Chapter 15: The Sign

"Aku tidak tahu bagaimana caranya pergi ke rumah Xander," kataku berusaha jujur.

Gadis vampir itu menatapku bingung. "Maksudmu kau tidak ingat jalannya?" tanyanya.

"Semacam itu," jawabku sedikit ragu.

Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Apa ada semacam kata ajaib yang harus kukatakan agar bisa pergi ke rumahnya. Aku kemudian berusaha mengingat ciuman itu, merasakan setiap sensasi yang lebih kepada sebuah memori menyeramkan yang disalurkan padaku. Dan kemudian pikiranku beralih pada wajah Xander, kemudian rumahnya. Tata letak setiap barang-barangnya dan ranjangnya.

Bibirku mulai terasa panas, seolah ada lebah yang menyengatnya dan sedikit mati rasa. Gadis vampir itu kemudian mulai memperhatikan sikap anehku.

"Bibirmu," katanya. "Ada sebuah tulisan di sana," tambahnya.

Aku mengambil ponselku dan memfotonya agar bisa melihatnya. Gadis vampir itu benar, ada sebuah tulisan di sepanjang bibir bawahku. Ya Tuhan, apakah ini akan hilang? Aku melihat tulisan itu tidak seperti bahasa yang aku kenali, anehnya aku bisa membacanya.

"όπου πρέπει να είστε, εκεί που επιστρέφετε,"* aku membacanya dengan keras-keras. Yang sebenarnya aku tidak tahu artinya.

Aku memegang tangan gadis vampir itu dengan cepat dan tiba-tiba saja kami berada di tempat lain. Rumah Xander tentu saja. Gadis vampir itu menatapku sedikit aneh.

"Apa itu kemampuanmu?" tanya gadis vampir itu.

"Bukan aku yang melakukan itu, tapi pria yang akan kita temui ini yang melakukannya." Aku mulai melihat ke kanan dan kiri, mencari sang tuan rumah yang belakang ini tidak bertemu dengannya.

"Kau mau apa ke sini, Seraphim?" tanya Xander yang muncul entah dari mana.

Aku berbalik mencarinya dan mendapati Xander dengan baju santainya. "Ah, aku membawakanmu seorang gadis seperti yang aku janjikan." Aku melirik gadis vampir itu. "Siapa namamu lagi?" tanyaku.

"Penta," katanya.

"Ya, Penta adalah teman satu kampus dan satu jurusan denganku. Dia melihatmu datang bersamaku waktu itu dan dia tertarik denganmu," kataku jujur.

Penta menyiku pinggangku yang berarti aku telah membocorkan rahasianya. Namun, aku memang berkata jujur dan aku ingin melakukannya agar terlihat lebih mudah.

Xander mendekati Penta dan memindainya. "Dia seorang vampir," kata Xander dengan nada yang cukup tidak enak. Seolah-olah dia merendahkan jenis gadis itu.

Aku melihat ada sedikit kekecewaan dari raut wajah Penta dan dia sedikit menunduk. "Well, aku yakin jenis apa pun itu tidak masalah. Jika kau menginginkan cinta darinya, vampir atau manusia itu tidak penting lagi. Kau hanya butuh cinta itu."

Xander melipat lengannya di dada. Otot-otot bisepnya menonjol dan membuatku tidak fokus. "Aku beri kau nasehat, cinta tidak memandang siapa dirimu. Kau hanya butuh kepercayaan bahwa dia akan mencintaimu," kataku.

Xander akhirnya menyetujuinya. Aku berniat pulang setelah ini, tapi aku mendengar perkataan-perkataan Xander mengenai perjanjian. Mengenai bahwa dia bisa tetap tinggal di sini dan tetap kuliah. Penta masih bisa menjalani kehidupan dan rutinitas seperti biasanya.

Aku jadi iri padanya, waktu itu Xander bersikeras untuk membuatku tetap tinggal dan tidak bisa pergi ke mana pun. Aku bertanya-tanya apa yang membuat pikirannya jadi berubah. Belakang ini sifat Xander memang sedikit berubah. Apa semua ini karena diriku? Apa karena kata-kataku waktu itu?

"Aku akan menjemputmu setiap kau akan pulang ke tempatku. Kau hanya perlu berbisik di telapak tanganmu bahwa kau ingin pulang." Aku melirik ke arah Xander yang memberikan tanda pada Penta di telapak tangannya.

Xander melirikku saat melihat bahwa aku sedang mengamatinya. Aku segera berbalik dan mengalihkan pandangan. Dan semuanya kembali ke taman selatan kampus.

***

Malam ini pesta halloween. Aku sudah berjanji pada Kai untuk datang. Walaupun aku tidak yakin apa yang harus aku kenakan. Aku membuka lemari pakaianku dan mulai mengobrak-abriknya. Tidak ada satu pakaian pun yang bisa aku kenakan untuk pesta halloween. Setidaknya itu berarti semua pakaianku normal.

Ibu muncul dari ambang pintu dan melihat wajah frustasiku. "Mau berkencan?" tanyanya.

Aku melirik ibuku. "Hanya pesta halloween. Kai memintaku untuk datang, dia mau memperkenalkanku dengan pacar manusianya," jawabku sambil beralih pada baju-bajuku lagi.

"Benarkah?" Ibu sedikit terkejut. "Aku kira Kai hanya akan berkencan dengan sesama peri."

"Aku kira juga begitu," aku menyetujuinya. "Bu, apa kau tidak memiliki pakaian untuk aku kenakan?" tanyaku frustasi.

Ibuku menarik bola matanya ke atas, terlihat sedang berpikir. "Mungkin Ibu punya satu, tapi sudah agak lusuh."

"Tidak apa-apa, aku sudah frustasi di sini." Aku memohon.

"Baiklah." Kemudian ibuku menuju kamarnya sedangkan aku mengikutinya dari belakang.

Saat Ibu mengeluarkan sebuah baju dengan model abad pertengahan aku sedikit ragu. Namun, dari pada tidak ada. Aku tahu ini terlalu tua, tapi aku rasa bukan hanya diriku yang akan terlihat aneh nanti. Lagi pula, ini pesta halloween dan semua orang mengenakan baju aneh.

"Ini baju yang Ibu kenakan saat pementasan drama waktu kuliah dulu." Ibuku kemudian memberikannya padaku.

Aku tidak melihat gaun atau pun jubah wanita. "Kau jadi musketeer?" tanyaku penasaran.

Ibu mengangguk. "Waktu itu para gadis tidak menginginkan peran ini, mereka semua ingin mengenakan gaun. Sedangkan tim drama kami membutuhkan satu musketeer lagi. Dan para pria sudah mendapatkan peran mereka yang tidak bisa digantikan."

"Akhirnya Ibu yang menjadi musketeer terakhir itu?"

Ibu mengangguk pelan. Aku kemudian beralih menatap baju itu. Jika aku mengenakannya, aku pasti terlihat seperti seorang prajurit bukan seorang putri. Namun, kemudian aku berpikir, aku memiliki sebuah pedang asli yang bisa aku manfaatkan sebagai propertiku. Yang aku yakini orang-orang akan melihatnya seperti pedang palsu.

"Terima kasih, Bu," kataku dan berlari menuju kamar.

Aku sangat bersemangat mengenai pedang itu. Saat aku mengeluarkannya, cahaya lampu terasa begitu menyilaukan saat terpantul dari mata pedangnya. "Aku mohon jangan menghilang, aku membutuhkanmu untuk properti halloween-ku." Aku berusaha memohon pada pedang itu. Mengingat, Icarus mengatakan bahwa pedangnya akan hilang jika aku tidak membutuhkannya. Namun, sekarang aku membutuhkannya, kan?

Pukul delapan tepat, aku berhasil mengenakan pakaian prajuritku. Aku kemudian menyambar pedang di atas ranjang dan mengenakannya di pinggang. Aku melihat pantulan diriku di cermin. Benar-benar terlihat seperti seorang musketeer. Sambil mengikat rambutku ke atas aku melihat layar ponselku yang berdering. Aku mengangkatnya.

"Sera, kau di mana? Kau akan datang, kan?" suara Kai terdengar begitu khawatir.

"Aku sudah bersiap-siap, tenang saja." Aku berusaha menenangkannya. Kai tipikal pria yang cepat khawatir kalau semuanya tidak berjalan lancar. Aku yakin dia mengajakku agar dia tidak terlihat begitu gugup saat berkencan nanti. "Aku akan sampai dalam lima belas menit."

Aku menutup telepon dan menyelesaikan ikatan rambutku. Setelah yakin dengan ikatannya, aku beranjak dari kamarku. Ibu sedang libur hari ini, jadi dia akan menghabiskan malamnya di rumah. Aku melihatnya sedang menonton salah satu acara televisi yang sejujurnya menggodaku juga untuk ikut bergabung dengannya sambil menarik selimut dan memakan popcorn.

Namun, aku tidak ingin mengecewakan Kai, aku akan membantunya malam ini. Setidaknya aku bisa membuka pembicaraan jika Kai tidak berani melakukannya nanti. Dan setidaknya itu yang bisa aku lakukan setelah banyak kebaikan yang dia lakukan padaku.

"Aku berangkat, Bu," ujarku sembari mengecup kepalanya. Dan menyambar kunci mobil di nakas.

***

*Dimana kamu seharusnya berada, itulah tempatmu kembali.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top