Serendipity: Special Jensoo Part
Special Jensoo Part
"Kau bisa kembali padaku kapanpun kau mau."
Aku termenung di meja kerjaku, memikirkan kata-kata Jennie sebelum kami putus.
"Jen, I miss you."
Aku mengelap mataku yang sedikit basah dan mengelap air mata yang jatuh mengenai bingkai foto yang sedang kupegang. Fotoku dan Jennie.
Apa aku boleh menemuinya lagi? Apa dia sudah bahagia sekarang?
Apa dia benar-benar sudah melupakanku?
Hatiku sakit membayangkan dia bersama gadis lain. Melihat dia bersama Kai saja sudah membuatku hancur.
"Tidak apa. Aku bisa mengatasinya. Kita jalani saja hidup kita masing-masing. Jaga dirimu. Kuharap kau bahagia selalu."
Kalimat lainnya bergulir di kepalaku. Kalimat yang diucapkan Jennie malam itu saat ia memutuskanku.
"Jen, sepenting itu pernikahan? Apa artinya ikatan? Bukankah kita sudah saling memiliki satu sama lain? Tidak cukup seperti ini?"
"Hanya ingin melihat seserius apa kau terhadap hubungan kita. Tapi ternyata kau malu. Sudah Jisoo, tak apa. Sudah jelas semuanya. Aku tak akan meminta lagi. Kita akhiri saja."
Kalimat menyakitkan terlontar dari bibir Jennie yang selalu bisa menenangkanku disaat apapun, tapi kali ini bagai belati yang melukai hatiku. Lukanya menganga, ia masih berdetak namun pedih dan hancur. Menyakitkan.
Hanya air mataku yang turun saat itu dan Jennie yang pergi meninggalkanku.
Maaf Jen, aku masih bimbang saat itu tentang pernikahan. Karena berada disampingmu saja sudah membuatku merasa cukup tanpa perlu ikatan apapun. Kau sudah lebih-lebih dari apapun termasuk pernikahan itu sendiri. Kau segalanya. Tapi tak sempat lagi bibirku menyatakan itu, dadaku sesak. Salah paham ini membunuhku.
Tak adakah sisa ruang untukku? Adakah rindu terlintas di relung hatimu? Kalau aku boleh berkata, jika takdir mempertemukan kita sekali lagi saja, aku akan berusaha meraihmu kembali.
***
"Kau itu segalanya."
Kalimat percakapan di drama yang sedang kutonton bersama membuatku teringat sesuatu.
"Jen..."
"Jennie..."
"Hmm? Kenapa?"
"Kok melamun? Mikirin apa?"
Lisa bertanya, kebingungan.
"Mantan."
Aku memberikan cengiran bodoh padanya. Lisa sudah tau tentang Jisoo.
"Oh.."
Ia terdiam.
"Kenapa?"
Lisa bertanya lagi.
"Kalimat tadi, kau itu segalanya, dulu Jisoo sering mengatakan itu. Sering banget."
"Wah, dia sayang banget ya."
"Iya."
"Gak dihubungin?"
"Oh, ayolah Lisaaaa."
Aku mengusap wajahku.
"Hehe."
Ia tertawa saja.
"Pergi yuk?"
Ajakku.
"Kemana?"
Lisa menatapku.
"Beli es krim?"
Jawabku.
"Malam-malam?"
Dia menatapku heran.
"Iya."
Jawabku mantap.
"Kajja."
Lisa menarik tanganku.
Sepanjang jalan kami bergandengan, tertawa, bercanda, menikmati suasana malam hari. Sampai tiba-tiba sosok yang kukenal membuat tawaku berhenti.
"Hai..."
Sapanya. Ia memaksakan tersenyum. Aku menatap Lisa.
"Hai."
Jawabku.
"Dia...?"
Jisoo menunjuk Lisa.
"Temanku. Kenalkan, Lisa, ini Jisoo. Jisoo, ini Lisa."
Mereka bersalaman. Sepertinya Jisoo mengira Lisa pacar baruku lagi.
"Ah, Jennie, sepertinya aku harus pulang duluan, sudah waktunya tutup toko. Permisi."
Lisa pamit dengan riang. Ia memberi salam pada Jisoo lalu pergi menjauh.
"Kau..."
Ucap kami serempak.
"Kau duluan."
Lagi-lagi serempak.
"Jisoo, duluan saja."
Aku memintanya berbicara.
"Jen, aku..."
Ia menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Aku minta maaf. Please don't go. I just can't live without you."
Jisoo terisak.
"Hei, hei, jangan nangis."
Aku panik, aku tidak bisa melihatnya menangis. Tidak boleh. Jisoo tidak boleh menangis. Cukup sekali saja emosiku yang bodoh dulu membuatnya menangis.
"Tatap aku."
Aku menyentuh pipinya dengan kedua tangaku, menatap lurus-lurus kedalam matanya.
"Jen... Maaf."
Ia memelukku. Erat sekali.
"Ssstt.. Jangan minta maaf. Harusnya aku."
Aku mengelus kepalanya yang berada dalam dekapanku.
"Jisoo, kalau aku pernah merasa berdosa pada orang lain maka percayalah aku hanya merasa berdosa padamu karena pernah membuatmu menangis."
Bisikku tepat di telinganya.
"Terus kenapa menghindar?"
Tanyanya.
"Karena aku takut membuatmu menangis lagi untuk kedua kalinya."
"Tidak akan. Kembalilah."
Ia tersenyum.
"Jangan pergi lagi apapun alasannya."
Ia menambahkan.
"Maaf..."
Ujarku.
Seketika Jisoo mencium bibirku.
"Mmh..."
Aku hendak menarik jarak. Ini memang sepi sih tapi ini masih di jalanan.
"Mmh."
Jisoo menahan kepalaku agar tak menjauh, bibirnya masih menempel, melumat bibirku pelan tapi pasti. Setelah cukup lama ia melepasnya, sepertinya kehabisan napas.
"You're such a good kisser."
Ia terengah-engah, menatapku dengan tatapan menggodanya.
"You too."
Aku tersenyum saja.
"Aku ingin menuruti permintaanmu, Jen. Ayo kita menikah."
Aku membelalakkan mataku, terkejut. Tak percaya mendengar kalimatnya.
"Tidak. Aku yang akan memenuhi permintaanmu. Setelah kupikir, permintaanku memang egois."
Aku mengingat penjelasannya dulu.
"Kalau saja dulu aku mendengar alasanmu tanpa memotong ucapanmu."
Sesalku.
"Sudahlah, yang sudah berlalu biarkan dia di tempatnya."
Jisoo tersenyum.
"Ya, benar. Tapi apa kau sudah memikirkannya?"
"Aku tidak mau kehilangan segalaku untuk yang kedua kalinya."
Kalimat Jisoo selalu berhasil menyentuh hatiku dan membuatnya terbang.
"Aku tidak akan pergi lagi kali ini bahkan jika kita tidak menikah. Karena kau, lebih-lebih dari pernikahan itu sendiri. Aku tidak perduli apa hubungan kita yang penting kau disisiku.."
"Jennie..."
Ia tersenyum menatapku.
"Akhirnya kau sadar."
Ia terlihat girang. Oh, baiklah Jisoo, kau seperti baru melihat orang berdosa sedang bertobat.
Jisoo memelukku lagi.
"Will you marry me?"
Ia berbisik.
"Jawabannya tidak mungkin tidak, kan?"
***
"Kenapa menung sih?"
Chaeyoung bertanya padaku.
"Tidak apa. Jennie sudah kembali bersama Jisoo."
Aku tersenyum.
"Kau sedih?"
Chaeyoung bertanya lagi.
"Tidak. Aku menyukainya sebagai teman."
"Baguslah. Oh iya, sopir yang kau suru aku carikan untuk kita pekerjakan sudah datang. KAIIII MASUKLAH!"
Chaeyoung berteriak memanggil seseorang di luar. Sesosok pria tampan dengan senyum menawan memasuki ruangan. Ia membuka kacamata hitamnya.
"Hai."
"Kau?"
Dia kan?? Pria yang menjadi mantan Jennie!
--------------------TAMAT-----------------
Hai readers, ini adalah part terakhir dari Serendipity (Miserable) seperti yang sudah dijanjikan.
Serendipity dan miserable memang dua hal berbeda yang maknanya berseberangan. Tapi di cerita ini memang ada beberapa kisah menyedihkan kan? Jadi yaaah masih bisa lah disatukan hehehe Lagian deket kok, tinggal nyeberang, kan berseberangan :-p
This part is dedicated to Jensoo shipper and to someone who gave me idea about this. Hei dragon! This is for you! :-p
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top