「↻┇𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎┆ 𝒂𝒃𝒐𝒖𝒕 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈」

✩。:*•.───── ❁ ❁ ─────.•*:。✩

𝒔𝒆𝒓𝒂𝒑𝒉𝒊𝒄

✩。:*•.───── ❁ ❁ ─────.•*:。✩

Satu Minggu berlalu setelah insiden itu. Satu minggu Pula sang Ayah tak membiarkannya berkeliaran bebas di dunia Luar. Ia memang di ijinkan untuk pergi jalan jalan, tetapi hanya di sekitaran kediaman dan itu pun harus di jaga oleh sang ayah. 

[Name] juga tidak bisa melakukan apa - apa. Tepatnya sih tak mau melakukan apa - apa. Karena ia merasa sudah sangat bersalah kepada sang ayah. 

Kini sang rembulan tampak bersinar lebih terang daripada malam biasanya. Di dampingi kemerlap bintang yang bertabur, malam tampak begitu mempesona. Kini [Name] tengah berbaring di kamarnya sembari menyusui si manis Hiro. Sedangkan Haru sudah terlelap sejak setengah jam lalu.

Matanya memandang jendela yang sengaja ia buka. Menatap intens rembulan, seolah menunggu kedatangan seseorang. Tetapi itu pasti tidak mungkin terjadi. Gojou Satoru tak akan pernah muncul lagi di hadapannya. 

srek...srek..

Suara mencurigakan terdengar dari luar jendela. Membuat [name] bangkit kemudian menghampiri Jendela. Tiba - tiba angin berhembus kencang, meniup beberapa helai rambut legam miliknya sehingga menutup pandangannya. Detik berikutnya, ketika matanya kembali terbuka, ia di kejutkan dengan pemandangan pertama yang di suguhkan.

"Hai"

Suara baritone milik seseorang yang begitu ia kenal. Seseorang yang selalu ia harapkan kedatangannya. Siapa lagi kalau Bukan Gojou Satoru. Si gila itu memang sudah gila. Ia masih berani menemui [Name] dengan cara memanjat, memaksa masuk ke dalam kamar [Name] yang berada di lantai dua ini.

Mata [Name] terbelak. Ia begitu terkejut sehingga tak bisa mengeluarkan suara. Tangannya dengan refleks menarik leher Satoru dengan kasar. Mempertemukan bibirnya dengan bibir tipis milik Satoru. Menyalurkan rasa rindu yang terasa menumupuk, seolah untuk memberitahu satoru betapa ia ingin menemuinya.

Pada awalnya, Satoru begitu terkejut dengan apa yang [name] lakukan. Tapi ia tak munafik, ia juga begitu merindu sang wanita. Satoru menyampirkan lengannya di pinggang ramping milik [Name]. Menggendongnya kemudian memeluknya erat, seolah tak ingin ia berpisah lagi dengan wanita yang selalu menghantui mimpinya di malam hari.

Beberapa detik berlangsung, mereka telah merasakan dunia seolah milik mereka berdua. [Name] melepas tautan hangat keduanya. Ia memandang wajah tanpa penutup mata itu. Manik milik Satoru seolah bercahaya di gelapnya malam. Kemudian ia memeluk leher Satoru erat. Enggan di tinggal lagi.

"Aku merindukanmu, [Name]" Ujar Satoru sembari membalas pelukan erat [Name]. Ia memjamkan mata sejenak, merasakan hangat mengalir dari tubuh mungil milik [Name]. "Aku juga" Kedua insan ini kembali di mabuk asmara di malam berbintang ini.

"Apa luka mu sudah sembuh?" Tanya [Name]. Kini keduanya terduduk di jendela, ermandikan cahaya rembulan. "Sudah tidak terlalu sakit" Ujarnya. berkata seperti itu agar [Name] tidak khawatir padanya. Jujur, sebenarnya itu begitu menyakitkan. Tapi melihat Isamu meneteskan air matanya membuat ia merasa rasa sakit itu pantas ia dapatkan.

Karena ia telah menghancurkan putri satu satunya milik Isamu.

"Maafkan ayahku, ia memang seperti itu" ujar [Name] dengan nada bersalahnya. Satoru dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak, ayahmu benar. Aku yang salah. Mungkin jika suatu saat aku memilik seoranh putri satu satunya, dan melihat putriku di sakiti oleh lelaki aku akan bereaksi seperti itu juga. " ujar Satoru sembari menenggakkan kepalanya. Menatap langit - langit kamar [Name] yang masih sangat tradisional itu.

Kini di kepalanya berputar banyak hal yang menjadi bebannya selama seminggu ini. "Aku sempat berpikir untuk menjauihi mu, membiarkan mu bebas dariku dan bertemu pria yang lebih baik dariku" Ujar Satoru membuat [Name] terbelak. Apa Satoru sudah tidak membutuhkannya?

"Tapi, aku ingin egois sekali lagi [Name]" Lanjutnya sebelum [Name] berhasil membuka suaranya. Karena itu, [Name] kembali terdiam. Penasaran dengan kalimat yang akan di keluarkan oleh Satoru selanjutnya.

"Sekali lagi, aku ingin egois. Aku mulai menyadari bahwa aku tak akan bisa hidup tanpa mu. Apalagi setelah melihat kedua putaraku. Aku tak bisa hidup tanpa kalian." Suasana berubah menjadi keheningan setelah Satoru menutup mulutnya. Tak ada yang mau membuka mulut.

"Jadi, apa kau mau pergi dari sini bersamaku?"

Ujar Satoru yang entah mengapa membuat kedua mata [name] terasa memanas. Satoru benar - benar berbeda. Matanya berkaca - kaca. Seolah semua penantiannya kini terbayar lunas. 

"Aku juga, Satoru. Aku juga ingin sekali lagi egois. Walau selama ini sikapku selalu egois. Tetapi tak munafik, sulit melupakanmu yang sudah lama singgah di hatiku. "

Terjadi jeda sejenak sebelum [Name] melanjutkan kalimatnya. Ia menari nafas panjang kemudian menghembuskannya. Dengan senyum manis yang merekah di wajahnya, Ia menjawab ajakkan Satoru dengan begitu yakin. 

"Aku mau pergi bersamamu"

✩。:*•.───── ❁ ❁ ─────.•*:。✩

𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒏𝒅

✩。:*•.───── ❁ ❁ ─────.•*:。✩

【 24 Juli 2021】

Finally the end hehe. prolog menyusullll

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top