31 | Luna
| Play and listen to the multimedia for a better experience |
I think that you are the one for me
'Cause it gets so hard to breathe
When you're looking at me
I've never felt so alive and free
When you're looking at me
I've never felt so happy
*****
Kebetulan aku sedang tidak membaca apa pun akhir-akhir ini, jadi aku memutuskan untuk membaca novel yang diberikan Kak Elio. Bukunya tipis, hanya dua ratus halaman, dan aku yakin bisa selesai membacanya dalam waktu kurang dari seminggu.
Desain sampulnya cantik. Menampilkan sebuah meja bundar di dalam ruangan, di atasnya terdapat secangkir kopi dan peralatan melukis. Di dindingnya terdapat jendela lebar dengan pemandangan langit malam gradasi ungu ke hitam. Terdapat pula bulan purnama berwarna kuning pucat dan bintang-bintang kecil di sekelilingnya.
Setelah kubaca blurb-nya, sebenarnya ceritanya biasa saja. Alurnya juga ringan. 'Seorang barista laki-laki yang selalu bekerja sif malam bertemu dengan seorang mahasiswi seni yang penuh passion. Hidup membosankan barista itu lenyap setelah mengenal lebih jauh sang mahasiswi. Namun, ada rahasia gelap gadis itu yang berhubungan dengan masa lalu si barista. Fakta itu menguji perasaan sang barista, apakah ia benar-benar jatuh cinta pada sang mahasiswi ataukah karena ia hanya ingin mengisi kekosongan di hatinya?'
Namun, setelah kubaca satu bab, aku langsung klop dengan tulisan sang penulis. Eksekusinya bagus, diksinya mengalir, banyak kosakata bahasa Inggris indah yang baru kuketahui. Walaupun repot harus bolak-balik buka kamus, aku tidak mempermasalahkannya.
Tidak terasa aku sudah membaca lebih dari lima bab. Aku langsung jatuh cinta pada si barista dan bersimpati pada si mahasiswi. Kisah hidup keduanya indah, tetapi juga rumit, ditambah dengan gaya bahasa yang membuatku makin terhanyut ke dalam cerita.
Aku menemukan beberapa kutipan yang dibubuhkan stabilo ungu oleh Kak Elio.
She was the moon, pulling him into her orbit, a celestial dance of longing and uncertainty.
In her presence, he found solace, as if the stars aligned to guide him to her, illuminating his world with the brilliance of her passion.
In her eyes, he finds the reflection of the moon, a serene beauty that calms the chaos within him.
She brings warmth to his cold nights, her presence as comforting as the moon's soft glow.
He has fallen for her, just as the night falls for the moon.
Indah sekali. Aku langsung memotretnya dan mengunggahnya di story Instagram. Beberapa pengikutku membalas story-ku, bertanya apa judul novel dengan kutipan indah ini. Tentu saja kujawab, aku tidak mau gatekeeping buku sebagus ini dari orang-orang.
Tiga hari kemudian, aku sudah membaca sekitar delapan puluh lima persen cerita. Konflik kedua tokoh utama pun sudah terlewati dan tiba saatnya tensi cerita untuk kembali naik. Sang barista menyatakan cinta pada si mahasiswi. Ucapannya membuatku tersipu dan ingin berguling-guling di ranjang.
"In a world without the moon, you'd still be my guiding light. I never knew how dull my life was until you walked into it."
"You've turned my ordinary life into an extraordinary adventure. I love you more than all the stars in the sky, even if there was no moon to light our way."
Kata-kata itu pun Kak Elio beri stabilo. Aku memang sudah punya visual sendiri untuk si barista. Cowok Latin, rambut hitam gondrong yang diikat menjadi model man bun, lesung pipi di kedua sisi. Namun, entah mengapa sekarang si barista berubah menjadi cowok Sunda berkulit terang dengan rambut hitam berponi curtain dan kacamata bingkai tipis. Ah ... aku pasti sudah gila. Aku berhenti membaca sejenak dan menutup wajahku dengan buku, lalu berteriak. Entah Bunda yang sedang berada di ruang keluarga mendengarnya atau tidak.
Butuh waktu satu hari untuk lanjut membaca karena dadaku selalu berdebar-debar ketika membayangkan si barista berubah menjadi Kak Elio. Akhirnya, sampailah aku di bab terakhir. Aku amat puas dengan akhir ceritanya. Kedua tokoh utama bersatu dan berhasil menyelesaikan trauma masing-masing.
Di halaman terakhir, aku menemukan sticky notes yang menempel. Kulepaskan kertas kecil itu dari novel dan kubaca tulisan tangan yang tertera di sana.
Hi, Ms. Moon, will you be mine?
- E
Nona Bulan? Tunggu. Kubalik-balikkan halaman novel dan fokus pada kalimat yang distabilo. Moon. Moon. Moon. Selalu ada kata bulan atau menjelaskan tentang bulan di sana. Ah, mengapa aku tidak sadar sebelumnya? Kata-kata yang distabilo bukan kutipan indah yang Kak Elio berikan untuk mengisi Instagram-ku, tetapi ....
Aku speechless. Spontan kututup mulutku yang menganga dengan telapak tangan. Jantungku berdebar hebat. Seluruh darah di tubuhku rasanya pindah ke pipi. Aku memang sering denial, tetapi aku tidak bodoh. Aku jelas menangkap semua kode yang diberikan Kak Elio lewat novel ini. Seketika bibirku melengkung membentuk senyuman lebar. Ada urgensi ingin melompat-lompat di atas ranjang untuk melepaskan euforiaku, tetapi tentu saja tidak kulakukan. Bunda bisa mengomel nantinya.
Namun, beberapa menit kemudian, senyumku hilang, seperti tertarik gravitasi.
Memangnya boleh orang dengan gangguan mental sepertimu dicintai oleh orang lain?
Memangnya Kak Elio bakalan bikin kamu bahagia terus? Enggak akan ngecewain nantinya?
Suara-suara sumbang itu lagi. Mengapa ia tidak pernah membiarkanku sendirian?
Rasa bahagia yang tadi meluap-luap di seluruh tubuhku berganti menjadi kehampaan. Dadaku terasa sesak dan perasaan negatif yang tidak bisa kujelaskan pun merundungku bagaikan awan mendung.
Mengapa? tanyaku pada suara sumbang itu. Mengapa kamu tidak pernah membiarkanku tenang dan bahagia barang sedetik saja?
Dukung Serene Night dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
19 Oktober 2024
*****
Sulit ya jadi cewek yang punya complicated mind kayak Luna🥹
Anyway, dari 1 sampai 10, coba kalian rate seberapa romantis cara Elio nembak Luna!😍
Jujur sebagai bookworm, aku pengin sih ditembak kayak gini😭 Sambil menyelam minum air gitu, baca buku bonusnya bisa dapet pacar juga
Yang vote dan comment chapter ini aku sumpahin kalian dapet cowok seromantis Elio juga🫵
See you in the next chapter~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top