Chapter 2: Stuck Here


"Oke kalau tidak mau, aku akan panggil my fairy God father. Dia akan datang dan membawaku pulang."

"Kau masih ada di Chicago, Seraphim."

"Namaku Seraphina, bukan Seraphim dasar aneh," gerutuku.

"Seraphina itu diambil dari kata Seraphim." Pria itu kemudian memalingkan wajahnya ke arah tempat tidur.

"Terserah, jika aku masih di Chicago, kalau begitu biarkan aku keluar dari sini. Aku bisa pulang sendiri," kataku sambil berdiri.

Pria itu kemudian menggeleng. "Tidak, kau tidak akan ke mana-mana sampai kau mencintaiku."

Aku membelalakkan mata. Hampir tersedak dan setengah tertawa. "Kau pikir mencintai seseorang itu mudah?" tanyaku. "Cinta itu butuh proses dan dalam prosesnya itu kau akan tahu apakah kau mencintainya atau kau hanya sekadar kasihan."

Pria itu memiringkan kepalanya. Dia terlihat sedikit kebingungan. "Aku tidak mau tahu, kau harus mencintaiku. Kalau tidak kau tidak akan pernah keluar dari rumah ini."

Aku bertolak pinggang. Berusaha terlihat galak. "Aku akan mencari pintu keluarnya jika kau tidak mau memberi tahu, dasar pria aneh." Aku kemudian berjalan keluar kamar untuk pergi mencari pintu keluar itu sendiri.

Sekarang, aku sudah menemukan pintu keluarnya, aku bahkan sekarang berada tepat di depan pintu gerbang. Namun, saat aku berusaha keluar, aroma besi terbakar tercium dari pintu gerbang itu. Aku melihat pintu gerbang besi itu mengeluarkan asap, saat aku berusaha memegangnya, membuatku langsung menarik tanganku dari besi itu.

"Apa yang kau lakukan dengan pintu gerbangnya?" tanyaku kesal saat melihat pria itu dari balkon kamar tempat aku tadi tertidur.

"Aku hanya memantrainya seperti gerbang neraka," kata pria itu santai.

"Dasar gila! Cepat keluarkan aku dari sini!" perintahku.

"Sudah aku bilang, kau hanya bisa keluar jika mencintaiku." Pria itu kemudian masuk ke dalam kamar kembali.

"Arghh," gumamku kesal. Sambil melompat-lompat tidak jelas, aku masuk kembali ke dalam rumah untuk membujuknya. "Ayolah, aku tidak bisa mencintai seseorang begitu saja. Lagi pula aku juga tidak tahu namamu."

Pria itu turun dari tangga dan menghampiriku. "Xander Averous," bisiknya di telingaku.

Aku mundur beberapa langkah untuk menjauhkan dirinya dariku. Suaranya membuatku bergidik. "Oke Xander, aku tidak bisa mencintaimu begitu saja. Butuh waktu dan proses untuk mencintaimu dan belum tentu aku bisa melakukannya," jelasku.

"Berapa lama untukmu bisa mencintaiku?" tanyanya.

Aku tertegun. Pria ini benar-benar aneh. Untuk apa dia memintaku mencintainya? Seperti tidak ada gadis lain saja yang menyukainya dan dia sudah putus asa karena tidak mendapatkannya. "Dua tahun mungkin atau lebih," kataku ragu.

"Lebih baik menunggu dua tahun daripada dua ribu tahun." Xander kemudian berjalan ke sofa di tengah ruangan dan duduk dengan santainya.

Aku hanya mengamatinya saat pria itu berjalan dan duduk di sana. Sambil menarik napas panjang, aku memohon padanya. "Aku tahu makhluk immortal sepertimu bisa hidup ribuan tahun. Namun, aku tidak, karena itu aku tidak mau menyia-nyiakan hari-hariku begitu saja," kataku dengan lembut.

Xander tidak menatap ke arahku dan hanya memandangi perapian di depannya. Aku menggeleng-geleng sambil bertanya-tanya. Apa yang dia lihat? Hanya ada perapian kosong, bahkan tidak ada televisi.

"Baiklah aku akan panggil my fairy God father untuk melacak dan menjemputku." Aku merogoh saku celanaku untuk mengambil telepon genggam.

"Dengan apa? Telepati?" tanyanya dengan sinis.

Aku mengeluarkan ponselku dan mengoyangnya. "Dengan meneleponnya dasar aneh," makiku.

Xander kemudian berdiri dan menghampiriku dengan satu gerakan yang begitu cepat, kemudian mengambil ponselku serta melemparkannya. Mulutku terbuka tidak percaya. "Ponselku!" teriakku dan kemudian memukul bahu Xander.

Saat aku memukul pria itu, aku merasakan sebuah sengatan hebat yang membuatku penasaran. Aku kemudian memukul Xander lagi dan rasa sengatan itu muncul lagi.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Xander.

Aku mulai memukulnya lagi dan lagi saat tangan Xander akhirnya menangkap pergelangan tanganku. Aku melihat Xander dalam pandangan yang berbeda. Sebuah sayap mengembang di belakang punggung pria itu. Berwarna putih bersih dan terlihat besar. Seolah-olah dia bisa menghempaskanku dengan sayapnya. Dan juga melihat dua buah tanduk di atas kepala Xander. Seperti tanduk hewan, namun bedanya tanduk itu mengeluarkan aura gelap dan berapi.

Aku melepaskan pergelangan tanganku dari Xander. Pria itu kemudian menatapku bingung karena aku terlihat sedikit ketakutan. "Ada apa?" tanyanya.

"Tidak ada apa-apa," jawabku. Aku tidak mau dia tahu bahwa aku melihat gambaran dirinya yang sebenarnya. Aku sebenarnya sedikit takut, namun selama dia tidak mengetahui bahwa aku mengetahuinya mungkin bisa membuat ketakutanku sedikit berkurang.

Aku akhirnya berlari untuk mengambil ponselku yang untungnya masih bisa menyala. Kutelpon Kaid dari panggilan cepat dan mendengar suara gumaman seperti seseorang sedang melakukan sesuatu.

"Kai," kataku pelan. "Kau bisa lacak aku ada di mana? Aku berada di rumah seseorang, tapi aku tidak tahu di mana," kataku lagi.

Tidak ada jawaban.

"Kai? Kau dengar aku tidak?" Aku mulai kebingungan karena tidak bisa mendengar suara Kai sama sekali. Hanya sedikit gumaman dan beberapa suara aneh dari ujung telepon.

Tiba-tiba aku mencium aroma terbakar dari telepon genggamku dan aku melemparkannya secara spontan. Aku mengarahkan pandanganku ke Xander. Dia hanya menatapku datar dan berbalik dariku.

"Ughhh!" gumamku kesal. Kenapa dia sangat menyebalkan, sih? Batinku. Jika dia adalah manusia, mungkin aku sudah memukulinya dengan tongkat golf. Beruntungnya dia adalah seorang immortal yang memiliki kekuatan.

Tunggu? Belum tentu dia immortal, kan? Seperti manusia serigala, mereka tidak abadi. Namun, aku masih tetap saja menyebut mereka immortal. Ya, setidaknya dia hidup lebih panjang dibanding aku.

Dengan kesal aku menghampiri Xander dan berdiri di depannya. Pria itu masih tidak memandangiku. "Aku punya kehidupan, aku punya keluarga, aku punya pekerjaan, dan kau harus mengembalikanku."

Mata Xander masih tidak tertuju padaku. "Aku bukanlah gadis yang tepat untuk mencintaimu." Aku masih terus mencoba meyakinkannya. Namun, mata Xander masih tidak tertuju padaku. Seolah ada hal yang lebih menarik untuk dilihatnya ketimbang melihat diriku yang sedang memohon.

Aku kemudian merunduk untuk mendekatkan wajahku padanya, agar dia melihat mataku. Dalam jarak ini aku bisa mengakui bahwa Xander memiliki wajah yang tampan. Namun, ada sisi gelap yang menyelimuti dirinya sehingga membuat diriku tidak boleh mengenalnya lebih jauh lagi.

Aku melihat sebuah kilatan api dari mata Xander dan akhirnya membuatku menyerah untuk membujuknya. Akhirnya aku berbaring di lantai sambil berguling-guling. Tidak tahu mengapa aku melakukan ini, tapi yang jelas ini adalah efek stres karena tidak bisa keluar dari tempat yang hampir mirip dengan penjara ini.

Xander berbalik dan menatapku. Akhirnya dia terbujuk juga untuk memperhatikanku, setidaknya dia melihat bagaimana sikap anehku agar dia segera memulangkanku.

"Dasar fana," ejeknya.

Aku baru saja ingin mengatakan, dasar makhluk bersayap dan bertanduk. Namun, aku memilih diam dan tidak membalasnya. Kemudian aku bangkit dari lantai tempatku berguling-guling tadi dan berjalan keluar rumah dengan kesal. Dia memintaku untuk mencintainya, tapi bagaimana aku bisa mencintainya jika sikapnya saja menyebalkan.

"Aku ini Demigod, aku pasti bisa keluar dari rumah ini tanpa kau kehendaki," gerutuku sambil berjalan keluar rumah.

Saat sampai di depan gerbang, aku menarik napas panjang untuk menggenggam besi itu dan memanjatnya. Aroma terbakar mulai tercium lagi saat aku baru saja menaikkan satu kakiku. Namun, aku masih bisa menahannya dan terus memanjat. Saat kedua kakiku sudah naik ke atas pintu gerbang itu, tubuhku seolah menolak dan aku terlempar jauh ke belakang.

Untuk kedua kalinya dalam satu hari aku merasakan tubuhku tidak merespon sama sekali. Dadaku naik dan turun, udara di paru-paruku dipaksa untuk keluar tanpa bisa aku hirup. Kepalaku semakin pusing dan akhirnya mataku terpejam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top