2. Mengulang Waktu

Mitha terbangun dengan keringat yang meleleh di keningnya. Ingatan akan peristiwa itu masih enggan untuk berlalu hingga terbawa mimpi. Padahal ia sudah berusaha mengenyahkan ingatan akan peristiwa itu jauh-jauh. Namun tetap saya, ingatan itu begitu mengakar kuat di otaknya.

Di lihatnya jam yang tertata manis di nakas samping tempat tidurnya. Jam dua dini hari. Kasur di sebelahnya terasa dingin saat ia meletakkan tangannya di sana. Suaminya belum pulang hingga detik ini. Entah jam berapa pria itu akan kembali. Mitha tak tahu dan tak berniat mencari tahu. Ia lelah bertanya. Apalagi jika di jawab dengan nada tinggi dan bentakan yang selalu membuatnya menggigil ketakutan.

Di rabanya perutnya yang semakin menggembung, senyumnya mulai terbit. Hanya inilah hal yang begitu membuatnya bahagia, enggan memikirkan kesepian tanpa kehadiran suaminya. Perutnya berbunyi, sepertinya bayi kecil dalam perutnya meminta tambahan nutrisi.

Tanpa menunda, Mitha bangkit dari tempat tidur dan perlahan turun ke lantai satu menuju dapur rumahnya. Bukan rumah Mitha sebenarnya, namun rumah mertuanya.

Semenjak menikah, Mitha memang tinggal di rumah mertuanya. Ia bersyukur, di antara ketidak beruntungannya, ia masih mendapatkan mertua sebaik kedua orang tua suaminya.

Saat kakinya menapak dapur, ia segera membuka lemari pendingin untuk mencari sesuatu untuk di makan. Pilihan pertama adalah susu dalam kemasan tetra pak yang ia ambil. Matanya menyisir isi lemari pendingin, mengamati dan mempertimbangkan apa yang hendak ia makan. Di lihatnya sawi segar di sana, sepertinya membuat mie adalah pilihan yang mudah. Ia pun mengambil sayur itu mencuci dan memotong-motong sambil menunggu air yang ia rebus mendidih. Tak ketinggalan ia masukkan pula beberapa buah cabai rawit. Air liurnya seketika menetes membayangkan nikmat dan pedasnya mie di mulutnya nanti.

Begitu air mendidih, ia pun merebus mie instan kemasan bersamaan dengan sayurannya. Ia tambahkan pula telur mata sapi saat hendak menikmati hidangan itu.

Mitha menikmati hidangan sederhana itu di dapur, mulutnya mendesis nikmat merasakan rasa pedas yang menyentuh lidahnya. Baru beberapa suap ia menikmati makanannya, tiba-tiba seseorang mengangkat piring di hadapannya.

Kaget luar biasa yang pasti. Ia sedari tadi tak mendengar siapapun memasuki dapur besar ini. Saat Mitha menolehkan pandangannya, sosok suaminyalah yang terlihat di sana. Pria itu berdiri dengan angkuhnya memandang tajam tepat ke mata Mitha. Sosok tinggi dan tegapnya terlihat bagai seorang jenderal perang yang menantang penuh ancaman.

Mitha beringsut ketakutan, ditelannya mie yang masih tersisa di mulutnya perlahan. Sulit. Makanan itu terasa keras saat di telan, tidak senikmat beberapa detik yang lalu saat ia mengunyahnya.

"Mas..." hanya cicitan ketakutan itu yang ia keluarkan. Ia tak tahu apa kesalahannya hingga sang suami yang baru pulang itu memandangnya penuh ancaman. Prayoga Wiratmaja, suami yang begitu Mitha cintai, sosok pria tampan yang tak seorangpun bisa menolak pesonanya, termasuk dirinya.

"Kenapa baru pulang? Mas dari mana?" tanyanya nyaris tak terdengar. Suaminya mendengus tajam. Di arahkannya piring Mitha ke wajah wanita itu seolah ingin menunjukkan sesuatu di atasnya.

"Kamu ingin membunuh anak ku?" kalimat pertama yang Yoga keluarkan membuat Mitha terbelalak kaget.

"Maksud mas apa? Tidak mungkin kan aku tega membunuh anak kita? Mas jangan bercanda" Mitha tidak faham dengan arah ucapan pria yang berjarak usia dua belas tahun dengannya itu.

Yoga pun semakin terbawa emosi, wanita sok polos di depannya itu benar-benar harus di beri ketegasan agar tidak bertindak semaunya sendiri. Ia pun meletakkan piring yang ia pegang di atas pantry dengan keras menimbulkan bunyi retakan akibat bertemunya dua benda keras itu. Mitha semakin bergidik ngeri. 'Jangan lagi, jangan lagi' ia membatin. Ia tak mau menjadi sasaran amukan suaminya untuk kesekian kali.

"Kamu makan mie instan seperti ini apa nantinya tidak berbahaya untuk anak ku. Kamu ini bodoh atau bagaimana, hal seperti ini saja tidak tahu"

'oh, jadi itu' Mitha mendesah lega. "Aku lapar mas, jadi aku masak mie biar lebih cepat" lagi-lagi Mitha menjawab pelan.

"Buang makanan itu, bangunkan bibi untuk membuatkan makanan yang lebih layak untuk kamu. Dan ingat jangan pernah memakan sesuatu yang membahayakan anak ku, kau harus menanggung akibatnya jika hal itu sampai terjadi" ancam Yoga sambil mengarahkan telunjuknya ke wajah Mitha. Mitha pun hanya tersenyum kemudian mengangguk menanggapinya.

Sedetik kemudian pria itu berlalu dari hadapan Mitha menaiki tangga menuju kamar mereka. Mitha menghembuskan nafas lega. Setidaknya meskipun suaminya berkata keras dan mengancamnya tapi pria itu masih memikirkan anak dalam kandungannya.

Akhirnya, Mitha pun membuang sisa mie instan di piringnya setelah sebelumnya menghabiskan sayur juga telur di atasnya. Suaminya benar, tak seharusnya Mitha mencari praktisnya saja dengan memakan mie instan. Seharusnya tadi ia mencari makanan lain di lemari pendingin dan menghangatkannya di microwave. Atau pilihan terakhir, ia membangunkan salah satu asisten rumah tangga di rumah ini dan meminta tolong untuk di buatkan sesuatu. Yah, dia lah yang salah.

Setelah meneguk habis susu dalam gelas, Mitha pun mencuci piring dan gelas kotornya. Setelah mengeringkan tangan ia pun berlalu meninggalkan dapur untuk kembali ke kamar. Masih cukup waktu baginya untuk tidur kembali hingga esok pagi. Namun sebelumnya ia akan mengecek keadaan suaminya terlebih dulu. Pria itu tak mengatakan apapun saat Mitha bertanya kenapa pria itu baru pulang saat hari sudah berganti pagi.

Perlahan Mitha membuka pintu kamar. Sosok suaminya yang terbaring di atas tempat tidur menjadi perhatian utama. Pria itu telah mengganti bajunya. Ia pun menghembuskan nafas lega. Segera ia susul suaminya. Menaiki ranjangnya yang empuk dan berbaring di sisi sang suami.

Ia tahu suaminya masih belum tidur. Mungkin mencoba untuk tidur. Di beranikan mulutnya bertanya "Mas tadi dari mana? Kok sampai jam segini baru pulang?" Mitha menunggu jawaban suaminya dengan hati berdebar.

Hening. Tak ada suara yang terdengar di antara mereka. Yoga sepertinya enggan membuka mulut. Karena penasaran mitha membalikkan tubuhnya menghadap Yoga yang ternyata menerawang melihat langit-langit kamar.

"Mas" ucap Mitha pelan berharap mendapatkan perhatian dari suaminya.

"Tidurlah, Mitha. Anak ku butuh istirahat yang cukup. Dan jangan suka mencampuri urusan ku. Aku tidak punya kewajiban memberitahu mu kemana aku pergi. Meskipun aku sudah menjadi suami mu, namun tanggung jawab ku hanya sebatas pada anak ku saja"

Seketika air mata meluncur di pipi Mitha. Ia begitu mencintai dan mengkhawatirkan suaminya yang tak kunjung pulang. Inikah yang ia dapatkan?

Seandainya bisa, ia ingin mengulang waktu. Mengulang saat di mana ia belum mengenal pria yang begitu ia cintai hingga membuatnya menyerahkan segalanya. Pria tampan yang sudah merubah semua kehidupannya.

###

Update siang hari di saat perut lagi lapar-laparnya 😣😣

Terus cek typo ya temans. Dannnn... Jangan lupa tinggalkan jejak ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top