Chapter 11: Ouch, That Kiss!
Aku tidak pernah melihat pedang sungguhan, bahkan di museum-pun aku belum pernah. Melihat pedang asli seperti ini benar-benar membuatku terlihat lebih percaya diri. Ukuran pedangnya cukup besar dan cukup berat juga. Namun, entah mengapa aku bisa mengayunkannya dengan begitu mudah.
Aku tahu sejarah mengenai Excalibur. Salah satu pedang legendaris milik Raja Arthur. Ada beberapa perbedaan sejarah mengenai cerita pedang itu. Sejarah yang pertama mengatakan bahwa pedang Excalibur adalah pedang yang tertancap di batu dan tidak bisa dilepaskan. Namun Raja Arthur dapat mencabut pedang itu. Dan dikatakan bahwa siapa pun yang bisa mencabut pedang itu dari batunya maka Inggris menjadi kekuasaannya.
Sejarah yang kedua mengatakan bahwa Excalibur bukanlah pedang yang tertancap di batu. Sejarah mengenai pedang Excalibur dan pedang yang tertancap di batu itu dikatakan adalah pedang yang berbeda. Aku tidak tahu mana yang benar dan pasti. Namun, sekarang aku melihat pedang itu langsung, tidak tahu di antara kedua sejarah itu mana yang menjadi sejarah pedang yang aku pegang ini.
Icarus kemudian mengamatiku yang masih terkagum-kagum dengan pedangnya. "Xander mengatakan bahwa dia telah menandaimu, apa itu benar?" tanya Icarus padaku.
"Entahlah, aku tidak yakin." Aku masih mengayunkan pedangnya.
"Aku harus melihat tanda itu, mungkin aku bisa menghapusnya," kata Icarus.
"Bagaimana menghilangkan benda ini kembali?" tanyaku balik.
"Dia akan menghilang sendiri jika kau tidak membutuhkannya lagi," jawabnya.
Aku kemudian berhenti mengayunkan pedang itu dan seketika pedang itu menghilang.
"Seraphina, aku harus melihat tanda itu," desak Icarus.
Aku mengerjap, berusaha mengingat-ingat apakah Xander pernah menandaiku atau semacamnya. "Bagaimana Xander bisa menandaiku?" tanyaku kemudian.
"Saat kau pertama kali menyentuh kulitnya langsung, itu bisa membuat Xander bisa menandaimu." Icarus memandangiku penuh penasaran.
"Tanganku, aku menyentuh Xander dengan tanganku waktu itu dan juga pergelangan tanganku. Dia menandai pergelangan tanganku saat itu dan aku melihat ada tato kecil yang menghilang begitu saja di pergelangan tanganku," jawabku dan Icarus langsung menarik lenganku.
Pria itu memindai, seolah mencari sesuatu di telapak tanganku hingga pergelangan tangan. Namun, wajahnya menunjukkan kekecewaan karena tidak menemukan sesuatu yang dicarinya. "Aku tidak menemukan apa pun di telapak tangan dan pergelangan tanganmu." Icarus kemudian melepaskan tanganku.
Aku kemudian berpikir lagi, seingatku aku juga tidak menyentuh kulit Xander langsung saat aku memukulnya pertama kalinya. Melainkan, tanganku terhalang oleh baju. Itu berarti satu-satunya aku menyentuh kulit Xander pertama kalinya adalah saat aku menciumnya. Aku melototkan mataku sambil menjilati bibirku. Namun, aku tidak akan mengatakan hal itu pada Icarus. Tentu saja aku tidak akan bilang bahwa aku mencium Xander.
"Kenapa? Kau ingat sesuatu?" tanya Icarus.
Aku menggeleng, berbohong. "Tidak, bukan urusan yang penting. Hanya masalah tugas kuliah yang belum aku selesaikan," jawabku.
Icarus mengangguk. "Baiklah, jika ada apa-apa kau sudah tahu harus melakukan apa, kan?" tanyanya, memastikanku.
"Ya, tentu saja." Aku mengangguk. Icarus kemudian menghilang.
Aku benar-benar tidak habis pikir dengan Icarus. Dia tampan, seorang malaikat, dan apakah dia bisa mencintai seseorang? Atau apakah dia hanya bekerja untuk menolong manusia? Aku akui, pesona Icarus begitu kuat dan membuatku hampir tidak bisa mengatur napas setiap kali bertemunya. Aku bahkan tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan itu, rasanya benar-benar muncul tiba-tiba.
Mengingat Icarus yang seorang malaikat, aku jadi mengingat nephilim. Mengulangi pertanyaanku mengenai, apakah nephilim juga ada di dunia ini? Aku rasa itu mungkin saja, aku saja keturunan setengah Dewa. Tentu saja keturunan setengah malaikat dan setengah manusia pasti ada, aku hanya belum pernah bertemu dengannya.
Pintu berbunyi terbuka. "Sera?" teriak ibuku saat masuk ke dalam rumah. "Kau sudah pulang? Aku melihat seseorang berdiri di depan rumah tadi," kata Ibu.
Aku mengangkat sebelah alisku, berusaha mengingat siapa yang akhir-akhir ini ingin mengunjungiku. "Apa itu, Kai?" tanyaku. Ibu kemudian sudah berdiri di belakang sofa yang aku duduki.
Ibu menggeleng. "Seorang gadis, kelihatannya seumuran denganmu. Warna rambutnya hitam." Ibu mendeskripsikan orang itu.
Aku mulai berpikir. Tidak mungkin Kai, karena Ibu bilang seorang gadis seumuranku. Bukan juga gadis vampir yang aku temui beberapa jam lalu, karena dia memiliki rambut berwarna merah bukan hitam. Aku akhirnya menyerah dan mengabaikan semua itu. Jika dia memang ingin menemuiku, pasti dia akan kembali atau mungkin menghubungiku.
Aku kemudian menyalakan televisi dan menonton tayangan ulang film serial kesukaanku, Supernatural. "Dean, ya ampun! Kau tampan sekali," kataku sambil memeluk bantal dan membayangkan tokoh dalam film serial itu berada di depanku.
"Dasar fana, tontonanmu benar-benar tidak bagus." Suara menyebalkan itu lagi.
"Arghh," keluhku. Aku kemudian membiarkan Xander duduk di sampingku yang akhirnya ikut menonton.
"Tokoh Winchester bersaudara benar-benar tidak masuk akal." Xander mengomentari.
"Bisakah kau diam untuk sesaat dan nikmati saja filmnya?" Aku memutar bola mataku.
Xander kemudian diam. Setelah satu episode habis dan saat aku pikir dia sudah benar-benar diam, aku meliriknya. Mata Xander terpejam. Aku bangkit dari sofa dan mengambil selimut dari kamarku. Walaupun dia menyusahkan, dia tetap seseorang yang butuh diperhatikan. Saat aku mengingat masa lalu Xander yang diperlihatkan padaku, membuat diriku kasihan padanya.
"Makhluk sepertimu bisa lelah juga?" ujarku sambil menyelimuti Xander. Kemudian mata Xander terbuka tiba-tiba, namun mata hitam penuhnya yang muncul.
Xander tidak bergerak sedikit pun. Namun, matanya tetap terbuka dengan hitam penuhnya. Aku mengibas-ngibaskan tanganku di depan wajahnya dan dia tetap tidak bergerak. Bulu romaku semakin berdiri dan akhirnya kututupi wajahnya dengan selimut. Dia bahkan masih tidak bergerak.
Aku berlari menuju kamarku dan mengunci pintunya. Wajah Xander berhasil membuatku takut. Rasanya seperti baru saja melihat sebuah pemanggilan setan dan Xander adalah perantaranya. Benar-benar menyeramkan, terutama saat melihat warna matanya yang berubah menjadi hitam penuh.
Aku melompat ke atas tempat tidur dan menyesapkan tubuhku ke dalam selimut. Aku berharap, bisa bermimpi indah malam ini. Apa saja selain melihat mata hitam penuh Xander. Kupejamkan mataku dan mulai mengantuk.
***
Aku merasakan tempat tidurku sedikit menyempit. Mataku masih terpejam dan aku mulai berguling-guling ke sana ke mari. Namun, aku merasakan seseorang terbaring di sampingku. Aku pikir mungkin ibuku yang tidur di sampingku karena dia merasa kesepian tidur sendiri di kamarnya. Beberapa hari yang lalu, Ibu juga tidur bersamaku.
Aku membuka mata dan langsung terperanjat saat melihat seorang pria berbaring di tempat tidurku. Xander yang tertidur di sampingku lebih tepatnya. Dia masih mengenakan baju yang kemarin, namun tetap saja dia tidur di ranjangku, bersamaku.
"Xander!" teriakku. Aku kemudian bangkit dan mulai menyeret pria itu turun dari tempat tidurku. Tubuhnya benar-benar berat, bahkan saat aku menariknya, aku berkali-kali terjatuh.
"Kau berisik sekali! Kenapa kau mengganggu ketenangan di rumahku!" Mata Xander masih terpejam.
"Rumahmu apanya, hah! Kau tidur di ranjangku!" bantahku dan menarik lengan Xander.
Pria itu kemudian membuka matanya dan menatapku. "Apa yang kau lakukan? Kau memindahkanku?" protes Xander.
Aku melototkan mata tidak percaya. "Kau bercanda? Memangnya aku punya kekuatan super seperti Hercules?" bantahku lagi.
Xander duduk di pinggiran ranjang sambil memegangi kepalanya. Seharusnya aku yang seperti itu, bukan dirinya. Xander kemudian melirikku. "Aku tidak pernah bermimpi seperti ini sebelumnya," katanya.
Lagi-lagi kata-kata Xander membuatku ingin tertawa. "Kau pikir ini mimpi?" tanyaku sambil tertawa.
Wajah Xander terlihat serius. "Awalnya aku kira ini mimpi, tapi aku tidak tahu jika itu bisa menghubungkanku dengan alam bawah sadarku," jelasnya. Yang sejujurnya aku tidak mengerti sama sekali.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top