3 | Elio
Sehabis makan siang aku mulai mengantuk. Sepertinya aku harus menggerakkan tubuh sedikit supaya enggak balik mager-mageran di kasur. Kuambil sapu dan laptop, lalu berjalan menuju ruangan di samping garasi rumahku. Kubuka pintu dan kunyalakan lampunya.
Ruangan bercat putih bersih ini biasa dihuni oleh Teh Fira waktu kanak-kanak. Ketika kakak keduaku itu memutuskan untuk tinggal di Jerman, kamar ini pun kosong dan ia memperbolehkanku untuk menjadikannya home photo studio. Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan 4 x 5 meter persegi itu. Di salah satu dinding terdapat stand background berwarna putih, hitam, dan beige, diapit oleh dua soft box. Di depan stand background ada tripod dan meja yang biasanya dipakai untuk menaruh produk yang akan difoto, seperti pakaian, skincare, serta makanan. Boks-boks berisi properti foto diletakkan di bawah meja. Agak jauh dari sana, di sisi lain dinding, ada meja kerja yang biasa kugunakan untuk mengedit foto yang akan diberikan pada klien. Kuletakkan laptop di sana dan mulai menyapu seisi ruangan.
Sebenarnya, di rumah ini enggak ada yang peduli sama ruangan ini selain aku. Makanya, setiap tiga hari sekali aku datang untuk membersihkannya. Sudah sekitar dua minggu enggak ada orang yang menyewa jasa freelance fotografi maupun home photo studio-ku. Uang di rekeningku sebenarnya masih cukup untuk hidup karena masih tinggal di rumah orang tua, jadi enggak perlu mikirin uang makan atau tagihan rumah tangga. Namun tetap saja, aku ini anak cowok. Aku harus stabil secara finansial dan enggak bisa bergantung terus pada mereka, 'kan?
Selesai menyapu, aku duduk di meja dan membuka laptop. Ada beberapa hasil foto yang belum kuperbarui ke dalam portfolio online-ku. Aku sebenarnya lumayan rajin memperbarui portfolio dan mengurus media sosial profesional. Bahasa kerennya, sih, personal branding. Sayangnya, klien yang datang enggak selalu ada. Padahal, aku pernah ikut bootcamp digital marketing, semua ilmunya pun sudah kuterapkan. Mungkin karena aku mengerjakan semuanya sendiri jadinya kurang maksimal.
Atau ... faktor lagi enggak hoki aja.
Setelah satu jam asyik mengulik laptop, terdengar suara mesin mobil yang berhenti di depan rumahku. Aku hapal bunyinya, itu mobil matic milik Teh Nadya. Enggak lama setelahnya, terdengar Keanu dan Keenan yang meneriaki ibuku, dilengkapi derap langkah kaki yang lumayan berisik. Ah, dua tuyul itu. Bisa enggak, sih, datang ke rumah enggak pakai teriak-teriak?
Aku keluar dari home photo studio, menghampiri mereka di ruang tamu.
"Neneeek! Keanu punya buku cerita bergambar baru!" ujar sang kakak gembira sambil memeluk paha ibuku.
"Keenan juga punya! Nanti Nenek bacain, ya!" timpal sang adik.
"Bu, nitip Si Kembar dulu, ya. Nadya mau ke tempat vendor baru sama Tika. Katanya, di sana kualitasnya bagus buat bikin kerudung voal laser cut. Enggak sampai malam, kok. Kalau bisa jangan dikasih Youtube, ya. Screen time mereka hari ini udah banyak. Ajakin baca buku aja," pesan Kak Nadya untuk ibuku.
Ibuku tersenyum dan mengangguk. "Sampai malam juga enggak apa-apa. Nanti Ibu bacain buku cerita." Ah, Ibu sih senang-senang saja main sama cucunya.
Teh Nadya mengangguk. Aku pun menggodanya. "Produk baru? Asyiiik, ada yang bisa difoto."
Kakakku itu balik menggodaku sambil menyeringai. "Emang siapa yang bilang aku mau pakai jasa fotomu?"
Keningku pun mengerut. "Dih. Tante-Tante Pelit!"
Teh Nadya melotot dan mengepalkan tangan, berpura-pura mau memukulku. Aku pun tertawa. Jangan tanya kenapa Teh Nadya super galak. Wajar, dia anak cewek pertama. Sebelas dua belas, lah, sama Kak Ros.
Kakakku itu kemudian merunduk supaya tingginya sejajar dengan anak-anaknya, lalu mengelus kepala mereka bergantian. "Jangan nyusahin Nenek sama Om Elio, ya. Nanti pulangnya Bunda bikinin nugget dinosaurus sama sosis gurita."
"Iya, Bunda!" seru mereka berdua kompak. Keenan menoleh padaku, lalu berteriak, "Lariii! Ada Om Elio jelek!" Bocah satu itu pun berlari menuju ruang keluarga, diikuti oleh kakaknya.
"Ganteng gini dibilang jelek! Awas kamu, Tuyul!" protesku.
"Keenan! Baru dibilangin!" teriak Teh Nadya. Ia memijit pelipisnya, pusing menghadapi Si Kembar.
Setelah Teh Nadya pamit pergi, aku dan Ibu bergantian menjaga Si Kembar. For your information, Teh Nadya punya bisnis hijab bersama temannya yang bernama Teh Tika. Baru mulai empat tahun lalu, sih. Meskipun A Rafi bekerja di salah satu BUMN dan gajinya melebihi cukup, jiwa entrepreneur Teh Nadya tetap berapi-api. Untung saja sang suami merestui istrinya berbisnis, dan yang terpenting turut memberikan suntikan modal.
Enggak lama kemudian, Bapak yang dari tadi nongkrong di rumah tetangga pun datang. Bapakku memang sudah pensiun, jadi ia punya banyak waktu luang buat ngobrol sama bapak-bapak se-RT. Si Kembar menyambut kedatangannya dengan antusias, tetapi Bapak langsung mundur ketika mereka berdua berlari dan mau memeluknya.
"Tadi Kakek abis ngerokok. Bentar ya, ganti baju dulu," ujarnya.
Satu jam kemudian, ruang tamuku pun chaos. Bukan kapal pecah lagi, tetapi beneran kayak habis terkena angin puting beliung. Mainan dan buku-buku berserakan di karpet. Keenan ribut memaksa ibuku membacakan buku cerita bergambarnya, sedangkan Keanu mengajak bapakku—yang sudah ganti baju—untuk bermain Godzilla. Artinya, bapakku yang jadi Godzilla, dan Keanu Ultraman-nya. Bapak yang cuma mengenakan kaos oblong dan sarung pun terengah-engah mengejar Keanu, lalu dibalas pukulan bertubi-tubi dari anak itu.
Tunggu, sejak kapan Godzilla dan Ultraman kejar-kejaran? Harusnya mereka berantem, 'kan?
"Mati, kau, Godzilla!" teriak bocah itu.
Bapak pura-pura mati, lalu berbaring di karpet. Keanu tertawa, lalu melompat dan mendarat di tubuh Bapak. Bapak sempat kesakitan, tetapi akhirnya ikut tertawa bersama cucunya.
"Keanu, itu Kakek udah capek, loh, ngejar-ngejar kamu! Jangan dinaikin badan Kakeknya, nanti kalau patah tulang gimana?" seruku.
Keanu enggak menggubris perkataanku. Ia menarik Bapak yang terbatuk-batuk untuk bangun. Aku pun langsung menghampiri Keanu dan menarik tangannya. "Udah, main Godzilla-nya sama Om aja, yuk." Lalu anak tuyul itu pun beralih menyiksaku. Enggak apa-apa, daripada bapakku yang kecapekan.
Melihat Ibu dan Bapak yang antusias mengajak Si Kembar bermain, entah mengapa hatiku nyeri. Aku sadar kalau kedua orang tuaku sudah menua. Mereka enggak sebugar dulu. Lalu ... bagaimana denganku?
Aku duduk di karpet, melamun, sementara Keanu dan Keenan memeluk leherku dan berusaha memanjat tubuhku, tetapi aku membiarkan mereka. Bagaimana kalau Ibu dan Bapak pergi sebelum aku bisa membuat mereka bangga? Bagaimana kalau Ibu dan Bapak pergi, sedangkan aku masih belum bisa mandiri dan stabil secara finansial? Bagaimana kalau Ibu dan Bapak pergi, tetapi belum sempat bermain bersama anakku di masa depan? Aku yakin mereka senang banget kalau Keanu dan Keenan punya sepupu, berhubung Teh Fira dan Mas Marshal memilih untuk enggak punya anak alias childfree.
Aku sedang berkejar-kejaran dengan waktu.
Mendadak, kepalaku terasa penuh dan aku kehilangan mood bermain bersama Si Kembar. Aku berdiri, lalu berjalan menuju kamarku di lantai dua tanpa berkata apa-apa, membiarkan Keanu dan Keenan yang kebingungan.
*****
Setelah kunjungan Si Kembar ke rumah, hari-hariku biasa saja sebenarnya. Setiap kali mengecek inbox, selalu kosong. Enggak ada orang yang tertarik menyewa jasaku. Namun, di Sabtu malam, waktu aku sedang asyik menonton film action di laptop, direct message masuk ke Instagram bisnisku. Aku masih serius nonton, jadi kuabaikan dulu pesan itu. Lagi pula, sekarang bukan jam kerja. Setelah selesai nonton dan bersiap untuk tidur, aku nyaris lupa ada pesan yang harus kubalas. Kurebahkan tubuh ke kasur dan kucek isi pesan tersebut.
Mahardika
Selamat malam, Mas Elio
Saya Dika, mahasiswa angkatan 2019
Kita dulu satu kampus, tapi saya DI
Masnya DKV, 'kan?
Aku mengernyit, berusaha memutar kembali memori semasa kuliah. Sudah lima tahun sejak aku lulus dan aku enggak kenal sama yang namanya Mahardika, bahkan setelah ku-stalk Instagram-nya. Mungkin karena kami beda jurusan dan aku jarang nimbrung kalau himpunan Desain Komunikasi Visual mengadakan rapat gabungan dengan himpunan Desain Interior. Yang lebih anehnya lagi, kenapa orang ini nge-chat ke akun bisnis, bukannya akun pribadi?
Elio Sandyakala
Malam, Mas Dika
Iya betul, aku DKV angkatan 2019
Ada perlu apa ya, Mas?
Enggak ada balasan lagi dari orang yang bernama Dika itu. Ketika kutinggal tidur, ada pesan baru di pagi harinya.
Mahardika
Gini, Mas
Saya tahu jasa fotografi Mas Elio dari kenalan saya di DKV
Saya juga udah liat portfolio punya Mas Elio dan saya tertarik
Apakah Mas Elio mau jadi fotografer di pernikahan saya?
Saya minta rate card-nya, ya
Atau kita bisa bahas ini bareng calon istri saya
Nanti kita ketemuan aja
Masnya masih di Bandung, 'kan?
Dukung Serene Night dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
18 Mei 2024
*****
Bocah nyebelin kayak Dika bisa nikah???😫
Kalau ada Dika di sini, udah bisa nebak belum kemarin Mika pesan pastry buat event apa?
Pantengin bab selanjutnya soalnya kalian bisa ketemu Mika dan Dika lagi! Dan yang terpenting ... ketemu hari di mana ada perubahan besar di hidup Luna dan Elio🥳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top