2☔-Kepalsuan
Victor mengamati foto itu, dimana dia dan para anggota ski berfoto disana. Ada Yurio, dan lainnya yang ikut di dalam sana. Victor menghela nafas, memiliki banyak fans dan teman. Hal itu terkadang tidak membuatnya begitu senang, ada kalanya dia merasa begitu kesepian. Hatinya terasa kosong tapi lagi lagi Victor harus menyembunyikannya, ia tidak ingin membuat orang lain tau dan khawatir. Tidak, ia hanya tidak ingin orang lain ikut campur dalam dirinya. Victor menatap dalam wajahnya tanpa senyuman, kosong. Bosan, dan hampa. Perpaduan mengerikan yang membuat seseorang hancur begitu saja. Victor memakaikan jasnya, bergerak menuju ke rumah sakit terdekat. Seseorang yang baru saja dia temukan kemarin dengan tidak sengaja, hanya remaja biasa yang pemalu dan memiliki nasib yang buruk. Tidak ada yang spesial, dia sering melihat fans remaja yang menyukainya. Victor langsung di hujani oleh para perawat cewek yang menyukainya. Victor tersenyum melambai tenang di sana. Seolah dia orang paling berbahagia di dunia, padahal kenyataannya adalah tidak. Ia adalah orang paling egois, yang mudah bosan dan tidak suka tersenyum. Ada kalanya, ia ingin sendirian. Ada kalanya senyum tidak akan menghampiri wajah nya dan ada kalanya dia merasa kalau dirinya hanya sendirian.
"Yuuri?" Seru Victor di depan sebuah kamar. Menyebut nama orang itu , sosok manis itu perlahan menoleh kearahnya, saat dia melihat wajah tampan Victor ia langsung menunduk malu. Bahkan disaat kemarin, dia masih saja enggan bertemu dengannya. Pesona Victor dalam hal ini benar-benar kalah telak, Yuuri adalah tipe orang yang tidak pernah di kenalnya. Sangat berbeda dari yang dia harapkan.
"Ah Victor, selamat pagi.." katanya dengan nada pelan, dia tampak bergumam malu.
"Yuuri, apa kau masih sakit?" Tanya Victor duduk di pinggir kasurnya. Yuuri menjaga jarak, dia menutupi sebagian wajahnya dengan selimut putih.
"Umh" hanya gumaman singkat, Victor tersenyum melihat ke arah tubuh kurus Yuuri yang tidak terawat. Luka, goresan, dan kekurangan gizi. Ketakutan yang terpancar jelas, berapa banyak penderitaan yang di alami oleh remaja ini. Victor tidak tau itu, dalam gemerlapnya dunia sejak kecil. Victor tidak tau hal itu, melihat Yuuri yang hanya terus mengurung dirinya sendiri dalam penderitaan itu.
"Yuuri, apa kau masih takut padaku?" Tanya Victor. Yuuri tampak kaget dan mengeleng sontak. Victor tersenyum, mengusap puncak kepala Yuuri. Hanya ini yang dapat ia lakukan, sebatas ini. Lebih dari itu adalah hal yang tabu dan aneh.
"Kalau begitu apa kau mau jalan jalan sebentar?" Yuuri menoleh menatap dengan wajah polosnya yang membuat Victor tersenyum lagi. Senyuman yang tulus.
"Apakah tidak masalah?, Suster akan marah..."
"Tidak apa Yuuri. Atau kau mau aku gendong?" Goda Victor. Yuuri mengeleng dan langsung keluar dari selimutnya, Victor terkekeh melihat tingkah manis Yuuri. Yuuri tampak malu, dia menatap canggung ke arah lainnya merasa aneh dengan tingkahnya tadi. Victor meraih tangan Yuuri dan menyeretnya untuk pergi dari sana menuju ke arah luar rumah sakit. Taman belakang di rumah sakit itu.
.
.
Melihat bagaimana Yuuri masih saja menghindarinya, dirinya menjauhi dan menganggap kalau Victor adalah orang asing. Begitulah, Victor baru mengenal Yuuri dalam satu waktu, tidak pernah sejak dulu. Yuuri masih menjaga jaraknya seolah Victor sama dengan yang lainnya, bisa dilihat bagaimana ketakutannya dirinya. Hatinya yang begitu rapuh dan polos, wajah manis yang penuh dengan luka. Yuuri selalu penuh dengan rahasia dan hal itu seharusnya tidak terlalu menganggu nya, semua orang punya rahasia satu sama lain, termasuk Victor sendiri. Rahasia kecil yang tidak mau di ketahui oleh siapapun. Sebuah rahasia.
"Victor terima kasih atas semua pertolongan yang kau berikan, aku benar benar terbantu. Untuk waktu yang singkat ini..", dia berkata hal seperti itu dengan rasa takut. Seolah hal itu pernah terjadi sebelumnya, Yuuri hanya memasang senyuman suram.
"Kalau kau berniat, aku akan membayar nya dengan apapun, kau boleh menggunakan ku" dia mengatakan itu tanpa rasa malu seolah sudah pasrah. Seseorang yang tidak pernah merasa di hargai seumur hidupnya, jika seseorang datang , tentu saja ia akan merasa hal itu wajar. Manusia adalah makhluk egois dan hina seperti itu, tidak bisa di percayai. Menerima imbalan, tidak ada yang namanya baik atau tanpa balas jasa, sedikitpun itu ia pasti akan mengharapkan nya. Begitu pun Victor, hal yang ia inginkan. Mungkin hanya satu, tapi tidak bisa ia katakan untuk seseorang yang baru saja mengenalnya. Masih terlalu jauh untuk terlalu mendekatinya.
"Aku tidak butuh apa apa, sebaliknya. Apa kau bisa ceritakan kisah mu Yuuri? Kau terlihat menderita" seharusnya Victor tidak menanyakan hal itu, pada seseorang yang baru saja dia kenali. Tidak tau asal usul, dan tidak pernah dekat sejak awal. Rencana awal bertemu dengannya pun tidak ada, alias kami berdua hanyalah orang asing yang saling bertemu untuk waktu yang sangat singkat.
Yuuri menunduk, "Baiklah, kurasa aku tidak bisa terus bersembunyi lagi. Toh ,aku ini memang menderita". Dia mulai bercerita, tentang kisahnya yang menyedihkan. Sesuatu yang tidak pernah di bayangkan Victor dialami oleh Yuuri, di balik gemerlap nya dunia yang sering dia lalui. Tidak sebanding dengan apa yang dialami oleh orang lain di luar sana, Mata Victor membulat. Dadanya terasa sakit mendengar setiap kejadian yang dibicarakannya, kisah yang tidak ia sangka akan dia dengar dari seseorang.
Yuuri adalah seorang yang miskin. Dia di jual oleh kedua orang tuanya dan terlantar setelah ia melarikan diri dari menjadi hewan peliharaannya oleh pria itu. Dia kabur dan melarikan diri kemana mana, Setiap dia melarikan diri. Dimana mana Yuuri akan di incar oleh para preman atau pria. Semuanya sama saja, membuat Yuuri merasa jijik jika mendengar hubungan tabu itu, mereka penuh nafsu tanpa cinta, tanpa perasaan. Menginginkan tubuhnya belaka lalu membuang nya begitu saja setelah puas, seperti makanan sisa. Yuuri merasa jijik dengan dirinya sendiri, bekas rantaian seperti tanda kalau dirinya hanyalah belas. Hanyalah barang yang tidak punya sesuatu yang berharga atau berhak menolak, Yuuri membenci para pria. Setiap ia mengingat akan hal itu, dirinya tidak berhenti bergetar. Rasanya seperti traumanya.
"A..aku seperti merasa di sentuh setiap saat, berbagai sisi. Setiap jengkal tubuh ku, semuanya melihatnya dan menertawakan penderitaan ku..". Suaranya terdengar gemetaran takut, ia memeluk dirinya sendiri. Victor tidak tau seberapa menderitanya Yuuri sebelum bertemu dengan dirinya. Yuuri memeluk dirinya erat-erat seolah hanya dirinya saja yang bisa melindunginya, sebuah pertahanan terakhir yang dimiliki oleh manusia adalah tubuhnya sendiri dan perasaannya sendiri. Semuanya adalah keinginan manusia.
"Yuuri.."
Srek!
Ketika mengulurkan tangannya, Yuuri menyeret tubuhnya otomatis ke arah lainnnya, menghindarinya. Remaja itu memeluk dirinya sendiri dengan gemetaran tiada henti, seolah Hanya dirinya seorang yang bisa di percayai. Victor terdiam, waktu terasa membeku. Hingga Yuuri menoleh ke arah Victor, dengan wajah suram sayu dan kedua matanya penuh harapan yang seakan sudah sirna.
"Apa kau tidak seperti itu?" Tanya Yuuri. Pertanyaan yang sederhana, kedua mata Yuuri yang menatapnya berbinar penuh kesedihan, Victor bisa tau betapa banyak penderitaan yang dialami Yuuri. Menginginkan suatu pengharapan yang seolah terus menghilang, tangan kecil nya yang terus memeluk tubuh nya yang kecil dan lemah. Wajah suram dan polos tanpa ekspresi kebahagiaan sedikitpun.
"..."
Tidak ada jawaban, Yuuri tau itu. Ia seperti sudah terbiasa, Yuuri menunduk. Melihat ke hamparan rerumputan yang seakan menertawakannya, hujan yang perlahan turun menetes membasahi tanah di bawahnya. Yuuri tertawa disana, terkekeh penuh kesedihan.
"Kau tau Victor, aku benci hujan dan aku benci pria. Setiap hujan, mereka selalu ada di sekitar ku. Waktu terburuk milikku" Suara Yuuri yang gemetaran dan seakan semakin memudar, nada suara yang penuh kesedihan. Victor bisa merasakannya saat suara itu menembus derasnya hujan yang membawa kenangan menyakitkan itu, cumbuan yang terlihat jelas dari balik kulit halus Yuuri. Tubuh kecil yang harus dia lindungi sekuat tenaga dengan kedua tangannya yang kecil, wajah suram tanpa sedikit pun kebahagiaan disana.
Seperti diambil sepenuhnya.
"Yuuri...aku tidak seperti itu" ingin rasanya Victor mengatakan sesuatu namun hanya itu yang keluar dari mulutnya, melihat penderitaan dari Yuuri. Rasanya ikut menyakitkan. Hatinya terasa sakit, hatinya terasa ikut tercabik-cabik hingga serpihan terkecilnya. Yuuri , remaja biasa yang terlalu kecil untuk dapat mengalami semua ini. Victor, hanyalah pemain ice skating yang selalu berjalan dalam dunia yang mendukungnya, antar dua dunia yang berbeda satu sama lainnya. Mungkin jika tidak bertemu dalam hal ini, kami tidak akan pernah saling mengenal satu sama lain. Hanya dua orang yang sangat asing.
Dua orang yang tidak akan pernah di takdirkan bertemu, saling berbagi kasih dan kisah satu sama lainnya. Berada dalam kisah yang jauh berbeda, tanpa adanya ketertarikan, keterikatan hanya dua orang asing yang berjalan dalam kehidupan yang jauh berbeda. Hidup biasa, dan hidup penuh gemerlap. Saling berlalu tanpa menyadari satu sama lain dalam satu jalanan yang sama. Bukankah hal itu sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari-?. Seseorang yang tidak akan pernah ada dalam kehidupannya, tidak akan hadir tanpa adanya pemicu. Bukan, hal itu tidak akan pernah ada. Karena mereka sebenarnya sangatlah berbeda, kehidupan dan kepribadian yang sangatlah berbeda. Tidak ada yang spesial, selalu terjadi dalam kehidupan. Orang asing dalam satu kota yang sama. Satu kehidupan dan dalam satu waktu yang sama.
"Bagaimana bisa Victor?, Kau adalah pria dan kau adalah manusia. Semuanya sama saja, aku...sudah biasa Victor. Jika kau menginginkan aku untuk balas Budi mu aku tidak masalah" seru Yuuri. Dia tersenyum pasrah, senyuman di paksakan. Wajah pucat dan suram tanpa adanya gurat kebahagiaan didalamnya, Yuuri bukanlah cahaya, dia hanyalah seorang remaja yang terjebak dalam kisah yang salah. Yuuri hanyalah orang biasa, yang seharusnya tidak akan pernah bertemu Victor dan seharusnya sama sekali tidak menarik. Meksipun begitu, melihat hal seperti itu membuat hati Victor berdenyut sakit.
"Kenapa?" Bahkan Victor tidak bisa menjawab pertanyaan itu, pertanyaan yang membuatnya gundah. Jika saja orang di depannya adalah wanita, ingin rasanya Victor memeluknya dan tidak menyangkalnya. Kalau perasaan ini jauh berbeda, Yuuri adalah seorang yang berbeda dari yang pernah ia kenali. Sosok nya yang polos dan murni, terjebak dalam kegelapan dunia dan menjadi seperti ini. Victor ingin memeluknya, mencium kedua bibirnya yang selalu saja merengkuh suram, tatapannya yang selalu terlihat kosong, dan wajahnya yang pucat tanpa adanya senyuman terukir disana membuatnya penasaran, apa yang akan terjadi kalau Yuuri tersenyum padanya-?. Apakah dia akan merasa jatuh cinta-?.
Haha, itu tidak mungkin. Tidak boleh, cinta antara dua jenis kelamin yang sama. Hal itu adalah menjijikan, tabu, aneh dan tidak benar. Dianggap sebagai sesuatu penyakit, dan di pandang gelap oleh semua orang dalam masyarakat. Meksipun Yuuri begitu manis, tetap saja. Yuuri bukanlah wanita, Victor tidak pantas berpikir ataupun melabuhkan hatinya begitu saja. Tidak lah benar, dia sendiri merasa jijik memikirkan hal itu, dia Straight. Mencintai lawan jenis yaitu wanita, namun kemana hati ini akan berlabuh?. Hati Victor terlalu rumit, terlalu kosong dan terlalu bosan. Melalui keseharian biasa yang membosankan menjadi sesuatu yang bukan dirinya sendiri.
Manekin, Boneka. Itulah Artis, seseorang yang terkenal.
"Yuuri, kenapa kau malah berpikiran seperti itu?. Semua orang bisa jadi berbeda" Victor terus memakaikan senyuman menawan yang tidak berarti apapun. Jika ada yang bisa melihatnya, senyuman polos yang seolah seperti robot yang di gerakkan begitu saja.
Yuuri menunduk, "Karena aku sudah melihatnya, bagaimana kepribadian seseorang yang bisa begitu berubah. Mereka intinya sama saja, egois untuk keinginan sendiri. Meksipun di luar tampak baik baik saja, di dalam hatinya ada perasaan yang jauh berbeda. Mereka munafik".
Seperti ada duri yang tertancap, Victor masih tersenyum.
"Aku sangat membenci orang orang seperti itu.." lanjutnya lagi, tatapannya menatap tajam ke arah bawah seolah ia menghina mereka dalam dalam. Victor mendekati Yuuri ingin membelai nya. Namun Yuuri menepisnya, dia menatap Victor dengan kedua mata menahan amarah, dan tatapannya yang sedih.
"Kau juga sama Victor, kenapa kau selalu tersenyum seperti itu?. Tidakkah kau lelah bertingkah seperti orang baik, aku tau Victor kalau kau juga kerepotan karena ku. Kau hanya tersenyum disaat orang orang ada, tidakkah itu menjijikan?". Yuuri mengatakan itu dengan tegas, mengisyaratkan segala hal yang dia pikirkan. Victor masih terdiam dengan tangan yang masih melayang di tempatnya, kedua matanya menatap di antara derasnya hujan, kata kata yang tidak pernah dia dengar, benar sekali. Jauh di dalam hatinya ia mengiyakan hal itu, dia adalah seseorang seperti itu. Dia bukanlah orang suci.
"Kau benar, aku adalah orang seperti itu. Apa kau kecewa aku adalah orang seperti itu Yuuri?" Seru Victor memiringkan kepalanya dengan senyum yang masih mengembang.
"Tidak. Sejujurnya aku tidak tau, Victor hari sudah dingin. Lebih baik kau pergi saja" seru Yuuri mengatakan itu, dan bangkit dari sana. Victor berdiri dan berjalan di sampingnya, ingin menyerahkan jasnya sebelum Yuuri menolaknya. Menoleh ke arah samping selama perjalanan seolah dia tidak ingin melihat wajah Victor untuk sementara.
"...Aku tidak perlu di kasihani Victor, aku masih punya harga diri sebagai seorang 'Pria'... " Dengan kata kata itu ia pergi dari sana meninggalkan Victor yang masih berdiri di bawah hujan, Victor menengadahkan kepalanya ke atas memandangi langit mendung yang dingin, curahan hujan yang seolah ikut menertawakan dirinya.
"Pria..kah?" Kata kata Yuuri yang seakan menusuknya. Harga diri seorang--- Pria ---terletak dimana mereka selalu saja terlihat kuat, laksana batu. Yang bertugas melindungi dan melakukan semua hal sendiri. Itulah pria, Yuuri adalah pria tulen, meski dia sudah di lecehkan seperti barang. Harga diri yang tersisa adalah bagaimana dia bisa bertahan seorang diri, tidak menangis dan menjadi kuat. Itulah Harga diri seorang Pria yang masih dipertahankan, karena Jika tidak manusia itu tidak akan berarti lagi. Dia akan berhenti untuk di hargai.
Pria--kah?, Apakah dia masih seorang pria jika terus saja melakukan hal pengecut seperti ini. Menipu orang lain dan juga menipu dirinya sendiri-?.
Hahaha, dirinya menjijikan.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top