Chapter 2 : The Dancing Knife
Gadis cilik itu merangkak mengitari kegelapan. Tangannya menggapai-gapai.
Dengan dada penuh sesak, ia berusaha menjerit. Nihil. Kegelapan tak menanggapinya.
Dia terisak, kedua wajahnya dibenamkan pada lutut yang ia tekuk. Dingin. Gadis cilik itu hanya bisa menggigil.
Mata bulatnya menerawang dalam remang-remang. Monster. Mereka berjalan menghampiri. Gadis cilik menjerit, tak mau dicabik.
"Kenapa kautakut?" Suara serak parau berasal dari tak jauh di depannya, menembus kegelapan. Gadis cilik itu mundur perlahan dengan wajah yang menunjukkan ekspresi ketakutan luar biasa. "P-pe...rgi..lah" ucap si gadis cilik sambil bersusah payah.
"Kenapa kautakut? Kami adalah darimana kau berasal. Kenapa kautakut? Kau.. adalah bagian dari kami." Monster itu tersenyum.
"TIDAK!"
"Hah!"
[Name] bangun terduduk di kasur. Napasnya terengah-engah dengan kepala yang terasa pening sekali. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar hotel, kemudian berhenti pada jam yang tergantung di dinding. Pukul 2 pagi. [Name] mengerang pelan. Akhir-akhir ini, ia bermimpi buruk yang sama. Di acaknya pelan rambut yang sudah berantakan karena tidur. Dengan gontai, ia bangkit dan melangkahkan tungkai kaki menuju tas yang terletak di buffet meja. Gadis itu mengambil satu pil anti-depresan, meminumnya, lalu kembali ke tempat tidur.
.
.
Serendipity
[Dazai x Assassin!Reader]
© Kayken VR
Bungou Stray Dogs © Kafuka Asagiri
WARNING : OOC, Typo, Alur Maju-Mundur!!
.
.
.
"Kunikida-kun~" Panggil Dazai pada Kunikida yang duduk di kursi meja kerja. Dazai berada di belakang punggung Kunikida, bergerak ke samping kanan dan ke samping kirinya untuk mendapatkan atensi. Merasa diabaikan oleh sang partner, ia berpindah ke depan, menatap langsung Kunikida yang kini ada di hadapannya. Mata lelaki itu berbinar dengan kedua tangan yang memegang sebuah buku.
"Aku membeli buku panduan bunuh diri menyenangkan edisi terbaru~" Kunikida tak menggubris. Dia disibukkan dengan tumpukan kertas yang ada di mejanya. Dazai merasa tidak senang. Pasalnya, lelaki di hadapannya terlihat bagaikan manajer-manajer perusahaan besar yang super sibuk. Kunikida mah gitu orangnya. Si perfeksionis yang ingin terlihat penting, batin Dazai sambil menahan tawa.
"Bagaimana kelihatannya buku ini menurutmu?" tanya Dazai. Dia tidak peduli kalau eksistensinya tak dihiraukan. Kunikida meletakkan bolpen dengan sedikit gebrakan. Lihat, dia benar-benar terganggu.
"Dazai, aku sedang menulis laporan resmi mengenai penyelidikanku kemarin." gerutunya.
"Lebih tepatnya, kau baru selesai." Dazai menunjuk pada lembaran kertas yang masih berada di depan Kunikida. Ia tersenyum kecil.
"Benar. Jadi, letakkan buku sintingmu itu dan bacalah ini." Kunikida mengambil kertas-kertas tersebut dan menyodorkannya ke si maniak bunuh diri yang akhirnya bersedia menaruh buku panduan bunuh diri edisi baru pada meja.
Dazai menerima lembaran-lembaran kertas yang diserahkan oleh Kunikida. Dengan tatapan serius, dibukanya lembaran-lembaran itu bergantian. Ia mendesah. "Oi, Kunikida."
Lelaki berkacamata dengan rambut berkuncir pun menengadah, menatap Dazai yang sedang berdiri. "Aku pernah baca, katanya 'Lingkungan yang jahat akan menumbuhkan orang jahat meski orang itu sendiri tidak ingin dan tidak tahu kalau ia sudah menjadi jahat'. Apa kau percaya?" Dahi Kunikida berkerut.
"Semacam.. secara alamiah? Well, kurasa aku cukup setuju. Tapi agak aneh mendengar pertanyaan itu dari seorang mantan penjahat sepertimu?" Dazai terkekeh lumayan keras setelah mendengar tanggapan partnernya. Hanya sebentar. Lelaki itu sudah memasang raut muka serius lagi setelah selesai tertawa kecil.
"Aku akan pergi dengan Ranpo malam ini. Ke Gestard Hall. Pejabat Morimiya Yousuke sedang menggelar perayaan yang terbuka untuk umum. Aku dengar, dia menyediakan anggur berumur 50 tahun untuk semua yang datang. Kerennya~" Kunikida mendelik.
"Hah?! Kau mau pergi bersenang-senang meski ada kasus yang belum terselesaikan?!" Dazai mengangkat bahu.
"Kami akan menyelesaikannya sekalian, kok." Si maniak bunuh diri itu mengedipkan sebelah mata. Kunikida tak habis pikir. Ia meneriaki partnernya lagi.
"Berhenti bergurau Dazai!" Percuma. Dazai mengacuhkannya dan lelaki itu sudah menghilang di balik pintu. Kunikida hendak membalikkan meja, tapi diurungkan dengan kemunculan seorang perempuan asing di depan pintu.
"A..apa ini Kantor Agen Detektif Bersenjata?" Kunikida menghela napas pasrah kemudian melempar senyum. "Silahkan duduk nona, jika anda ingin berkonsultasi."
"Uwoo.. akhirnya ada klien datang Atsushi-kun! Kita akan mendapat pekerjaan hari ini!" seru Tanizaki sambil menggoyangkan bahu Atsushi dengan gembira.
><><><
Gadis kecil terjongkok di sudut bangunan yang berada di dalam gang sempit kota. Lengan yang kotor dan kumal memeluk tubuhnya sendiri. Ia meringis. Menahan sakit di perut yang meraung-meraung.
Gadis itu sudah berusaha mendapatkan makan. Dia mencuri dua kentang rebus serta sebuah apel dari pasar dan berhasil. Namun malangnya, ketika hendak kembali ke tempat yang biasa ia tempati di dalam sebuah gang sempit di jalanan kota, segerombol berandalan cilik menghadang. Meminta dengan paksa makanan yang ada di dekapan gadis tersebut. Si gadis kecil menolak, dan berakhir dengan dipukuli serta ditendang.
Ia meronta, makanan itu masih di dekap dengan erat. Seorang anak menjambak rambutnya dari belakang, dan menodongkan pisau di depan matanya. Seorang anak berjalan mendekat, dan berhasil merebut yang ada didekapan gadis cilik itu. Sambil tertawa, anak lelaki yang lebih besar dari si gadis berbalik dan berjalan ke gerombolan tersebut.
Marah, dadanya merasakan sesak dan dikepalkan dengan kuat tangan mungilnya itu. Dia memberontak, membuat anak yang menarik rambut kusutnya limbung ke belakang. Pisau milik anak itu yang tadi ditodongkan padanya terjatuh. Gadis cilik berjongkok, dan memungut pisau tersebut. Menahan air mata yang hendak keluar, dia berteriak, berlari ke arah anak laki yang jatuh terduduk karena limbung akibat berontakannya.
Air mata sang gadis sudah tak mampu dibendung. Di arahkannya pisau itu, menusuk tubuh anak lelaki yang menjambak rambut si gadis kecil tadi berkali-kali. Teman-temannya melihat dengan ngeri dari kejauhan. Kemudian setelah salah satu mereka mengomandoi untuk lari, derapan kaki mereka yang gemetar memenuhi gang tersebut. Kentang rebus dan apel itu tidak sengaja terjatuh dari tangan si perebut, terinjak-injak oleh kaki kawanannya yang lain.
Gadis cilik membelalakkan matanya. Pisau di tangan yang hendak ia layangkan lagi terhenti di udara. Ia yang awalnya menduduki tubuh anak lelaki―yang sudah tak beryawa lagi―akhirnya turun. Wajahnya memandang dengan takut. Dengan tenaga yang tersisa, gadis cilik itu bangkit dan berlari tertatih-tatih menyusuri lebih dalam lagi gang gelap nan sempit.
><><><
Malam yang terang bertabur bintang di kota pelabuhan Yokohama. [Name] berdiri di depan cermin kamar hotelnya. Memperhatikan penampilan melalui cermin kemudian memejamkan mata sambil menarik napas, sangat dalam.
"Sial." Gadis itu mengumpat. Pikirannya masih terngiang-ngiang mimpi buruk yang baru ia alami tadi sore. Dia mendapati dirinya terbangun di sofa, dengan buku yang tergeletak di lantai. [Name] yakin, dia tidak sengaja tertidur saat membaca buku.
"Kapan ini berakhir? Aku ingin kembali ke apartemenku. Sungguh, aku tak betah di kota ini." [Name] berbicara sendiri pada bayangannya di depan cermin. Penampilannya tidak terlihat seperti perempuan. Kini, [Name] sedang mengenakan setelan seragam pelayan, dengan kumis yang cukup tebal menghiasi wajah. Sebuah penyamaran. Gadis itu menghela napas.
"Untuk kali ini kau tidak perlu membunuhnya. Aku hanya ingin melihat bajingan itu terjatuh atas kesombongannya sendiri. Buat dia cukup menderita dengan sekarat."
Begitu perintah orang yang membuat gadis itu melakukan semua ini di kota Yokohama. Mereka bertatap mata kemarin, dan gadis tersebut menerima tanpa merasa berat hati. Ya, dia adalah seorang pembunuh bayaran. Hidupnya ia dedikasikan penuh pada kegiatan bunuh-membunuh. Hanya itu yang bisa membuatnya bertahan hidup.
Kebencian, kekejaman, keserakahan, dan kedengkian. [Name] sudah sangat paham betul apa yang ada di dunia yang fana―dimana dia juga tinggal. Manusia, merupakan makhluk yang buruk, yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Gadis itu tersenyum meringis sambil tetap memandangi cermin.
[Name] melangkahkan kaki keluar dari bangunan hotel. Keramaian malam menyambutnya begitu keluar. Usai memandang sekeliling, gadis itu berjalan mendekati sebuah taksi yang terparkir di pinggir jalan. Jendela taksi itu ia ketuk tiga kali.
"Apa kau punya rokok?" sahut si supir. [Name] tersenyum. Itu adalah kalimat yang mempersilahkan dirinya untuk masuk.
Taksi yang ditumpangi [Name] adalah milik orang itu. Begitu juga dengan seragam pelayan yang gadis itu kenakan saat ini. Dia hanya menjalankan tugas. Segala keperluan untuk melancarkan pergerakannya adalah sepenuhnya tanggungan orang itu.
"Ke Gestard Hall, pak." ucap [Name], dan taksi itu pun melesat menembus keramaian malam.
><><><
Angin berhembus sepoi-sepoi di suatu senja. Dua orang pemuda sedang berada di taman bermain untuk anak kecil yang telah sepi di kota saat itu, terlarut dalam pemikiran mereka masing-masing.
"Senjata pembunuhan adalah pisau kecil bermata tajam. Aku mendapat konfirmasi dari polisi Tokyo, pola penusukan yang dilakukan pelaku sama dengan yang dilakukannya disini." Sebuah suara memecah keheningan di antara mereka. Ranpo membenahkan letak topi cokelat yang dikenakannya setelah melontarkan kalimat itu. Dazai yang berdiri di sebelah Ranpo, sedang menatap lamat foto Yukino Ichizaki yang ia pegang.
"The Dancing Knife. Seorang yang menjadi teror bagi para tokoh politik negara kita." Gumam Dazai dibalas anggukan oleh Ranpo.
"Berkat penyelidikanmu di TKP, dan juga berkat kacamata berkekuatan supermu Ranpo, kau menarik kesimpulan―" Pria bersurai cokelat menarik napas sejenak.
"―Bahwa, gadis ini yang berpredikat sebagai pelaku." lanjutnya. Dazai membalik lembar foto yang awalnya merupakan foto Yukino Ichizaki, ke lembar yang menampakkan wajah gadis muda, kira-kira berumur 19 tahun.
"Ya. Aku yakin aku tidak salah. Pelakunya adalah pembunuh berdarah dingin, Dazai-san. Tidak akan mudah kalau akan menangkapnya begitu saja. Kepolisian Tokyo yang memburunya, selalu tiba-tiba kehilangan jejak."
"Kau benar. Dia gadis yang cerdik. Lihat, setelah kau mengirimkan email padaku, aku langsung mengecek ke stasiun daftar penumpang kereta dari Tokyo-Yokohama yang tiba kemarin. Nama yang kau kirimkan, Satsuki [Name], aku mendapatkan alamat hotelnya, menunggu sepersekian lama hingga gadis itu keluar dan membuntutinya."
Dazai mengeluarkan notes kecil yang tadi ia pungut di jalan saat membuntuti [Name]. Sedikit bermain dengan notes itu, Dazai melempar-lemparkan ke udara kemudian menangkapnya.
"Gadis itu menjatuhkan notes kecil di jalan secara tak sengaja. Dia lalu mengunjungi kafe, aku menghampirinya hendak mengembalikan ini. Kau tahu apa yang terjadi Ranpo? Gadis yang bernama Satsuki [Name] ini sadar akan kesalahannya, menatapku curiga dan mengelak kalau benda yang ada di tanganku bukan miliknya. Dia pasti tahu, bahwa aku sudah membuka-buka isi." Ranpo menyahut buku catatan kecil yang sedang dimainkan Dazai. Ia membuka, dan membacanya dengan seksama.
"Catatan mengenai target, ada pula denah kota Yokohama. Pantas saja dia tak mengakui kalau ini miliknya, Dazai-san. Mungkin gadis itu sudah merasa dibuntuti. Jadi benar ya, orang ini cerdik."
Hening sekejap. Hanya suara dersik angin sore yang terdengar bergesekan dengan daun. Ranpo membuka halaman buku kecil milik [Name] yang terakhir kali ditulis.
"Dazai-san.."
"Ya?"
"Satsuki [Name] menuliskan agendanya hari ini―"
"Apa?"
"―Bertemu dengannya dan membicarakan rencana mengenai Morimiya Yousuke."
Dazai membelalakkan mata, kemudian menyeringai.
"Ayo, Ranpo. Kita harus bergegas!" Dazai melangkahkan kakinya menuju jalan keluar taman. Ranpo dengan bingung berjalan menyusul dan menatap sosok Dazai yang sedang mengeluarkan handphone dengan tergesa-gesa.
"Apa kautahu dimana tempat mereka bertemu?" tanyanya.
pip!
Lokasi ditemukan!
"Aku lupa bilang padamu. Saat di kafe tadi, dengan diam-diam aku memasukkan pelacak di saku jaketnya, lho. Dia tidak curiga? Kupikir kecerdikannya tidak sehebat yang kita kira."
><><><
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top