Chapter 5 : Afternoon Tea
Wanita paruh baya dengan wajah lusuh itu menatap sendu anaknya yang meringkuk di pojok ruangan terbuat dari kardus yang luasnya tak lebih dari dua meter. Tangan balita berusia 3 tahun itu memegangi perutnya yang kosong, sementara sang ibu terus memeluk dan berusaha menenangkan.
"Sabar nak, sebentar lagi ayah akan pulang membawa sekantong penuh makanan. Kita harus bisa bersabar." Wanita tersebut mencoba tersenyum dan membelai rambut anaknya, mencoba menghibur sampai keduanya terlelap sendiri.
Kain penutup pintu rumah kardus kecil tersibak, mengizinkan cahaya mentari melesak masuk menerangi ruangan yang lembab dan gelap itu. Seorang pria dengan pakaian sedikit compang-camping dan lusuh tersenyum lembut mendapati istri dan anaknya tertidur saling memeluk dalam posisi duduk. Ia berjalan ke arah mereka, dan meletakkan kantong plastik berisi tiga buah kentang rebus yang sedari tadi ditentengnya. Sang anak terbangun duluan ketika kelopak matanya yang tertutup merasa asing dengan cahaya terang yang mendadak menerangi rumahnya.
"Ayah!" Seru anak itu riang, kemudian menghambur ke pelukan lelaki paruh baya tersebut.
Tak lama kemudian, mereka bertiga sudah duduk melingkar bersama, menikmati makanan kentang rebus masing-masing. Meski apa yang dikatakan ibunya tadi tidak menjadi kenyataan---mengenai ayahnya yang akan datang dengan sekantong penuh makanan, nyatanya beliau hanya membawa tiga buah kentang rebus saja---anak itu sudah merasa bahagia. Meski ruangan itu lembab dan gelap, tetapi senyum di bibir mereka masing-masing membawa setitik kehangatan di sana.
><><><
[Name] terbangun dengan kepala pening. Matanya menyipit tatkala mendapati cahaya lampu asing ditangkap oleh retinanya. Diedarkan pandangan gadis itu ke sekeliling merasakan kasur tempatnya berbaring, dan merasa terperanjat. Ini bukan apartemennya, juga bukan salah satu ruangan dari mansion mewah milik Ayah sekaligus bosnya. Di mana ia?
Kepalanya semakin pening ketika mencoba mengingat kembali kejadian sebelum ia tak sadarkan diri. Di bar, bermain beberapa taruhan dan---
"Kau sudah bangun?"
---pria bertopi yang menyelamatkannya. Seharusnya pria itu adalah sosok pengawal atau pekerja milik ayahnya, tetapi yang ia dapati sekarang adalah pria berambut coklat yang tengah membelakangi [Name] dan sibuk menuangkan teko teh hangat ke cangkir.
"Siapa dia?"
Ah, [Name] merasa kepalanya kembali berdenyut saat mencoba mengenali sosok tersebut.
"Kau tak sadar sangat lama. Itu akibat bocah sepertimu sudah sok kuat menenggak alkohol sebanyak itu."
Pria berambut coklat tersebut berbalik, mengulas senyum tipis---tidak, lebih tepat bila disebut seringai. Napas [Name] tercekat dan ia langsung terlonjak dari posisinya.
"Osamu Dazai! A-apa yang kau lakukan di sini!!"
Serunya tinggi dengan dada mengembang dan mengempis. [Name] refleks memasang kuda-kuda, bersiaga dari pria itu yang bisa menyerangnya tiba-tiba.
"Ini kamar hotel yang aku sewa lho seharusnya kau berterima kasih." Dazai mendengus kemudian melangkah menuju meja dan meletakkan kedua cangkir berisi teh hangat. Ia mendudukkan diri dan menyesap tehnya.
"Kemarilah dan tenangkan dirimu. Aku tidak akan menyerangmu kok, setidaknya untuk sekarang. Itu teh untukmu, jadi berhentilah memasang kuda-kuda aneh."
[Name] menghela napas serta tidak lagi berada di posisi konyol seperti tadi. Kakinya sudah melangkah menuju meja tersebut dan langsung menghempaskan tubuhnya di tempat duduk yang berhadapan dengan Dazai. "Kau tidak memasukkan racun ke dalam minuman ini kan?"
Mata gadis itu menyipit tajam ke lelaki di hadapannya. Di tatapnya dengan curiga lelaki tersebut dan cangkir di genggamannya bergantian.
"Iie, membunuhmu dengan cara seperti itu tidak akan asik, mengingat apa yang sudah kau lakukan terhadapku."
"Jadi, kau kemari untuk membalas dendam?" Cemooh [Name] sambil menikmati setiap kehangatan yang mengalir di kerongkongannya. Dazai menggeleng tidak sudi.
"Tidak, tidak. Jangan sebut ini sebagai balas dendam. Aku kemari untuk menyelamatkanmu, kau tahu."
Bulu kuduk [Name] bergidik ngeri. Menyelamatkan? Gadis itu terbatuk karena tersedak teh yang di minumnya.
"Bualan macam apa itu? Kau sedang mengada-ada ya."
"Untuk apa? Aku sedang serius."
[Name] semakin terbatuk dan merasakan kepalanya tiba-tiba kembali berdenyut.
"Hei, kau tidak benar-benar memasukkan apapun kan?" Gadis itu menggerutu sambil memegangi bagian kepalanya yang terasa sakit, kemudian meletakkan cangkir teh ke meja.
"Kepalamu sakit karena efek mimpi buruk, bukan karena teh itu."
[Name] sontak beranjak dari duduknya, dahinya berkerut dengan alis yang bertaut, dan perempatan kesal muncul di wajahnya. Dengan mendecih, ia kembali mencemooh pria yang bahkan sedari tadi tak melakukan gerakan berarti apapun--- kecuali tangannya untuk minum teh.
"Aku baru tahu seorang Osamu Dazai ternyata juga seorang peramal hingga bisa mengetahui bunga tidur orang lain."
"Kau salah. Aku bukan seorang peramal, dan aku tidak bisa membaca mimpi orang lain---"
Dazai menyesap dalam-dalam isi terakhir teh yang berada di cangkirnya. Kemudian, ia mendongakkan kepala, memicingkan mata pada sosok [Name] lalu tersenyum.
"---[Full Name]-san."
Bagaimana dia tahu nama asliku?! Batin [Name] berteriak, tak habis pikir dengan lelaki yang sebenarnya adalah musuhnya tetapi mereka bisa-bisanya duduk menikmati secangkir afternoon tea di hotel yang lelaki itu sewa.
[Name] sudah tidak tahan, kekesalannya benar-benar memuncak sekarang. Dan hal yang bisa ia lakukan adalah meninggalkan ruangan menyebalkan ini. Namun niatnya terhalang saat lengan Dazai menarik pergelangan tangan [Name] sehingga membuat langkah gadis itu terhenti. Dibalikkannya tubuh [Name] dengan tenaga yang cukup kuat sampai gadis berumur 19 tahun itu mengaduh.
"Apa kau tidak penasaran bagaimana aku bisa mengetahui namamu meski nama itu sudah belasan tahun lalu kau kubur dalam-dalam?" Sebelah tangan Dazai yang terbebas meraih wajah [Name], jemarinya mengelus lembut permukaan kulit wajah gadis yang berjarak hanya beberapa senti darinya. Manik mata Dazai seolah mengunci pandangan [Name], tak mengizinkan gadis itu berpaling.
Kini jemari Dazai memainkan rambut [Name] yang tergerai agak berantakan karena selepas sadar gadis itu tak sempat merapihkan diri. Dazai dapat mendengar deru napas [Name] yang memburu, dan bahkan ia dapat merasakan hangatnya napas sang gadis. Demikian pula [Name].
"Atau... mengenai mimpi buruk yang akhir-akhir ini menghampirimu?" Imbuh Dazai dengan tetap pada posisinya.
Mata gadis itu membulat sempurna. Ia jadi teringat, semenjak ia datang ke Yokohama untuk masalah pekerjaan, ia selalu dihantui mimpi yang baginya sangat gelap dan tidak dapat ia mengerti. Apa mimpi itu ada hubungan dengannya?
[Name] meneguk ludah meski masih menampakkan wajah tanpa ekspresi, tatkala melihat Dazai menyeringai.
"Temui aku besok di sini."
Hampir saja Dazai melonggarkan cengkramannya untuk membebaskan [Name], namun ia urungkan. Di dekatkannya mulutnya pada telinga [Name] sambil berbisik, "dan satu lagi. Istirahatlah yang cukup."
[Name] mendecih, kemudian menatap tajam Dazai.
"Aku benar-benar akan membunuhmu besok, brengsek."
Pria berambut coklat itu melepas cengkramannya pada [Name] sambil tertawa lepas. Ditatapnya punggung gadis yang menjauh itu---berjalan menuju pintu.
"Terima kasih sudah berkunjung [Full Name]-san. Ah iya, barangmu ada di meja sebelah pintu."
[Name] mengambil barang-barangnya seperti dompet, dan lain-lain yang memang ditaruh Dazai pada meja sebelah pintu. Kemudian, ia beranjak keluar sambil membanting pintu saat hendak menutup.
><><><
Satsuki Juuro's Mansion
"Ada perlu apa kau berani meminta menghadapku?" Tanya Juuro dari balik kursi singgasanannya, tanpa berbalik dan menatap seorang lelaki yang merupakan anak buahnya.
"Hal yang bos khawatirkan, kemungkinan dapat terjadi."
"Hasil laporannya?"
Lelaki berjanggut itu memajukan langkah bermaksud menyerahkan lembaran-lembaran dokumen hasil jerih payahnya.
Satsuki Juuro, salah satu dari sekian banyaknya orang yang memimpin serta mendirikan organisasi gelap dan besar di Tokyo. Bisa dikatakan mereka ini termasuk salah satu jajaran kelompok mafia yang diburon di Jepang---selain Port Mafia.
Juuro meremas-remas kertasnya dengan kuat. "Sangat disayangkan. Memang, dia mempunyai potensi luar biasa, aku akui itu. Tetapi dia terus melemah dan menampakkan segala kecerobohan saat berkerja untuk akhir-akhir ini."
"Ini karena kesalahannya sendiri tidak berhasil membunuh atau menghindari orang bernama Osamu Dazai ketika ia ditugaskan ke Yokohama." Lanjutnya.
"Lalu bagaimana ini bos?" Mata-mata khusus kelompok itu memandang bos yang duduk di kursi dengan kalut.
Satsuki Juuro menghela napas dalam sembari berpikir sejenak sambil memejamkan mata. Detik berikutnya, mata dengan pancaran aura kejam terbuka dan pria tersebut sudah membuat keputusannya.
"Singkirkan dia."
"T-ta-tapi.. dia anak Anda---"
"Tidak. Gadis tengik itu sekarang sudah menjadi bocah ingusan yang mengganggu. Dia sudah tidak dibutuhkan."
Juuro memandang langit-langit atap berwarna gelap dengan rahang yang mengeras dan tangan terkepal. "Satu lagi,"
Langkah anak buahnya terhenti kemudian berbalik, menunggu bosnya kembali bersuara.
"Jangan remehkan gadis itu. Jangan sampai kalian yang tercincang habis olehnya. Karena bagaimanapun juga, dia adalah The Dancing Knife."
To be continue
.
.
HAPPY NEW YEAR 2018 MINNA~
Hai'.. ini update-an pertama di 2018 yeahh
Aku udah berusaha nulis adegan Dazai x Reader di tengah FF yg genrenya absurd kek gini(?), dan ternyata itu gak gampang:"
Suka bingung sendiri wkwk. Maaf ya akan kuusahakan lebih baik buat chapter depan hehe
Gimana? Ada yang udah nemuin 'benang merah'nya? Atau ada yang udah bingung?
Hayuk sini coret-coret di komentar😆
And don't forget to leave a vote;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top