11

Suasana canggung kembali datang setiap kali kedua gadis yang faktanya masih memiliki hubungan darah itu berada ditempat yang sama. Entah bagaimana mulanya, namun hal itu sudah terjadi begitu saja.

Sore ini Seungwan memutuskan untuk menjemput adik bungsunya. Entahlah, Yerim tiba tiba datang ke dalam pikirannya. Melihat wajahnya yang muram setelah tidak menampakkan diri selama berhari hari membuat dirinya semakin khawatir akan kondisi gadis itu. Ia juga merasa bersalah karena Yerim pasti merasa sedih dan kesulitan karena tidak ada satupun dari mereka yang berada di sisinya selama ini. Seungwan juga berniat untuk memperbaiki hubungan mereka, mengingat keduanya selalu menjaga jarak satu sama lain dan sering kali membuat keadaan sekitar menjadi canggung seperti saat ini.

Helaan nafas yang baru saja dilakukan oleh gadis yang lebih tua dapat menunjukkan bahwa ia sudah tidak tahan dengan suasana disekitar mereka.

“Bagaimana sekolahmu?”

Walaupun tidak memiliki pertanyaan atau kalimat lain di kepala nya, namun setidaknya ia berusaha untuk memecahkan keheningan yang membawa suasana muram disekitar mereka.

“Begitulah.” sahutnya.

“Bagaimana keadaan kakak?”

Huh?”

Seungwan terdiam beberapa saat untuk mencerna pertanyaan yang baru saja ia dengar dari adik bungsunya. Ia pikir gadis remaja itu tidak tertarik untuk berbicara kepadanya. Dan selama ini mereka berdua hampir tidak pernah bertanya mengenai kabar satu sama lain, karena itu Seungwan sangat terkejut ketika Yeri tiba tiba bertanya seperti itu.

“A-aku baik baik saja.”

“Benarkah?” Yerim meliriknya sekilas lalu menghela nafasnya.

“Aku mendengar kakak dan kak Seulgi bertengkar waktu itu.” sahutnya.

Keheningan terjadi ketika keduanya tidak mengatakan apapun lagi setelah Yeri berbicara. Seungwan juga hanya diam dan menunggu Yeri untuk melanjutkan kalimatnya, namun gadis itu tampaknya tidak berniat untuk melakukannya.

“Aku minta maaf.”

Hanya itu yang dapat dikatakan oleh Seungwan. Ia tidak bisa mengatakan kalimat lain saat ini. Karena dia menjadi alasan mengapa Seulgi ikut membenci Irene sampai gadis itu memutuskan untuk pergi dari rumah dan Yerim juga pasti ikut merasa bersalah karenanya.

“Ah bagaimana dengan kak Irene, apaka—”

“—tidak, lupakan.”

Yeri menggelengkan kepalanya, sebenarnya dia sangat ingin menanyakan bagaimana keadaan kakak sulungnya saat ini, namun ia menahannya. Entahlah dirinya tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Yeri tidak membencinya namun dia selalu menepis ketika Irene muncul dalam pikirannya.

Baru saja Seungwan ingin menanyakan mengapa Yeri tidak ingin menyelesaikan kalimatnya, namun ponselnya tiba tiba berdering dan membuat keduanya segera mengalihkan perhatian mereka pada benda pipih milik Seungwan.

Dokter Lee.

Nama itu muncul dilayar ponsel milik Seungwan, namun tak kunjung diangkat olehnya. Tentu saja karena Yeri sedang bersamanya sekarang. Karena itu Seungwan segera membalik posisi ponselnya seolah olah panggilan itu tidak penting baginya.

“Kenapa?” tanya Yeri.

“Aku sedang tidak ingin bicara padanya.” sahut Seungwan.

Hujan deras yang mengguyur, membuat jalanan kota yang biasanya padat kini menjadi sepi. Saat ini cuaca memang sangat tidak mendukung untuk berpergian keluar rumah. Irene mendapati Sooyoung yang mulai menahan kantuknya saat ini.

“Tidur saja kalau mengantuk.” sahut Irene mengusap lembut lengan sang adik.

Tapi Sooyoung menggelengkan kepalanya, “Jika aku tidur, kakak juga pasti ikut mengantuk nantinya.”

“Tidak akan, tidurlah.” ujarnya.

Gadis dengan rambut sebahu itu tetap menggeleng, dia tidak ingin membiarkan Irene menyetir sendirian ditengah hujan seperti ini, tetapi disisi lain dia juga tidak bisa menahan rasa kantuk yang menyerangnya saat ini.

“Kamu mengantuk. Tidurlah.” sahut Irene sedikit tertawa ketika melihat sang adik yang masih saja berusaha untuk tetap terjaga.

“Baiklah, aku akan tidur satu detik saja. Janji.”

Irene hanya tersenyum dan tak menghiraukan gadis yang kini sudah memejamkan matanya itu. Dia pikir mereka sudah harus pulang sekarang karena hujan tak kunjung berhenti. 

Keheningan datang setelah Sooyoung sudah benar benar terlelap disampingnya dan kini hanya terdengar suara air hujan dari luar. Suasana ini membuat Irene diam diam larut dalam pikirannya sendiri. Sejujurnya dia tidak mengerti dengan kehidupan yang mereka jalani saat ini. Semuanya tampak rumit baginya, dia masih membutuhkan sosok sang ibu untuk membantunya dalam merawat dan menjaga adik adiknya.

Jika saja kecelakaan itu tidak pernah terjadi, ia pikir mungkin kehidupan mereka bisa lebih baik dari pada sekarang.

Ketika Irene masih remaja, ia pernah mengalami kecelakaan mobil yang mengerikan nan membuat Irene dan ibunya terluka parah. Irene sempat kehilangan pengelihatannya karena benturan keras yang membuat serpihan kaca berhasil menusuk bola matanya. Irene juga mengalami koma yang membuatnya tidak tahu apa saja yang terjadi selama dirinya tak sadarkan diri. Semuanya tiba tiba menjadi berubah begitu saja setelah itu.

Kedua orang tuanya sering kali bertengar, sang ayah menganggap bahwa kecelakaan itu terjadi karena ibunya, padahal faktanya kecelakaan itu terjadi karena kesengajaan rekannya sendiri yang tidak ia ketahui. Keharmonisan keluarga mereka menghilang begitu saja karena perlakuan kedua orang tua mereka yang tak lagi sama. Adik adiknya bahkan masih terlalu kecil untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu, dan karena permasalahan itu juga mereka tidak lagi mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari orangtuanya.

Kala itu semua fokus hanya tertuju pada Irene. Sang ibu berusaha keras agar Irene mendapatkan pengelihatannya kembali. Dia tidak ingin putrinya menderita dengan hanya berdiam diri diruangannya. Hampir setiap hari gadis itu hanya menangis disana dan tidak ingin pergi keluar karena kondisinya saat itu.

Semua hal menjadi lebih buruk setiap harinya, Irene dan ibunya juga kerap kali bertengkar. Sampai suatu ketika mereka berdebat didalam perjalan pulang dari rumah sakit nan menyebabkan mereka mengalami kecelakaan untuk kedua kalinya. Tekanan yang dialami oleh wanita itu membuatnya kehilangan kontrol diri, ditambah Irene yang juga terus mendebatnya sehingga dia tidak bisa menahannya lagi. Sang ibu benar benar hilang kendali sampai pada akhirnya kecelakaan itu terulang kembali. Dia terluka parah dan kehilangan nyawanya setelah dilarikan ke rumah sakit. Padahal dihari yang sama penyebab dari kecelakaan mereka yang sebelumnya baru saja terungkap dan diketahui oleh sang ayah.

Irene benar benar menyesali perbuatannya, seharusnya dia bisa menahan egonya dan mau mengerti situasi dan perasaan sang ibu yang juga tengah kesulitan pada saat itu.

Setelah kejadian itu, semuanya semakin rumit. Sang ayah menyesal karena telah menyalahkan sang ibu. Tetapi dia justru kembali menyalahkan Irene kala itu. Terutama ketika dia mengetahui bahwa sebelumnya sang ibu telah melakukan persyaratan untuk mendonorkan matanya agar sang putri bisa kembali melihat.

Pria itu tiba tiba membenci gadis yang dulu menjadi putri kesayangannya itu. Dia benci segalanya tentang Irene semenjak gadis itu menyebabkan kematian sang ibu. Dia benci keberadaan Irene, dia juga membenci setiap kali Irene menatapnya dengan mata itu karena itu bukanlah miliknya, melainkan milik ibunya.

Irene mengusap kasar air matanya dengan nafas yang tercekat. Rasa takut, penyesalan, dan benci menjadi satu menyerang dirinya disaat yang bersamaan ketika ia mengingat semua kejadian serta perlakuan sang ayah yang membuat hidupnya hancur.

“Kamu membunuh ibumu sendiri!”

“Kamu tidak pantas mendapatkan kebahagiaan setelah menyebabkan kematiannya!”

BIPPPPPPP!!!!!

“Kakak!”

Suara klakson mobil lain bersamaan dengan teriakan sang adik berhasil menarik Irene dari lamunannya sehingga membuatnya tersadar dan segera mengambil tindakan secepat mungkin untuk menghindari mobil yang akan ia tabrak nan membuat keduanya mengalami sedikit benturan kepala karena tubuh mereka yang terdorong ke depan setelah Irene menginjak rem secara mendadak tepat setelah ia membanting stir.

“Sooyoung-ah!”

Irene segera menangkup wajah sang adik untuk memastikan bahwa dia baik baik saja dengan jantungnya yang berdetak dengan sangat kencang saat ini.

“Apa ada yang terluka?” tanya Irene penuh khawatir.

Sooyoung pasti sangat terkejut karenanya. Gadis itu hanya menggeleng lemah dengan wajahnya yang pucat nan semakin membuat ia khawatir, Irene segera menariknya dan memeluk sang adik dengan erat. Air matanya mulai mengalir dengan deras, dia hampir saja mencelakai adiknya karena kecerobohannya sendiri.

“Maafkan aku. Aku benar benar meminta maaf.” sahut Irene dengan suaranya yang bergetar ketakutan.

- F -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top