Chapter 8: Devil Whisper
"Apa tujuan dari malaikat dan iblis saling mencintai bahkan hingga mereka memiliki anak? Itulah pertanyaanku sekarang." Profesor Henna meletakkan buku gambarnya di atas meja dan kemudian duduk di pinggiran mejanya.
Suara Profesor Henna berangsur-angsur tidak terdengar di telingaku yang kemudian berdengung. Aku mendengar sebuah bisikan. "Kau, kau gadis yang kami cari," kata suara itu.
Aku melirik ke arah Xander, kalau-kalau dia yang sedang mengerjaiku. Namun, aku melihat wajahnya yang cukup serius memandangi Profesor Henna sedang menjelaskan.
"Dia pasti akan membunuhmu dan para iblis akan menang," kata suara itu lagi.
Dengungan di telingaku semakin kencang hingga terasa ke otak. Aku menutup mataku dan menahan rasa sakitnya. Seperti ada seseorang yang memaksa masuk ke dalam otakmu tapi kau berusaha menghalaunya. Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi sampai aku menggenggam tangan Xander dan meremasnya.
"Kau kenapa?" tanya Xander, yang entah bagaimana suaranya terdengar jelas di telingaku sedangkan suara Profesor Henna masih tidak terdengar.
Aku tidak menjawab Xander, karena rasanya otakku tidak membiarkan mulutku untuk berbicara. Remasanku di tangan Xander semakin kencang dan kemudian dia memegangi wajahku dengan kedua tangannya. Awalnya terasa dingin dan menusuk, kemudian mulai terasa hangat, hingga akhirnya dengungan itu hilang.
Aku membuka mataku dan melihat Xander yang masih memegangi wajahku dengan tangannya. Dari sini aku bisa melihat mata Xander yang terlihat indah. Namun, kemudian aku mengingat mata hitam Xander dan membuatku bergidik, membuatku melepaskan tangannya dari wajahku.
"Aku baik-baik saja," kataku.
"Apanya yang baik, malaikat pelindungmu tidak tahu cara menghalau bisikan iblis karena itu kau merasakan sakitnya hingga ke otak." Xander kemudian menatap Profesor Henna lagi di depan.
Aku melirik Xander untuk beberapa saat. Kadang kata-katanya memang tidak bisa dipercaya. Namun, mengingat semua hal itu mungkin saja terjadi aku jadi mulai percaya dengannya. Mataku kini tertuju pada Profesor Henna lagi saat Kai menyenggol pundakku.
"Apa?" tanyaku pada Kai.
Kai tersenyum. "Aku rasa dia menyukaimu," kata Kai dan itu benar-benar membuatku hampir tertawa keras jika saja Kai tidak menutup mulutku.
"Kau bercanda?" bisikku. "Orang sepertinya tidak akan pernah jatuh cinta," kataku.
"Aku tahu, aku pernah membacanya dalam sebuah buku. Makhluk sepertinya tidak akan jatuh cinta, tapi bagaimana jika berbeda?" tanya Kai.
"Aku ingin kalian jadikan ini sebagai tugas," kata Profesor Henna yang sedang merapikan buku-buku gambarnya. "Cari tahu tujuan iblis dan malaikat saling mencintai dan aku akan menjadikan tugas ini sebagai tugas besar, dikumpulkan akhir semester ini. Selamat siang semuanya." Dan Profesor Henna keluar kelas.
Kai ikut merapikan buku gambarnya dan menyambar tas yang tergeletak di dekat kakinya. "Aku akan menemui sore nanti," katanya sambil keluar mendahuluiku.
"Seraphina," panggil seseorang dari belakangku saat aku baru saja berdiri dari kursi.
Aku menoleh ke arah sumber suara dan begitu juga Xander. "Ah, kau," ujarku. "Maaf aku lupa namamu," tambahku.
"Icarus," katanya. Sekarang tidak ada sayap di punggungnya, hanya ada pedang di belakangnya.
"Di mana sayapmu?" tanyaku sedikit bingung.
"Aku bisa menggunakannya jika aku mau," jawab Icarus. Kedua tangannya berada di belakang, kemudian dia berjalan menuruni tangga hingga ke tempatku berdiri.
"Oh, jadi sayapmu portabel?" tanyaku lagi.
Icarus tersenyum lebar sedangkan Xander menyeringai. "Dasar bodoh," gumam Xander.
Aku menoleh ke arah Xander dan memelototinya, menyuruhnya untuk diam, atau mungkin sebaiknya dia pergi saja dari ruangan ini.
"Xander," kata Icarus.
"Jangan ikut campur urusanku Icarus." Seperti biasanya, Xander menunjukkan wajah datarnya.
"Bagaimana bisa aku tidak ikut campur, jika kau mengganggu manusiaku. Aku malaikat pelindungnya dan aku berhak menjauhkannya darimu," bantah Icarus.
"Aku juga sudah menandainya agar dia kembali ke rumahku setelah sepuluh hari," bantah Xander juga, tidak mau kalah.
Suasananya cukup panas menurutku dan aku seharusnya mencairkannya. "Oke, oke. Jadi kalian merebutkanku? Dengar, aku sangat tersanjung dan aku hargai itu. Akan tetapi diperebutkan oleh dua orang makhluk yang rasanya tidak jelas, bahkan jenis kelaminnya." Aku melirik Xander. "Aku merasa kasihan dengan diriku sendiri, kenapa tidak pria normal saja yang merebutkanku? Oke, selagi kalian bertengkar, aku mau makan. Selamat bersenang-senang."
Aku kemudian meninggalkan Xander dan Icarus untuk bertengkar, karena aku tidak tertarik dengan percakapan mereka di saat perutku kelaparan. Aku membawa makan siangku sendiri yang di sediakan oleh Ibu dan mecari tempat duduk dengan meja di dekat taman depan.
Aku duduk dan mengeluarkan tempat makanku saat gerombolan gadis vampir menghampiriku. Mereka duduk di depan dan di sebelahku sambil memperhatikanku membuka bekal makanan. Aroma bawang tercium sangat menyengat dari masakan yang Ibu buatkan untukku. Ibu tahu aku sangat mengukai bawang karena itu dia menambahkan bawang cukup banyak.
"Kalian mau bergabung makan denganku?" tanyaku pada gadis-gadis vampir itu yang masih memandangi bekalku.
"Tidak terima kasih," kata salah satu gadis vampir berambut merah.
Aku mulai menyuap makananku. "Aku tidak memiliki darah untuk kalian, jadi maaf," kataku akhirnya saat mereka terus-terusan memandangiku. Aku mulai merasa tidak nyaman, jadi sekalian saja aku katakan pada mereka bahwa aku mengenali mereka.
Dari mata mereka aku bisa melihat kebingungan dan terkejut. "Apa?" tanyanya.
"Kau tahu maksudku, jadi sebaiknya katakan apa yang kalian inginkan?" tanyaku balik.
Gadis berambut merah itu melirik teman-temannya. "Pria yang tadi bersamamu, apa dia pacarmu?" tanya gadis itu akhirnya.
Aku memberhentikan makan siangku dan memandanginya serius. Gadis berambut merah itu mengerutkan keningnya. "Bagus," kataku. "Kau menyukainya?" tanyaku.
"Ya," jawabnya singkat.
"Aku akan perkenalkan kau dengannya, bagaimana? Aku akan membawamu ke rumahnya akhir pekan ini, kau mau?" aku mulai antusias sekarang. Bagaimana tidak, ada seseorang yang akan menggantikanku untuk mencintai Xander dan dia adalah seorang vampir yang tidak bisa mati dengan mudah.
"Kau serius?" tanyanya senang.
Aku mengangguk. Rasanya benar-benar seperti mendapatkan sebuah lotre secara berturut-turut.
"Ya, aku akan menemui akhir pekan ini. Terima kasih," ujar gadis berambut merah dan akhirnya dia berdiri dari kursinya. Gadis-gadis lainnya mengikutinya dan berjalan menjauhiku.
Aku menarik napas lega. Akhirnya semua ini akan berakhir dengan cepat, bahkan sebelum sepuluh hari seperti yang telah ditetapkan oleh Xander. Aku tidak akan berurusan dengan Xander, atau mungkin dengan Icarus lagi. Mengingat, dia muncul saat Xander juga muncul. Jika dia adalah malaikat pelindungku, seharusnya dia tidak hanya muncul saat Xander muncul saja. Karena itu aku tidak mempercayai Icarus, semuanya terdengar aneh.
Aku akhirnya menyuap makananku lagi saat tiba-tiba saja aku tersedak. Seperti ada seseorang yang mencekikku dan napasku tersenggal-senggal. Kemudian aku melihat kilasan Icarus yang sedang mencekikku, namun aku tidak berada di sana. Tiba-tiba diriku memukul Icarus dari sebelah kanan dan menghantam wajah mulusnya.
Kemudian Icarus menendangku, membuatku terguling di tangga. Mataku melihat ruangan tempat Profesor Henna mengajar tadi dan seketika aku kembali ke tempat aku sedang memakan bekalku. Apakah tadi Xander yang membawaku untuk melihatnya melalui matanya? Aku bertanya-tanya. Aku kemudian tersedak lagi, tapi pandanganku masih tetap sama.
Dengan cepat aku membawa bekal dan tasku berlari menuju ruangan Profesor Henna tadi mengajar. Aku harus cepat, sebelum Icarus membunuh Xander. Sebelum aku juga kehabisan napas karena Xander mencoba menghubungkan dirinya denganku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top