KUCING

"Bay, Bay, gue punya tebakan. Kucing, kucing apa yang bucin? Hayo tebak!" Arnold memberi teka-teki kepada temannya.

"Kucing bucin? Emang ada kucing bucin?"

"Ya ada lah, coba tebak dulu lah!"

Bay berpikir sejenak, mencoba memikirkan apa jawaban dari teka-teki sahabatnya barusan. "kucing betina? Iya nggak sih?"

"Bukanlah, tebak lagi."

"Nggak tahu ah, pusing pala gue. Emang apaan? Penasaran gue kucing bucin tuh gimana."

"Jawabannya .... kucingta dia!"

Bay terdiam, dia berpikir sejenak dimana letak bagusnya teka-teki ini? Datar banget, kek dada Byanka.

"Terus?"

"Ya, gitu doang, Bay, kan teka-tekinya cuma sampe situ. Lo paham nggak sih joke nya?"

"Kagak."

"Goblok!" maki Arnold murka.

"Lah, maksud amat lo ngatain gue goblok! Mau berantem? Sini gue jabanin, bajingan lo!"

"Eh, eh, kalian berdua!" Byanka tiba-tiba datang dan memisahkan keduanya. "Lo lo pada ngapain? Mau berantem di tengah kelas gini? Nggak malu lo pada?"

"Ngapain malu?" jawab Bay kesal. "Toh, gue nggak telanjang."

"Kalo goblok tuh sedang-sedang aja, Bay, kalo kek gini, wajar aja anak kecil ngatain lo cowo tolol." Arnold menyeletuk.

"Ya, ayo!"

"Lah lah lah!" Byanka menahan tubuh keduanya, yah meski pun harus sedikit menggunakan skill supernya, mencubit pinggang keduanya.

"Sakit, By, sakittt banget woi!"

"Ah, ah, ah!" Arnold menahan rasa sakitnya yang tak terhingga.

"Gue bilang udah ya udah. Bandel banget lo berdua." Dia menyudahi skill mencubitnya. "Sekarang jelasin, alasan lo berdua bisa ribut kek gini."

"Itu noh, si Arnold, ngejoke kek orang tolol."

"Apa? Apaan lo, emang dasar joke lo aja nggak bagus, Sat!"

"Lah, masih mau ribut lo berdua? Keknya harus gue tingkatin nih level mencubit gue." Byanka bersiap untuk mencubit pinggang keduanya, tapi Arnold segera tertunduk.

"Ampun, Byan, yang tadi aja masih sakit banget. Nggak kebayang gue kalo lo cubit lagi di area yang sama. Apa nggak menjerit gue!"

"Udahlah, nggak peduli gue soal rasa sakit lo itu. Coba deh ulang joke lo tadi. Gue penasaran, apa emang seampas itu sampe Bay jadi orang tolol kek gini."

"Eh, gue nggak tolol ya." Ucapannya terhenti tak kala melihat tatapan datar yang gadis itu keluarkan.

"Jelasin, Nold."

"Oke. Jadi, gini jokenya. Kucing, kucing apa yang bucin? Hayo tebak."

"Kucing bucin?" beo Byan.

"Jawabannya...."

"Diem ga!" Serangan cubitan itu tiba-tiba mengait daging pinggang Bay yang menjerit kencang.

"Iya, iya, iya, gue diem. Lepas dong, please, ah sakit banget!"

"Cih, lemah amat cowok!" Byanka melepas cubitannya.

Ia mengalihkan pandangannya, Arnold menelan susah salivanya. "Jawabannya ... kucingta dia! Gitu doang joke nya, Byan."

"Hem, lumayanlah buat gombalan."

Arnold bernapas lega setelah mendengar respons Byanka. Dia pikir, Byanka akan bereaksi sama seperti Bay dan memakinya tanpa henti. Dia bahkan sudah membayangkan beberapa respons Byanka seperti.

"Hah? Gitu doang? Joke apaan, mati aja deh lu."

Atau:

"Joke anak kecil gini lo coba ke orang dewasa. Lo waras nggak sih? Sadar hei, ini tuh joke sampah."

Bahkan yang terparah:

"Hem, pantes si Bay marah. Joke lo murahan gini, kek harga diri lo. Malu lah, udah gede masa ngejoke kek gini? Liat Bay, dia udah dewasa bahkan nggak ngeh sama joke yang lo kasih. Ck ck ck, kasihan banget si bocah satu ini."

***
Next!
Cewek China serba Merah

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top