#Prologue.
Setiap jalan setapak yang dilalui selangkah demi selangkah oleh kaki sesosok pemuda dengan ekspresi yang minim sekali dia lukis di wajah pun tak hentinya disambut dengan berbagai macam kesibukan rekan kerja yang sesekali menyapa kala ia membawa diri menuju satu ruangan di mana ada seorang kawannya di sana alih-alih diminta.
Meski begitu, tak dapat dipungkiri jika ia merasakan kekhawatiran juga, walau langkah kakinya nampak penuh dengan santai-santai saja.
Maka dari itu, inilah niatnya yang telah membawanya sampai pada ruangan tujuan untuk sang kawan yang berada sekadar di balik pintu dengan sebuah keterangan Ruang Kesehatan tersebut pun ia buka perlahan. "Shitsureishimasu ... ," ucapnya kemudian yang terdengar lemas saking pelan alih-alih menunjukkan kesopanan, sebelum akhirnya mendudukkan diri dengan anteng pun nyaman di salah satu kursi kosong yang tersedia di ruang kesehatan sana sembari memperhatikan pengobatan sang kawan.
Dan seketika dua orang yang diduga kawan dalam rekan dari masing-masing atensi yang diberikan pun salah satunya menyapa, "Oh, Mayuyu, senang bisa melihat—ittai!"
"Sudah kubilang jangan banyak bergerak."
Karenanya membuat seorang pemuda yang baru saja mendudukkan diri di ruang kesehatan sana dengan ekspresi yang sama minimnya yang diketahui sebagai Mayuzumi Kai tersebut teralih pada sesosok dokter wanita yang sedang serius mengobati kawannya itu nampak asing sekali wajahnya. Pun membuat Mayuzumi bertanya-tanya.
Sesaat sebuah kekehan canggung yang terdengar mengalihkan atensi Mayuzumi seketika.
"Yah, beginilah kecerobohan Fuwacchi," kata dia yang selesai dengan kekehannya, ketika mengamati lengan tangan kanan sesosok pemuda yang dipanggilnya Fuwa Minato tersebut sedang penuh dengan lapisan perban.
"Ahh, aku tahu ini salahku, tapi aku pantas mendapatkan perawatan yang lembut karena aku terluka tahu," rengek Fuwa yang dengan harap sang dokter wanita yang mengurus setiap inch lukanya memberikan setidaknya secuil sentuhan lembut.
"Ck, sepadan dengan gayamu yang merepotkanku," sarkas sang dokter seraya mengikat perban cukup erat.
"Ah, ittai yo!" seru Fuwa yang merasakan dorongan kuat dari ikatan perbannya yang erat sampai-sampai ia tak ragu untuk menarik lengan tangannya dari si dokter wanita sadis cepat-cepat.
Sementara si dokter hanya bergidik bahu dengan tatapan datar. "Berterima kasihlah." Pun ia berlalu yang kemudian nampak menyiapkan pun menuliskan sesuatu.
"Huh, cantik-cantik malah kejam begini," gerutu Fuwa dalam gumam sebelum akhirnya mendekati Mayuzumi.
Pun Mayuzumi menghela napas singkat dan berkata, "Ya, daijoubu, yang penting sembuh."
Fuwa mendadak mendelik, sementara teman mereka yang satu malah menggelak tawa kecil. "Hee, kenapa kau terdengar seperti setuju dengan sadisnya Yukigane-sensei, Mayuyu?" ucapnya di sela-sela tawa geli yang nampak ia tahan paksa kali ini.
"Oh, begitu, Yukigane-sensei ... Dokter baru?" Mayuzumi mendadak bertanya di saat kurang tepat bahkan dengan polosnya malah menjatuhkan atensi pada sosok yang dimaksud secara terang-terangan.
"Ki—"
"Maaf, tolong jangan berisik dan ini resep obat sekaligus beberapa catatan untuk perawatan luka teman kalian itu. Perhatikan baik-baik daripada kumutilasi tangannya jika dia ceroboh juga dengan panduan yang kutulis di situ," potong sang dokter wanita dengan name tag Yukigane Errin yang terukir jelas di jas putih bagian kiri tersebut seraya memberikan secarik kertas beserta obat-obatan yang cukup.
Fuwa mendengus pun cemberut. "Kuharap harga tanganku lebih dari cukup untuk membungkam mulutmu," katanya.
"Beruntung sekali aku tidak digaji olehmu." Pun tanpa ragu Yukigane Errin mulai berlalu.
" ... Siapa yang ingin mengadu agar ada yang menggantikan posisi dokter itu?" tanya Fuwa alih-alih menggerutu seraya menyunggingkan senyum kaku saking lama ia menahan amarah yang sedari tadi sudah menumpuk di ubun-ubun.
"M-maa, maa, sepertinya kau sudah lebih baik sampai penuh dengan emosi begini, ha ha ha! Y-yah, kalau begitu ... , sumimasen, Yukigane-sensei!" ucap satu yang bernama Saegusa Akina tersebut dengan gugup sampai menarik kedua temannya agar tak keterusan sampai ribut.
Sementara Errin hanya bergidik bahu saking heran dokter wanita itu.
"Hahh ... , lega," ucap Akina sesaat setelah meninggalkan ruang kesehatan, terlebih menjauhkan Fuwa dari Errin di dalam sana. "Mungkin ada baiknya jika kau menjaga jarak dari Yukigane-sensei, Fuwa," tambahnya dengan senyum kikuk seketika.
"Ah, ya, kau benar. Jadi, kau juga jangan sampai terluka jika tidak ingin bernasib sama, ya, Mayuyu. Tapi kau bisa menjaminkan kesehatanmu padaku~!" Fuwa malah kegirangan.
"Tidak bisa kupercaya, tapi tidak, terima kasih," jawab Mayuzumi nampak santai.
Keduanya cukup membuat Akina menepuk jidat. "Akh ... , bukan begitu maksudku ... !" gerutunya dalam gumam.
"Hee, kenapa? Apakah kau juga sakit, Akina?" Fuwa bertanya dengan tak berdosanya setelah membuat sang kawan kewalahan.
"Huh, sudahlah, jadi—"
"Bahkan sampai mati pun aku tak pernah meminta apalagi menerima bunga apapun darimu. Apa itu tidak cukup jelas jika aku tidak mau?"
" ... Oh, suara dokter itu," batin Mayuzumi tiba-tiba sampai tak menyadari ucapan Akina yang menggema seketika pun malah kembali membatin ia. "Eh ... ? Apa urusanku sampai fokus mendengarkan begitu?"
"Oi, Mayuyu! Daijoubu? Apa ada sesuatu?" tanya Akina sedikit berseru.
"Jangan bilang kau sakit juga ... ! Sudah kukatakan kalau dokter itu kejam, loh!" ucapan Fuwa tak masuk akal bahkan kesannya menakut-nakuti seorang bocah saja.
Pun Mayuzumi menggeleng dengan cepat untuk pertanyaan kedua temannya. "Memangnya apa ada yang kulewatkan?" tanyanya kemudian yang masih nampak santai-santai saja.
Seketika Fuwa merengkuh kedua pundak Mayuzumi seraya berkata, "Pokonya kau harus berhati-hati dengan orang-orang baru di Nijisanji karena sepertinya beberapa dari mereka mempermudah akses paparazzi, haters, dan stalker untuk menyusup masuk di antara staf dan kita, Mayuyu ... !"
"Lebih tepatnya belum, tapi hati-hati saja, deh. Apalagi kalau sendiri. Huh, seram sekali mereka-mereka ini ... ," timpal Akina sampai merinding.
Mayuzumi mengangguk. "Dimengerti," tambahnya meyakinkan.
"Nah, karena itu akulah yang akan me—"
"Aku selalu pulang bersama dengan Kagami-san bahkan sebelum ada desas-desus ini. Jadi, terima kasih," potong Mayuzumi begitu terus terang sekali.
Tentu saja membuat Fuwa terpojok di sudut gedung /y/ Nijisanji saking poteq hati.
Dan daripada menghabiskan sisa waktu bekerja yang telah usai dengan berdiam diri di ruang masing-masing pun Mayuzumi memilih untuk membereskan beberapa barang di ruangannya sesegera mungkin agar dapat memiliki kesempatan bertemu dengan seseorang di ruangan yang berbeda secepatnya nanti.
Namun, tak disangka ada sebuah kejutan kecil yang mampu membuat langkah seorang Mayuzumi Kai terhenti. Pemuda pemilik surai hitam dengan helaian turqouise tersebut nampak sengaja mendekati sebuket bunga mawar semerah darah yang diletakkan dengan cantik di depan cermin meja riasnya itu pun sesaat mulai diam mengamati, kemudian memungutnya dengan hati-hati.
" ... karena sepertinya beberapa dari mereka mempermudah akses paparazzi, haters, dan stalker untuk menyusup masuk di antara staf dan kita, Mayuyu ... !"
"Bahkan sampai mati pun aku tak pernah meminta apalagi menerima bunga apapun darimu. Apa itu tidak cukup jelas jika aku tidak mau?"
Seketika Mayuzumi memperhatikan setiap sisi buket mawar tersebut sampai akhirnya menemukan sebuah kertas kecil yang terselip di antara kelopaknya yang terukir sebuah nama;
Yukigane Errin.
"Jaa, tidak salah jika kubuang saja ... ," gumam Mayuzumi bersamaan dengan buket mawar penuh kasih dari sang pengirim yang telah tenggelam dalam tumpukan sampah alih-alih tiada arti (lagi).
"Ano, hey!"
Di antara remang-remangnya cahaya bahkan didominasi gulita pun sebuah suara mengalihkan Mayuzumi yang tinggal separuh langkah menuju ruangan sang kawan yang biasa ada untuk pulang bersamanya. Namun, sesaat terkejutlah ia yang kembali disapa oleh cantiknya merah darah sang mawar, terlebih sesosok dia yang membawanya.
Sesaat sampai pun Yukigane Errin mengatur napas, sebelum akhirnya mulai berkata, "Ah, ya, syukurlah. Aku hanya ingin mengembalikan ini." Ia tunjukkan sebuket mawar pada sang pemuda.
Sementara Mayuzumi hanya menatap tanpa niat pun beralih memberi tatap penuh tanya pada sang dokter wanita.
"Ini milikmu, 'kan? Maksudku, aku sempat melihatmu membuang bunga ini. Jadi ... , kupikir tidak baik menyia-nyiakan pemberian penggemarmu atau siapapun itu dengan tulus begini," ucap Errin yang masih setia menyodorkan buket mawar tersebut pada Mayuzumi.
"Tidak, aku memang ingin membuangnya."
"Kenapa?"
"Kupikir kau tidak suka," jawab Mayuzumi dengan santai.
Tentu saja Errin tak percaya, sebelum akhirnya menyadari sebuah ukiran namanya dengan tulisan khas yang ia tahu siapa tersebut terselip di antara kelopak merah darah sang mawar di tangannya sana. " ... Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya kemudian.
" ... Kebetulan saja."
Sesaat Mayuzumi malah mendadak canggung. "Padahal aku tak bermaksud ...."
To Be Continued
Story By -freude
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top