Kiamat Kecilku

Park Jonggun (Gun Park / Yuzuru Yamazaki / Park Jong-Geon) x Ariana Ochikage.

LOOKISM (WEBTOON) fanfiction written by KIA.

LOOKISM character(s) and original plot belongs to Park Taejoon.

***

Park Jonggun sadari bahwa sejarah keluarganya adalah setumpuk bab pengantar mengerikan menuju kerak neraka. Darah tubuhnya pekat oleh dosa tak terbantahkan yang mustahil dibersihkan. Berkat untuk keluarganya adalah musibah bagi yang lain; di atas kehancuran suatu kaum, Gun berdiri angkuh membawa maut. Sebagai teror yang lantas menamainya Iblis Putih.

Kesalahan demi kesalahan berbalut ambisi kotor merupakan warisan turun-temurun dari leluhur dalam foto keluarga usang di ruang doa kediamannya. Meski tak lupa caranya memohon pada Tuhan, Gun tidak lagi minta dimaafkan. Setiap kali melihat figur buyutnya, dia merasa diingatkan bahwa kelahirannya telah digaris bawahi sebagai petaka bagi banyak pihak.

"Park Jonggun. Apa yang kau pikirkan?" Wajah terbalik seorang wanita muncul dari belakang, menggantikan pemandangan langit-langit rumah. Tangan kecilnya menekan otot bahu, membuat punggung Gun bersandar pada bantal sofa yang empuk. "Kau melamun sampai tidak menghisap rokokmu sama sekali selama tiga menit. Ada apa?"

"Aku sedang mengingat apa saja yang telah kulakukan seumur hidupku." Gun mengangkat tangan kiri, menyelipkan helai rambut panjang sewarna gulali yang Ariana bilang akan dipotongnya pekan ini kalau nilai sejarah Koreanya tidak lulus lagi.

Suara seperti tawa tertahan terdengar dari bibir Ariana sebelum dia berkata, "Kutebak itu bukan sesuatu yang bagus." Wanita itu tak perlu temukan jawaban dari kalimatnya, dia lihat Park Jonggun berhenti bersandar pada sofa untuk menekan rokoknya ke asbak sembari menggeleng.

"Tidak."

"Apa kau tidak muak?" Ariana bertanya, memposisikan diri untuk duduk di atas lengan sofa. Kakinya terlipat rapi selagi sang Iblis Putih menopang bobot tubuhnya pada lengan di atas lutut yang terbuka lebar. "Saat mengingat-ingat kembali semua yang telah kau lakukan, lantas mengetahui bahwa itu buruk dan salah. Apa yang kau pikirkan?"

"Apa yang kurasakan dan pikirkan lebih rumit daripada yang mampu kukatakan." Gun menjawab pendek, mata hitamnya yang tidak normal mengamati dinding kaca yang menawarkan pemandangan kota Gangnam, beberapa langkah dari tempatnya duduk. "Aku tidak akan bilang bahwa hal-hal itu sesuatu yang kusesali ataupun aku merasa buruk sudah melakukannya. Sebaliknya, beberapa bagian justru membuatku gembira; aku menemukan kepuasan dalam hidupku, aku mendapatkan apa yang kuinginkan dan kusukai."

Meski dalam prosesnya menghilangkan nyawa orang lain.

Meski dalam prosesnya, dia menambah satu luka dan trauma yang tak akan sembuh pada korbannya.

Meski dalam prosesnya, dia rampas semua harapan dan tinggalkan lawannya dalam kubangan lumpur putus asa. Memaksa mereka merangkak naik tanpa apa pun selain telapak yang lecet dan lutut yang bergetar.

Dalam beberapa kesempatan, Gun mungkin telah tak sengaja menjadikan hasrat seseorang untuk membunuhnya sebagai bahan bakar hidup mereka. Sebab Park Jonggun telah rebut paksa segala yang orang itu punya, sisakan benci yang jadi satu-satunya alasan mengapa ada yang begitu gigih demi melihatnya tergeletak kaku tanpa napas.

Pria tersebut menatap kepalan tangan kirinya. Sejak pertamakali berhasil mengayunkan tinju dan melayangkan tendangan, Gun tahu bahwa dia ditakdirkan untuk hal-hal besar mematikan.

Seorang jenius berdarah emas yang kehadirannya dinanti para generasi.

"Kekuatan ini membawaku tinggi, semua yang kumiliki sekarang adalah hasil kerja keras dan sebab takdir berkehendak bahwa aku mendapatkannya dengan cara begini," ucap Gun tanpa memandang ke arah lain, kepalannya melunak dan terbuka perlahan.

"Aku tidak dilahirkan untuk hal-hal putih, Ariana. Pilihan yang pernah kumiliki hanya bisa diselesaikan dengan menghabisi orang lain, aku menyapu semua yang berpotensi menjadi penghalang atau berani menentang sebelum mereka merusak jalan yang sudah ditakdirkan untukku. Demi melindungi satu dan lain hal, seseorang bisa pergi sejauh menjadi iblis bengis yang ditakuti siapa saja."

Ariana merapatkan bibir, dia bukan orang suci ataupun individu yang pantas untuk menasehati. Hidupnya pun abu-abu dan seperti Gun yang rela membakar seisi kota demi ciptakan kehangatan, Ariana bisa lakukan hal yang sama tanpa perlu mengangkat koreknya sama sekali. Dia bisa tertidur di balik selimutnya — mengabaikan pesan bahwa satu orang lagi telah digugurkan atas perintahnya.

"Mereka bilang dunia adalah ladang kebahagiaan bagi para penjahat berkekuatan. Di waktu yang sama, itu bisa jadi neraka yang tak pernah kau duga-duga." Akhirnya Ariana berbicara, kali ini sambil berdiri dan menjauhi lengan sofa. Wanita berambut sepinggang itu melangkah ringan menuju tempat di sebelah kanan kekasihnya dan duduk.

"Aku membicarakan karma. Kita mungkin tanpa sadar telah menikam diri sendiri tanpa menyadari sakitnya — hingga nanti ujung belatinya ternyata sudah menancap terlalu dalam dan tidak mungkin untuk ditarik. Neraka akan datang untuk orang-orang seperti kita dan aku tidak sedang mereferensikan dunia sehabis kematian."

"Aku tahu," Gun mengangguk, "dan akan kulihat apakah hal itu bisa menjatuhkanku ke atas lutut atau tidak. Kau tidak berpikir bahwa aku akan diam saja, bukan?"

"Aku tidak tahu apa yang kuharapkan darimu." Ariana mengangkat bahu, bibirnya meluncurkan jawaban lebih cepat dari yang otaknya kira. Wanita bermata biru itu menilik paras kekasihnya. Sepasang mata hitam tipis setajam bilah pedang, hidung mancung berhias bekas luka horizontal di bagian pangkalnya.

"Aku hanya berdoa jika karma berhasil meremukkanmu," Ariana melihat satu alis Gun berkedut tidak terima dan pria itu melirik tajam, "kau tidak terlalu kepayahan menyusun ulang apa yang telah hancur."

"Apa yang berusaha kau katakan?"

"Kau bergantung pada kekuatanmu secara berlebihan, maksudku ... Tentu, kau sangat luar biasa dan segalanya. Namun, jika saja hal itu dirampas olehmu. Bagaimana kau akan ... bertahan?"

"Aku akan bertahan seperti yang sudah-sudah, ini tidak seperti pertamakalinya kukira aku akan meregang nyawa lantas masih bisa berdiri mengisap tembakau." Gun membalas, nadanya teredam oleh sedikit rasa sinis. Dia menjeda sejenak guna meredakan amarah. "Aku dan kekuatanku sama seperti kau dengan kecerdasan dan uang dalam rekeningmu."

"Mungkin tembakau itulah yang akan merenggut kekuatanmu."

Gun menggeleng, menolak membicarakannya. "Jika benar Tuhan tengah menyiapkan panggung neraka untuk orang sepertiku, maka kuharap Dia melakukannya dengan megah. Jika aku jatuh, aku akan menunjukkan cara terbaik yang bisa dilakukan seorang manusia lantas bangkit berkilau daripada siapa pun." Park Jonggun menyentil ringan dahi Ariana, membuat wanitanya meringis. Pria itu mendekatkan wajah mereka seolah obrolan perkara kematian tak pernah diungkit malam ini.

"Kalau Tuhan menyiapkan bencana untukku, maka kau pasti bagian dari rencana-Nya. Kau akan selalu jadi hal yang bisa merusakku, Ariana. Kau adalah kiamat yang akan aku tunggu. Aku akan memelukmu bersamaku, mencium dan menggenggammu dekat meski itu menghancurkanku. Meski kau mengikis logika dan melemahkanku dengan cara dan dari titik yang tidak pernah kuketahui, kau akan selalu jadi kiamat kecil dan karma milikku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top