2 | Luna

Aku membuka mata, melihat samar langit-langit ruangan berwarna putih. Kamarku gelap, lampu selalu kumatikan ketika tidur dan tirai jendela nyaris tidak pernah kubuka.

Ah, ternyata hari ini pun aku masih hidup. Melelahkan.

Kuraba-raba nakas untuk mengambil ponsel. Ketika melihat layar, waktu menunjukkan pukul tujuh lebih sedikit. Kuputar tubuh menghadap tembok, lalu kutarik kembali selimut.

Kapan ya, aku tidur dan tidak bangun lagi di pagi harinya?

Sudah berhari-hari aku tidak bernafsu memakan apa pun, tetapi obat yang harus rutin kuminum mengharuskanku untuk sarapan terlebih dahulu. Terpaksa aku harus bangun. Dengan mengerahkan seluruh energiku, aku bangkit dan duduk di tepi ranjang, lalu mematung di sana hingga beberapa menit. Badanku terasa lemas dan kepalaku berat, padahal sudah tidur lebih dari delapan jam. Aku berdiri, lalu berjalan sambil berjinjit untuk menghindari barang-barang yang berserakan di lantai, seperti mangkok mi, botol minum, novel-novel yang kubeli tapi tidak pernah kubaca, serta berkas pendaftaran CPNS dan BUMN.

Ujung mataku menangkap pantulan bayangan. Aku berhenti berjalan dan menoleh ke arah lemari yang pintunya ditempeli cermin. Di sana, aku melihat seorang cewek dengan rambut panjang kecokelatan dalam balutan pakaian tidur tanpa lengan. Tubuhnya kurus, terlihat dari tulang selangkanya yang tercetak jelas di balik permukaan kulit. Matanya cekung. Bibir tipisnya membentuk garis lurus yang ujungnya tertekuk sedikit ke bawah. Tidak ada binar kehidupan di iris cokelat tuanya, seolah-olah seluruh kebahagiaannya telah diisap oleh Dementor.

Menyedihkan.

Kupalingkan diri dari cewek di dalam cermin dan melangkah menuju pintu kamar. Setelah keluar ruangan, aku berjalan menuju dapur. Di atas meja makan terdapat tempe goreng dan nasi sisa semalam. Tidak ada pilihan lain selain memakan apa yang ada. Namun, baru sekitar lima suap perutku sudah terasa mual, tetapi tidak ingin muntah. Aku memutuskan untuk berhenti makan dan meminum obatku. Rasanya melelahkan harus mengonsumsi obat setiap hari, tetapi aku harus melakukannya.

Sekembalinya ke kamar aku membuka laptop bututku, mengecek berbagai job portal yang setiap hari kukunjungi tanpa absen. Kugulir mouse ke bawah untuk melihat sudah sejauh mana proses rekrutmen. Hampir sebagian besar lamaranku berstatus 'dalam review' atau 'tidak sesuai', tidak pernah 'wawancara' atau 'tahap offering'. Di website lain? Tentu saja hasilnya sama.

Aku tidak mengerti. Sudah nyaris setahun aku melakukan hal yang sama, melempar lamaran ke ribuan perusahaan di negara ini, tetapi tidak ada satu pun HR yang tertarik padaku. Aku tergolong rajin memperbarui CV dan portfolioku, tetapi hasilnya sama saja. Sudah banyak video Youtube dan TikTok yang kutonton. Tips segera diterima kerja, tips membuat CV agar dilirik HR, dan tips-tips lainnya, semua kuhapal di luar kepala. Sayangnya, aku tidak memiliki orang dalam, sehingga harus berusaha sendiri.

Kugunakan tanganku sebagai bantalan dan kurebahkan kepalaku di atas meja belajar. Sudah setahun aku lulus dari salah satu universitas negeri di Bandung, tetapi hidupku masih begini-begini saja. Kukira dengan kuliah di universitas ternama akan mudah diterima kerja, tetapi rupanya tidak. Ya, tidak heran, sih. Kujalani kuliah dengan setengah hati. Asal mengerjakan tugas, belajar kebut semalam ketika ujian, dan tidak pernah mengikuti himpunan ataupun UKM. IPK-ku pun hanya 3.00 lebih sedikit. Jurusan Managemen Bisnis memang bukan minatku. Kukira aku bisa mencintai perkuliahan seiring berjalannya waktu, tetapi aku salah.

Kubuka aplikasi Twitter di ponselku. Kugulir lini masa yang mayoritas isinya adalah curahan emosi orang-orang. Warganet di salah satu base pun mengeluhkan hal yang sama denganku; sudah berbulan-bulan sulit mendapatkan pekerjaan. Persaingan kerja semakin ketat karena lulusan sarjana sudah membludak, tetapi lapangan pekerjaan sedikit. Berita layoff besar-besaran di agensi maupun startup. Perekonomian kacau semenjak pandemi COVID-19 melanda.

Kini, giliran Instagram yang kubuka. Kucek Story yang diunggah oleh para following-ku yang beberapa sudah memiliki pasangan. Mereka membagikan momen romantis bersama pacar atau suami. Ada juga yang membagikan momen lucu bersama buah hati. Ada pula teman-teman yang masih melajang. Biasanya mereka update foto-foto ketika makan malam bersama kolega atau keluarga, serta memotret laptop berisi pekerjaan mereka yang dilengkapi dengan kata-kata penyemangat—atau kadang keluhan, tetapi hanya dibagikan pada orang-orang yang terdaftar dalam close friend list.

Aku iri. Semua orang punya pencapaian dan kebahagiannya sendiri, sedangkan aku masih diam di tempat. Keluarga kecilku sudah hancur. Jangankan menikah dan memiliki anak, punya pacar pun tidak. Bahkan, untuk hal yang mati-matian kukejar pun, aku tidak kunjung mendapatkannya.

Terakhir, aku mengecek WhatsApp. Tidak ada pesan yang masuk kecuali dari Clarissa, sahabatku semasa kuliah. Ia mengirimiku pesan ketika aku tertidur. Langsung saja kubalas pesannya, tetapi aku sudah tahu ia tidak akan langsung membalasnya. Sekarang weekday dan Clarissa pasti sedang bekerja.

Luna Swastamita
Aku coba ngelamar bagian Marketing di penerbit buku anak
Nyoba juga bagian Social Media Specialist di butik modest fashion
Tapi ditolak lagi🥲
Aku capek banget, Ris

Aku melempar ponsel ke ranjang, kemudian beranjak dari meja belajar dan pergi keluar kamar untuk mencari suasana baru. Di ruang keluarga, aku melihat Bunda sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel. Wanita paruh baya itu menoleh padaku, lalu berdiri dan menghampiriku. "Luna, sekarang udah tanggal dua puluh, hari terakhir bayar listrik. Coba kamu bayarin lewat E-commerce."

"Oh, oke." Aku mengambil ponsel Bunda dan membantunya melakukan pembayaran. "Buat PDAM aman, Bun?"

"Bulan ini sih aman, tapi enggak tahu bulan depan," balas Bunda. Wajahnya murung.

"Nggak ada pesanan, Bun?"

Bunda menggeleng. "Selain pesanan kue basah buat acara arisan teman Bunda seminggu lalu, enggak ada lagi." Awan mendung di wajahnya kian menjadi. "Uang belanja masih aman buat beberapa hari, tapi kita hemat-hemat, ya. Doain Bunda semoga dapat pesanan lagi, oke?"

Aku mendesah pelan dan tersenyum tipis, kemudian memeluk Bunda. Kusandarkan dagu ke bahunya.

Usaha home baked goods milik Bunda sempat jaya-jayanya ketika aku remaja. Bahkan, kami pernah memiliki toko sendiri di tengah Kota Bandung. Namun, ketika Si Berengsek dan Bunda berpisah, semuanya berubah. Ditambah lagi ketika COVID-19 melanda, kami pun collapse. Aku mengambil jurusan Managemen Bisnis sesuai permintaan Bunda dengan harapan bisa membantu mengembangkan bisnis home baked goods kami, tetapi apa yang kupelajari selama kuliah ternyata tidak relevan dengan bisnis sungguhan, terutama UMKM.

Satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk membantu Bunda adalah dengan mendapatkan pekerjaan dan menyisihkan gajiku. Namun, untuk hal sesederhana ini saja aku tidak becus. Kadang terlintas pikiran 'apa gunanya aku dilahirkan ke dunia?'

Kalau Tuhan sungguh ada, Ia pasti mendengar doaku, 'kan? Aku hanya ingin keluargaku stabil secara finansial. Tidak, bahkan untuk bisa makan dan membayar tagihan setiap bulannya pun rasanya sudah cukup.

*****

Suatu pagi, aku terbangun oleh bantingan pintu kamarku dan suara Bunda yang meninggi. "Luna! Alhamdulillah! Bangun, coba baca ini!"

Aku bangun dengan enggan, kemudian duduk tegak di atas ranjang sambil mengucek-ngucek mata. Bunda berjalan sambil berjinjit melewati barang-barang di atas lantai. "Aduh, beresin dong, Lun. Kamar anak perawan kok berantakan?" omelnya. Sesampainya di samping ranjang, wajahnya kembali cerah. Beliau memperlihatkan ponselnya padaku. "Bunda dapet DM kayak gini tadi pagi. Kalau dia sudah bayar DP, kamu siap-siap bantuin Bunda bikin pastry, ya!"

Kuambil ponsel dari tangan Bunda. Aku mengerjap-ngerjap karena brightness ponsel Bunda yang terlalu tinggi, ditambah oleh kamarku yang gelap. Layar ponsel menampilkan direct message Instagram akun bisnis home baked goods milik Bunda. Ada pesan yang masuk di sana.

Mika Gianina
Selamat pagi, Kak!
Ini dengan Délice Cake and Pastry?
Waktu kuliah aku sering beli di offline store-nya, tapi sekarang udah tutup ya?🥲
Aku mau pesan mini pastry dalam jumlah banyak
Kira-kira kalau pesan untuk event, aku bisa hubungi ke mana ya?
Kontak WA di bio masih aktif, 'kan?

Tunggu. Jadi Tuhan itu ada, dan Ia sungguh-sungguh mendengar doaku?

Dukung Serene Night dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

11 Mei 2024

*****

Semoga kesan depressing di narasinya dapet😢

Di bab ini mulai ada clue Luna sakit apa. Kalau kalian jeli pasti kalian ngeh.

Dan ... ADA MIKAAA! Kalian yang tahu cerita ini dari Kapan Lulus coba absen dulu di sini!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top