07

Setelah sekian lama akhirnya pertengkaran terjadi diantara mereka. Jika diingat ingat lagi, sebelumnya mereka tidak pernah bertengkar sehebat itu.

Bukan karena kehidupan mereka yang harmonis, justru karena mereka terlihat tidak peduli dan hanya sibuk dengan urusan masing masing hingga membuat mereka sendiri hampir tidak mengenali satu sama lain.

Mereka mungkin masih saling bicara, tetapi mereka tidak ingin saling memberikan perhatian atau kepeduliannya.

Kehilangan sosok orang tua terutama sang ibu, membuat mereka akhirnya terpecah belah. Tidak ada lagi yang berperan sebagai pemimpin untuk menyatukan mereka kembali seperti dulu ketika mereka berselisih.

Perbedaan masalah yang terjadi pada mereka juga menjadi salah satu penyebab mengapa gadis gadis itu saling menentang dan tidak mau mengalah.

Setelah pertengkaran antara gadis sulung dan bungsu. Kini nyatanya perdebatan kembali terjadi disalah satu ruangan rumah mereka. Terlihat seorang gadis berponi tipis dengan berani menatap tajam ke arah gadis bermata sipit yang lebih tua darinya.

"Jika saja kamu tidak pergi bersama Sehun dan langsung menjemputnya, ini semua tidak akan terjadi."

Melalui perkataannya barusan bukankah sudah jelas bahwa Seungwan tengah menyalahkan Seulgi?

"Kenapa sekarang kamu menyalahkan ku? Kita tidak tau apa yang terjadi padanya. Lagi pula aku sudah meminta Soojung untuk menjemputnya."

"Lalu apakah ini kesalahannya? Dia hanyalah orang asing! Dan seharusnya kamu tidak menyangkutkan orang lain atas kesalahanmu sendiri!" bentak Seungwan.

Seulgi akui dirinya memang salah karena telah memberikan tanggung jawabnya pada orang lain, tapi kenapa Seungwan begitu mendesaknya dan berkata seolah olah ialah penyebab dari semua kejadian ini?

Tentu saja dia tidak akan terima jika Seungwan benar-benar menganggap semua kesalahan ada padanya. Seulgi membalas tatapan tajam dari mata gadis yang lebih dari muda darinya itu.

"Kamu sendiri bagaimana? Bukankah saat ini kamu hanya menjadikan ku sebagai bantal kekesalan? Karena sebenarnya kamu tau bahwa penyebab dari semua ini adalah kecerobohan kak Irene sendiri! Dan kamu hanya tidak memiliki keberanian untuk menyalahkannya bukan?!"

—atau mungkin kamu terlalu mengasihaninya karena berpikir dia sudah banyak berkorban untuk kita dengan kenyataan bahwa dia hanya mementingkan dirinya sendiri!"

"Kang Seulgi!"

Seungwan menatapnya tak percaya. Tak pernah sedikitpun terpikirkan oleh nya bahwa Seulgi akan mengatakan hal seperti itu secara terang terangan padanya.

Namun siapa yang memulai? Bukankah Seungwan sendiri yang terlebih dahulu secara tiba tiba menariknya ke tempat ini dan mulai mendebatnya?

Hanya karena dia lebih muda bukan berati Seulgi akan mengalah atau bahkan sekedar menahan diri untuk tidak melukai hati saudarinya dengan serangkaian kalimat yang cukup menusuk yang keluar dari mulutnya.

"Sama seperti Yerim, bukankah kita juga sama sama membencinya? Bahkan dia sendiri menyadari bahwa dirinya pantas untuk dibenci. Kau hanya perlu mengakuinya, Son Seungwan."

Seulgi menabrakkan bahunya dengan milik Seungwan secara sengaja sebelum dia pergi meninggalkan tempat dan membiarkan gadis itu berdiri sendirian disana.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" langkahnya terhenti tepat dihadapan ruang tidur sang kakak.

"Pergilah, aku tidak ingin bicara." 

Irene hendak masuk ke dalam kamar dan berniat untuk mengunci pintu, namun gadis yang sedari tadi mengikutinya itu sudah terlebih dahulu menahan dirinya.

Gadis bermarga Bae melirik kearah genggaman sang adik yang cukup erat pada pergelangan tangannya.

"Bukan apa apa, semuanya akan baik baik saja setelah ini. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan." ujarnya, berharap Sooyoung akan membiarkan nya pergi setelah kalimatnya barusan.

Namun nyatanya tidak, gadis itu hanya melepas genggaman nya lalu merubah tatapan nya menjadi lebih serius. "Apa kakak lupa? Terakhir kali ibu mengatakan hal yang sama, lalu kejadian mengerikan terjadi dan sejak itu kita tidak pernah baik baik saja sampai saat ini." sahutnya.

Entah apa yang terjadi namun sepertinya seluruh oksigen di lorong ini tersedot habis sehingga membuat nafas Irene sedikit tercekat dan hati nya seperti tertusuk oleh kalimat yang dilontarkan oleh Sooyoung yang juga berhasil membuat dirinya seolah ditarik paksa untuk mengingat kejadian itu lagi.

Kejadian tidak menyenangkan yang membuat kehidupan mereka semua berubah menjadi kelam dan hampa. Bayangan bayangan kehidupan bahagia mereka dimasa lampau kini menjadi hal yang paling menyakitkan untuk diingat kembali.

"A–"

Irene memegang kepala dan hampir kehilangan keseimbangannya, Sooyoung sedikit terkejut melihat itu namun untungnya ia dapat segera menahan tubuh sang kakak sebelum dia terjatuh.

Mungkin Irene masih memiliki trauma yang mendalam akibat kejadian itu, termasuk kejadian mengerikan lainnya yang dia alami semasa muda.

"Mianhe." Sooyoung sama sekali tidak menyangka bahwa dia akan membuatnya seperti ini.

"Aniya." Irene menggelengkan kepalanya sambil melepaskan pelukan Sooyoung secara perlahan dan berusaha berdiri sendiri dengan menahan kedua kakinya.

Tatapan Sooyoung saat ini jelas sangat khawatir padanya, "Aku akan mengantarmu ke tempat tidur." sahutnya kembali menggenggam erat tangan Irene sambil memapahnya masuk.

"Gwencana?"

"Kenapa kepalaku pusing sekarang?" tanya Irene yang sedari tadi memegang kepalanya.

"Ini, minumlah dulu." Sooyoung menjulurkan gelas berisi air putih yang dia ambil dari atas nakas.

Kemudian Irene menyadarkan kepalanya dengan mata terpejam dan kedua alis yang menyatu. Apakah dia benar benar kesakitan sampai membuatnya terlihat ingin mengeluarkan air matanya saat ini juga? Sooyoung merasa bersalah sekaligus cemas karena ini pertama kalinya dia melihatnya seperti ini.

"Aku tidak bermaksud–"

"Tidak, aku yakin bukan tentang itu. Ini... hanya sebuah kebetulan."

Sooyoung terdiam, ia tau itu hanyalah sebuah sanggahan yang Irene berikan agar dirinya tidak terlihat lemah, padahal Sooyoung menyadari bahwa ingatan buruk pasti tengah menyerangnya sehingga membuatnya seperti ini.

Gadis itu mengulurkan tangannya untuk menggenggam erat kedua tangan Irene, lalu sedikit mengusapnya menggunakan ibu jari. Berharap dengan begitu ia dapat membuatnya merasa lebih baik.

Kemudian ia menatap wajah sang kakak dengan tatapan sendu dan menyadari rasanya sudah lama mereka tidak seperti ini, bahkan semenjak bertahun tahun lamanya mereka tidak pernah saling menguatkan satu sama lain lagi. Ketika dalam keadaan terpuruk pun, mereka akan merasa baik baik saja karena berfikir bahwa mereka masih memiliki orang lain selain keluarganya sendiri.

Orang orang yang mereka percayai sepenuhnya bahkan bukan seseorang yang terikat oleh hubungan darah atau berasal dari keluarga mereka. Mungkin mereka juga dapat dikatakan lebih asing untuk satu sama lain dari pada untuk orang asing yang sebenarnya.

Namun saat ini, ketika Irene ikut menggenggam tangannya, ia dapat merasakan kehangatan itu lagi. Ada ketenangan yang disalurkan oleh Irene entah secara sengaja maupun tidak, tetapi yang jelas itu berhasil membuat cairan bening berkumpul di pelupuk mata Sooyoung dan siap jatuh kapan saja hanya dengan satu kali kedipan.

Sooyoung menundukkan kepalanya dalam-dalam ketika gadis itu tidak dapat menahan air matanya lagi. Ia tidak mengerti apa yang terjadi padanya, tapi ini sangat menyesakkan. Meski selama ini dia selalu terlihat tidak peduli pada mereka, namun sekarang dia berharap mereka semua bisa kembali dekat seperti ini agar bisa merasakan kehangatan yang dulu mereka dapatkan.

Tapi sepertinya angan angan nya tidak akan terealisasi kan dalam waktu dekat, tentu saja karena keributan yang terjadi beberapa saat lalu yang membuat hubungan diantara beberapa gadis itu menjadi lebih buruk.

Meski begitu, tetap saja dirinya yakin bahwa dibalik ego masing masing, mereka juga pasti merindukan kehangatan ini. Tidak peduli seberapa banyak gadis gadis itu menentang dan bertindak seolah mereka baik baik saja, dia percaya bahwa semua itu hanyalah cara mereka untuk menutupi luka masing masing.

Sooyoung menghela nafasnya dengan sedikit tercekat sebelum memberanikan diri untuk membuka mata tanpa memperdulikan air matanya yang menetes tepat pada tangan Irene yang berada di genggamannya.

"Aku berharap waktu bisa berhenti meski hanya sesaat."

F –

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top