20 | Luna
Aku membuka mata di pagi hari. Sudah beberapa hari ini tidurku lumayan nyenyak dan badanku terasa segar. Kak Elio bilang, bisa jadi ini efek dari rutin jogging pagi bersamanya dan workout di sela-sela kesibukan. Aku langsung bangun dan duduk tegak di ranjang, lalu meregangkan kedua tangan.
Hari ini mau ngapain, ya? Kebetulan sedang tidak ada pesanan kue. Atau ... bikin konten aja? Namun sebelum itu, aku harus sarapan dan minum obat terlebih dulu.
Kubuka tirai jendela agar cahaya matahari masuk ke dalam ruangan. Lalu, aku pergi ke dapur dan menemukan Bunda di sana. Beliau sedang membuat capcay dan ayam goreng serundeng. Karena ada rezeki lebih, kemarin Bunda memutuskan untuk membeli daging. Aku membantu Bunda memasak dan kami pun sarapan bersama-sama. Setelahnya, aku kembali ke kamar dan diam-diam meminum obatku yang tinggal sedikit. Sepertinya dalam waktu dekat ini aku harus kembali konseling dengan Dokter Martha.
Ketika berjalan kembali menuju ranjang, kakiku tidak sengaja menendang mangkuk di lantai. Untung saja tidak ada isinya. Aku berdecak dan mengambil benda itu, lalu mengedarkan pandangan ke seisi kamar. Novel-novel yang masih disegel, kertas-kertas, bungkus makanan ringan, beberapa baju, semua berserakan di lantai. Bagaimana bisa aku tahan hidup di kamar yang seperti kandang babi begini?
Dengan setengah hati aku memungut sampah-sampah di lantai dan membuangnya. Begitu pula alat makan yang sudah kotor, aku mencucinya di wastafel dapur. Kugantung baju-baju yang sekiranya masih bersih di hanger dan kumasukkan ke dalam lemari, sedangkan yang kotor kumasukkan ke dalam keranjang sebelah mesin cuci. Kupilah-pilah mana berkas yang penting dan mana yang tidak. Aku memungut satu per satu novel yang berserakan di lantai, kemudian menyusunnya di rak buku.
Aku terdistraksi dengan novel young adult dengan sampul warna biru laut di tanganku. Masih baru dan disegel. Ini buku yang kubeli setahun lalu bersama Clarissa, tetapi aku terserang reading slump amat lama dan belum sempat membacanya. Kubaca blurb-nya di sampul belakang. Menarik, tidak heran jika buku ini masuk ke jajaran national best seller. Tiba-tiba saja aku merasa ingin membacanya.
Langsung saja aku naik ke atas ranjang dan bersandar pada headboard, kubuka segelnya dan mulai tenggelam di dalam dunia fiksi. Serotonin meluap-luap di tubuhku ketika aku membaca kata demi kata. Aku senang sekali minat bacaku kembali, sampai-sampai tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Dulu sebelum depresi menyerang, aku bisa membaca satu novel hanya dalam waktu satu minggu. Sekarang, aku yakin bisa melakukan hal yang sama.
Banyak kutipan menarik di dalam novel tersebut. Aku mengambil ponsel untuk mengabadikannya di Story Instagram. Kalau dipikir-pikir, ini unggahan pertamaku setelah nyaris setahun menghilang dari dunia maya. Rasanya aneh kembali muncul di permukaan, karena setelah tiga jam berlalu, banyak followers-ku yang membalas Story tersebut.
Clarissa Ayudisha
Kamu baru baca novel ini?
Kita belinya udah lama, 'kan?
Ending-nya sedih banget loh😢
Diandra Kemala
Ih kayaknya menarik
Judulnya apa, Lun?
Sabrina Zahira
INI NOVELNYA SERU BANGET!!!
Luna harus baca prekuelnya juga!
Elio Sandyakala
Luna?
Tumben update Instagram
Clarissa adalah sahabatku sejak kuliah, sedangkan Diandra dan Sabrina adalah sesama bookworm yang kukenal dari komunitas buku. Tentu saja kami sudah saling follow. Tapi Kak Elio? Sejak kapan ia mengikuti akunku? Aku jadi merasa berdosa belum mengikuti balik akunnya.
Instagram profesional milik Kak Elio terlihat layaknya fotografer pada umumnya. Semua post-nya berisi foto-foto pemandangan atau objek yang menarik untuk diabadikan. Aku melihat ada foto produk Délice Cake and Pastry juga, dan likes-nya banyak! Followers Kak Elio nyaris menyentuh lima ribu. Rupanya cowok ini cukup sukses melakukan personal branding. Aku jadi merasa bersemangat. Akun Délice Cake and Pastry juga harus seramai milik Kak Elio!
Hari-hariku setelahnya berjalan biasa saja. Ketika ada pesanan, aku sibuk membantu Bunda di dapur. Jika tidak ada, aku memanfaatkan waktu untuk membuat konten dan riset media sosial kompetitor. Sebagai hiburan, aku pun mulai menyicil membaca semua novel yang pernah kubeli. Sampai harinya tiba ketika aku harus pergi ke rumah sakit dan bertemu Dokter Martha lagi.
"Gimana kabar kamu hari ini, Luna?" tanya Dokter Martha dengan senyum ramahnya.
"Baik, Dok. Saya udah mulai bisa tidur nyenyak dan enggak kebangun lagi malamnya," balasku.
"Wah, Puji Tuhan. Bagus, dong?" ujar wanita itu penuh syukur. "Sekarang kegiatannya apa?"
Aku menceritakan kegiatanku membuat kue dan mengurusi media sosial Délice Cake and Pastry. Tidak lupa pula menceritakan rutinitas olahragaku.
"Bagus, bagus. Nyibukin diri itu bisa mengalihkan kita dari kecemasan. Kalau sama teman-temanmu gimana? Udah ketemuan lagi?" tanya Dokter Martha.
Aku menggeleng. "Belum, Dok. Sahabatku satu-satunya lagi merantau ke Karawang. Kalau komunikasi sama teman-teman secara online sih, masih jalan. Waktu itu saya sempat vakum dari media sosial hampir setahun. Pas balik nge-post lagi, mereka ngajak saya ngobrol. Agak overwhelmed sih, di-DM banyak orang sekaligus, tapi saya balas pelan-pelan."
"Kamu enggak usah buru-buru membalas. Pelan-pelan aja. Pasti capek soalnya kamu sempat vakum media sosial lama banget dan harus kembali bersosialisasi."
Aku menggaruk pipiku dengan telunjuk. "Beberapa hari ini ... saya rutin ketemu seseorang, tapi bukan teman."
"Siapa? Gebetan?" celetuk Dokter Martha.
Spontan aku melotot dan berseru, "Bukan, Dok! Ini ... partner bisnis!"
"Oh, partner bisnis yang waktu itu kamu ceritain ke saya, ya?" Dokter Martha manggut-manggut. "Enggak apa-apa, siapa pun juga bisa meskipun bukan teman. Yang terpenting, kamu pelan-pelan bersosialisasi lagi."
Sesi konsultasi kali ini lebih singkat dari biasanya. Dokter Martha bilang kemajuanku cukup pesat karena sekarang sudah bisa membaca novel lagi. Kembali menekuni hobi lama adalah ciri-ciri seseorang yang mulai pulih dari depresi. Beliau menyarankanku untuk terus berlatih bersosialisasi, lebih baik lagi jika tatap muka.
Namun, dosis obat yang harus kukonsumsi belum diturunkan. Ketika aku protes, Dokter Martha menjelaskan bahwa otak perlu waktu lama untuk stabil, apalagi depresi yang kuderita cukup berat. Mau tidak mau aku menurut saja.
Ketika duduk di ruang tunggu instalasi farmasi sambil menunggu obat, direct message masuk ke akun Instagram-ku.
Clarissa Ayudisha
Eh, Lun
Aku udah ngasih tau belum kalau minggu depan anak-anak seangkatan mau reunian?
Soalnya long weekend
Anak-anak yang rantau pada pulang ke Bandung
Aku juga pulang, kok
Kamu ikut, 'kan?
Tanpa berpikir panjang aku mengiyakan ajakan Clarissa. Kalau dipikir-pikir timing-nya pas sekali. Dokter Martha memintaku untuk pelan-pelan bersosialisasi dan rupanya ada reuni kuliah. Ini bisa jadi momen yang pas untuk kembali hidup normal, bertemu orang-orang, tidak menyendiri lagi di dalam kamar.
Awalnya, aku menyangka semua akan baik-baik saja. Lagi pula, apa kemungkinan buruk yang bisa terjadi? Namun, rupanya acara reuni itu adalah kotak pandora yang seharusnya tidak pernah kubuka. Sayangnya, aku telanjur melakukannya, dan ... malapetaka pun terjadi.
Dukung Serene Night dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
16 Agustus 2024
*****
Ga cliffhanger ga Nat Winchester🤣
Di bab ini vibe-nya Luna kerasa berubah ga sih?
Aku seneng sendiri waktu ngetik bab ini. Akhirnya anakku bisa ngerasa happy lagi ... sedikit ... sebelum menderita lagi🤣🫵
Ga, ga gitu. Sumpah, aku bukan tukang siksa, tapi ini semua pengaruhnya besar buat konflik besar di akhir cerita. Beneran deh.
Anyway, kalian ada acara apa buat besok 17-an? Atau di rumah aja baca Wattpad?
Apa pun acaramu, semoga menyenangkan ya! Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top