang tak mendapatkan respon menolehkan kepalanya ke samping demi melihat Mitha. Sontak ia kaget melihat wajah dan telinga Mitha yang memerah.

"Ya ampun! Berarti kamu ciumannya kayak gitu ya sama mas Yoga. Ck ck ck..."

Mereka pun menghentikan obrolan saat mobil Cindy berhenti di depan rumah Mitha. Mereka pun turun bergegas memasuki rumah mencari orang tua Mitha.

Keberuntungan bagi mereka. Papa Mitha ada di rumah karena sedang istirahat makan siang. Cindy pun meminta ijin untuk mengajak Mitha menginap di rumahnya. Setelah melalui pertimbangan yang matang. Akhirnya papa Mitha memberikan ijin.

***
Malam itu akhirnya Mitha tiba di rumah Cindy dengan di antar Raka, kakak pertama Mitha. Setelah mengantar Mitha pria itupun berlalu pulang. Tak lama kemudian Yoga datang menjemputnya menuju hotel.

Suasana hingar bingar begitu terasa saat Mitha menjejakkan kaki di pesta Cindy. Ternyata bukan cuma teman sekelas mereka saja yang datang ke acara itu. Beberapa siswa kelas lain juga datang. Mungkin siswa yang kebetulan dekat dengan Cindy.

Begitu Mitha memasuki ruangan, beberapa teman-temannya seketika mengerubutinya seperti laron. Ya, baru kali ini Mitha bisa keluar malam sendirian. Jika ada teman atau siapapun yang mengadakan pesta di malam hari, Mitha selalu membawa body guard di sisinya. Jika tidak papanya yang mengantar, bisa jadi kedua kakak laki-lakinya. Seprotektif itulah keluarga Mitha memperlakukan putri kecil mereka.

Beberapa teman Mitha meminta berkenalan dengan Yoga. Pria matang dan bertampang di atas rata-rata selalu membuat banyak wanita enggan mengalihkan pandangan. Mitha dengan suka rela mengenalkan kekasihnya kepada teman-temannya.

Tiga puluh menit berlalu, Yoga berpamitan keluar ruangan. Ia beralasan ada seseorang yang menghubunginya. Mitha pun mengiyakan dan melanjutkan kegiatan bersama teman-temannya.

***
Hampir satu jam Yoga belum juga kembali. Berulang kali Mitha melihat jam cantik di pergelangan tangannya. Kado dari kakak pertamanya saat ia ulang tahun beberapa waktu yang lalu.

Rasa was-was seketika menghinggapinya. Meskipun ia sudah berpamitan untuk menginap di rumah Cindy, namun tanda-tanda Cindy akan mengakhiri pestanya belum terlihat. Mitha sudah merasa lelah juga mengantuk. Ia tak terbiasa tidur terlalu larut. Yah meskipun ia sering belajar larut malam. Namun ia belajar di kamarnya yang nyaman bersandar pada bantal empuknya juga di temani secangkir susu jahe hangat buatan sang mama.

Berulang kali Mitha memandang pintu masuk, namun sosok sang kekasih tak juga tampak. Akhirnya terpaksa ia merogoh clutch di genggamannya, mencari ponsel yang sedari tadi tak pernah disentuhnya.

Saat benda persegi itu ada di tangannya segera dinyalakan layar ponselnya. Beberapa pesan masuk. Di bukanya satu persatu.

Pesan pertama dari mamanya yang mengingatkan untuk tidak tidur terlalu larut, beberapa pesan tidak penting dari teman sekelasnya, dan yang terakhir pesan dari Paryoga Wiratmaja. Sang kekasih yang begitu ia cintai.

Segera dilihatnya isi pesan itu. "Sayang, kalau sudah selesai langsung naik ke kamar 706 ya. Tadi aku sedikit lelah jadi nggak balik ke pesta kamu. Aku tunggu ya. Love you, selalu" 

Mitha menghembuskan nafas keras. Kenapa juga sih pria tampan itu tak menunggunya di loby hotel atau juga kembali ke pesta dan mengajaknya pulang jika merasa lelah. Kalau seperti ini kan Mitha sendiri yang repot. Sungkan lebih tepatnya. Coba tadi Yoga mengatakan jika ia lelah, pasti Mitha tak akan mengajaknya ke pesta. Bukan Mitha sih sebenarnya yang mengajak. Cindy lebih tepatnya.

Setelah membaca pesan Yoga, Mitha segera menghubungi ponsel pria itu. Ia berharap Yoga yang akan turun untuk mengantarkannya pulang. Namun, ia harus menelan kekecewaan. Ponsel pria itu tidak dapat dihubungi. Mitha semakin disergap kecemasan. Bagaimana nanti ia pulang? Tidak mungkin ia meninggalkan Yoga sendirian tanpa kabar.

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Mitha terpaksa mendatangi Yoga. Ia bergegas mencari lift menuju kamar yang Yoga maksud. Begitu ia memasuki lift, segera ditekannya angka tujuh. Rasa tak nyaman menyeruak di hatinya. Ini pertama kalinya ia memasuki hotel sendirian. Apa lagi yang akan ia datangi adalah seorang pria dewasa berusia tiga puluh tahun. Tapi mau bagaimana lagi, ia tak mungkin tidak pulang kan?

Saat kakinya melangkah keluar dari kotak persegi yang menutup kembali setelah ia keluar, Mitha mengedarkan pandangan. Mencari kamar di mana Yoga berada. Di susurinya koridor hotel perlahan demi memastikan ia tak salah masuk kamar.

Saat matanya menangkap angka 706 pada sebuah pintu. Segera diangkat tangannya untuk mengetuk pintu. Tak lama pintu pun terayun menampilkan sosok yang ia cari sedari tadi. Mitha tersenyum lega.

"Mas, kita pu..." belum selesai kalimat yang akan Mitha ucapkan keluar, tubuhnya tertarik ke dalam kamar hotel dengan keras. Suara pintu yang tertutup disertai bunyi 'klik' membuat Mitha terkesiap kaget. Belum sempat ia mencerna apa yang sedang terjadi, tiba-tiba dirasakan tubuhnya sesak akibat himpitan tubuh kokoh yang tak lain adalah tubuh kekasihnya.

Pria itu menghimpit tubuh Mitha pada tembok, mencium bibir juga wajah dan lehernya membabi buta seolah tak ada hari esok.

###
Bagi reader yang masih bingung alurnya, sorry banget ya. Saya emang sengaja wkwkwk #ketawajahat.

Jangan lupa tabur bintang dan cek typonya ya 😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top