43 | Luna
Guysss??? Kalian masih di sini kan??? Yang masih stay, coba kasih aku emoji ❤️
*****
| Play and listen to the multimedia for a better experience |
I've never felt this way before
Everything that I do reminds me of you
And the clothes you left, they lie on the floor
And they smell just like you
I love the things that you do
*****
Pagi ini, aku memaksakan diri untuk jogging di sekitar kompleks meskipun enggan. Aku harus menyibukkan diri. Karena jika tidak, emosi-emosi negatif itu akan kembali merundungku.
Lelah? Jelas. Aku kurang tidur, kurang makan, tetapi badanku dipaksa bergerak. Berharap hormon endorfin, si pain killer, akan mengusir rasa sakitku. Memang perasaanku akan membaik setelah olahraga, tetapi aku benci prosesnya. Kardio tidak hanya melelahkan, tetapi juga ... rawan disusupi memori dari masa lalu.
Spotify di headset bluetooth-ku memutar lagu populer dari tahun 2000-an. Tiba-tiba saja di depanku hadir bayangan dari figur yang amat familier. Itu aku yang sedang jogging sambil megap-megap. Di sampingku hadir seorang cowok jangkung dengan kacamata bingkai tipisnya. Poni curtain-nya setengah basah karena keringat.
"Udah ini kita sarapan apa?" tanya cowok itu sambil jogging santai.
Aku mendengkus. "Olahraganya aja belum beres udah mikirin sarapan aja."
Ia terkikik. "Justru biar jogging-nya makin semangat, Lun."
Aku bergumam dan berpikir sebentar. "Serabi kayaknya enak, apalagi kalau hangat-hangat."
"Aku tau tempat serabi yang enak." Cowok itu menoleh pada bayanganku dan tersenyum manis. "Tiga putaran lagi kita istirahat, terus langsung ke sana ya!"
Aku berhenti berlari untuk mengambil napas. Dua bayangan di depanku lenyap bagai lilin yang dipadamkan. Apa yang terjadi beberapa bulan lalu kembali berputar di hadapanku. Selalu seperti ini jika sendirian, seolah-olah dua bayangan tadi sengaja melakukan pementasan kabaret di depan mataku, mengejekku, dan membuatku kian menderita.
Aku benci Kak Elio. Aku benci pada diriku sendiri karena lengah membiarkannya memasuki hatiku. Aku semakin ingin marah karena apa pun yang kulakukan, di manapun aku berada, bayangan cowok sialan itu selalu muncul di kepalaku.
Setelah hampir empat puluh lima menit olahraga, aku kembali ke rumah. Kurebahkan tubuh di atas ranjang yang empuk sambil berusaha mengatur napas. Tubuhku amat lelah, badanku dibanjiri keringat, tetapi perasaanku lumayan membaik.
Karena tenggorokanku terasa kering, aku bangun dan mengambil botol air mineral yang kuletakkan di atas meja kerja, lalu meneguknya secara brutal seperti musafir yang kehausan di tengah padang pasir. Headset bluetooth-ku masih melekat di telinga. Lagu yang kutemukan tadi kuputar dalam mode repeat karena aku lumayan menyukainya.
🎵 I always needed time on my own
I never thought I'd need you there when I cry🎵
Namun, mengapa liriknya menyedihkan begini, ya?
Akibat minum terlalu cepat, air meluap dari mulutku dan menetes ke jaket hitam yang kuletakkan dengan asal di kursi kerja. Itu jaket Kak Elio yang kubawa pulang setelah kami selesai menonton bioskop, ketika segalanya masih baik-baik saja.
Kutatap pakaian hangat itu tanpa berkedip, lalu tanganku bergerak sendiri untuk mengambilnya. Aroma citrus dan green tea yang segar merebak di udara, meskipun tidak sekuat pertama kali aku membawanya ke rumah. Entah mengapa aku melakukannya. Sebagian kecil dari diriku seperti sedang mencari sesuatu yang familier. Sesuatu yang sudah menjadi bagian dari diriku, keseharianku. Sesuatu yang selalu berhasil menenangkan isi kepalaku yang berisik.
Aku menatap kosong dinding di hadapanku dan dua bayangan itu muncul lagi. Memori malam itu kembali berputar, ketika cowok itu mengantarku pulang hingga ke depan rumah.
Aku melepas jaket yang kukenakan. "Kak, ini jaketnya. Makasih banget, ya."
"Bawa aja. Aku masih banyak jaket di rumah."
"Loh? Kok gitu?"
Dengan ekspresi usilnya, cowok itu menyeringai. "Buat kamu peluk kalau lagi kangen sama aku."
Bayangan wajahku langsung terlihat memerah. Spontan kupukul lengan cowok itu. "Dih, pede banget! Ngapain juga aku kangen sama Kakak?"
Ketika berkedip, bayangan itu lenyap dari pandangan. Air mata menetes di pipiku dan mendadak dadaku terasa sesak. Padahal tadi napasku pascaolahraga sudah stabil. Aku merasa tubuhku seperti dicabik-cabik hingga hancur dan seseorang mencuri satu serpihan kecil, bagian terpenting dalam diriku yang membuatku utuh.
Kupeluk pakaian hangat itu erat-erat. Kuhirup dalam-dalam aroma parfum yang telah mematikan logikaku, tetapi selalu berhasil membuatku tenang sejak berbulan-bulan lalu. Lututku terlalu lemah untuk menopang tubuh. Sambil terisak, aku merosot ke lantai, berjongkok sambil mengubur wajah di jaket Kak Elio.
Tangisku tak tertahan lagi. Bahuku naik-turun akibat emosiku yang bergejolak. Aku benci Kak Elio, tetapi aku lebih membenci diri sendiri karena tidak mampu mengenyahkan sosoknya dalam pikiranku. Rasa benciku tidak mampu mengalahkan rasa cintaku padanya. Sekali pun aku bisa memutar waktu dan mencegah diriku di masa lalu untuk mengenalnya, aku tidak mau melakukannya.
Because he's the best thing that ever happened to me.
Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan merindukan seseorang sebesar ini. Rasanya seperti tersesat di tengah labirin pada malam hari, tanpa kompas, tanpa penerangan. Ketika melihat ke depan, aku berharap ada setitik cahaya yang akan menuntunku keluar. Namun, pertolongan tidak pernah datang. Hanya kegelapan pekat sejauh mata memandang. Aku mematung di sana, sendirian. Tubuhku perlahan-lahan mengecil di antara kegelapan dan akhirnya menghilang ditelan lubang tak kasat mata.
Ponselku hening. Tentu saja, karena nomor Kak Elio ku-block, chat semua orang kuabaikan, dan semua media sosialku sudah dinonaktifkan. Untuk pertama kali aku benci sendirian. Dan untuk pertama kalinya, aku ingin cowok itu hadir di sini, memeluk tubuhku yang rapuh dan membisikkan kata-kata menenangkan di telingaku.
🎵 When you're gone
The words I need to hear
To always get me through the day
And make it okay
I miss you 🎵
*****
Sekarang jam tiga pagi dan aku kesulitan tertidur. Tubuhku amat lelah, tetapi beberapa hari ini untuk terlelap pun sulit. Kemarin saja aku terjaga sampai matahari terbit. Kupejamkan mata, kutarik selimut hingga leher dan berbalik berkali-kali untuk mencari posisi yang nyaman, tetapi pikiranku terlalu berisik.
Aku mendesah kasar dan membuka mata. Ketika bergerak, kurasakan bantalku agak lembap. Ketika mengusap dahi dan leher, rupanya banyak bulir keringat dingin di sana. Pandanganku mengedar ke seluruh penjuru kamar yang gelap. Indra pendengaranku berusaha menangkap sekecil apa pun suara, tetapi nihil. Terlalu hening. Namun, ketenangan ini justru membawa teror untukku, seperti ada sepasang mata menatapku dari balik kegelapan, juga deretan gigi-gigi tajamnya yang membuat bulu kudukku berdiri.
Makhluk terkutuk itu menyeringai, menertawakan keadaanku yang menyedihkan ini.
Kamu sendirian.
Kamu enggak punya siapa-siapa lagi.
Ngapain masih bertahan? Enggak capek?
Yang kamu butuhin cuma satu sayatan di nadi atau satu tegukan obat nyamuk,
Dan akhirnya kamu bisa istirahat, Luna.
Aku menggeleng. Perasaan gelap itu kembali menggerogotiku, menelanku hingga tidak ada sedikit pun bagian diriku yang tersisa. Tanganku pun tremor dan jantungku berdetak amat hebat. Refleks aku duduk tegak sambil menutup telinga.
"Pergi! Sialan! Biarin aku sendiri!" Aku meraung-raung di atas ranjang, tetapi iblis di pojok sana tidak mau meninggalkanku sendirian.
Tidak lama kemudian, Bunda mendobrak pintu dan menerobos masuk ke kamarku. Wanita itu langsung mendekapku erat. "Astaghfirullah .... Istighfar, Luna. Kamu kenapa?" Panik, wanita itu mengelus-elus punggungku.
"Aku ... enggak kuat lagi ... aku takut ...," kataku sambil terisak. Tanganku yang tremor balas memeluk tubuh Bunda. Jantungku berdebar hebat dan ketakutan yang amat besar lagi-lagi menderaku. Iblis itu berhasil merenggut jiwaku, membuatku tidak lagi mengenal diri sendiri.
Wanita itu mengangguk cepat, masih mengelus punggungku. "Iya, iya. Kamu tenang ya, Bunda ada di sini." Ucapannya halus. Suaranya begitu menenangkan. Namun, semua itu belum cukup.
"Aku mau berobat lagi. Aku mau ketemu Dokter Martha ...."
Tolong.
Kumohon tolong aku.
Dukung Serene Night dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
11 Januari 2025
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top