4. Bala Bantuan

Perlahan-lahan FrostFire membuka kedua kelopak matanya. Selimut tipis yang menjadi sekadar formalitas menutupi tubuhnya segera disibakkan. Kedua netra merah-aquamarinenya melirik ke arah sebuah jam yang terpasang pada dinding kamarnya.

"Wah aku kesiangan," gumam FrostFire. Ia melihat jarum pendek jam dindingnya itu menunjuk pada angka sembilan sementara jarum panjangnya mendekati angka dua belas. Memang matahari yang bersinar menembus tirai jendela kamar kediaman FrostFire terlihat sudah tinggi dan menyilaukan.

FrostFire mendorong tubuhnya yang berbalut kaus tanktop merah berdiri. Sembari menggaruki kepalanya yang rambutnya acak-acakan, FrostFire berjalan perlahan menuju kamar mandi.

Sesampainya di dalam kamar mandi, FrostFire langsung memulai ritual pagi harinya. Dimulai dari menjawab panggilan alam dan berlanjut ke menggosok gigi. Kemudian FrostFire melepaskan kaus tanktop merahnya sebelum membuka keran pancuran kamar mandinya.

"Ah nanti sajalah mandinya, mumpung libur," gumam FrostFire seorang diri. Ia memutuskan untuk mencuci muka saja. Tidak lupa ia membasahi rambutnya supaya lebih mudah disisir.

Kembali FrostFire mengenakan baju kaus yang sempat ia tanggalkan sebelum ia melenggang keluar dari kamar mandi.

Setelah merapikan ranjangnya barulah FrostFire keluar meninggalkan kamarnya. Hangatnya hawa di luar kamar langsung menyapa tubuh FrostFire yang semalaman diterpa hembusan angin sejuk AC kamarnya. "Bagaimana Supra dan Kak Solar ya?"

Baru satu kaki FrostFire melangkah keluar dari ambang pintu kamar ketika ia merasakan sesuatu yang keras dan bersudut-sudut menyengat telapak kakinya.

"ADUH!" jerit FrostFire sambil melompat-lompat dan memegangi sebelah kakinya yang terasa nyeri. Pada saat yang hampir bersamaan ia merasakan telapak kakinya yang masih menjejak lantai mendarat di atas sesuatu yang keras dan bersudut-sudut lagi.

Bokong FrostFire pun mendarat dengan tidak elitnya di atas lantai dan segera mendapat perlakuan yang sama dengan kedua telapak kakinya. "ADUH! Apa ini?!" jerit FrostFire selagi ia memungut benda yang menyengat telapak kaki dan bokongnya.

"Astaga, biji Lego!" ketus FrostFire yang mengenali kubus-kubus kecil di dalam genggaman tangannya. Sembari menggosok-gosok bokongnya yang terasa berdenyut nyeri FrostFire mendorong tubuhnya berdiri kembali. "Glacieeeer! Kalau mainan Lego dibereskan lagi dong!"

Tidak berapa lama terbukalah pintu kamar milik Glacier. Si empunya kamar yang masih berpenampilan acak-acakan terlihat sangat tidak senang diteriaki namanya dengan semena-mena oleh FrostFire.

"Siapa yang mainan Lego?" tanya Glacier dengan ketus selagi melangkah keluar dari kamarnya. "Aku ngga-"

Glacier tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena kakinya menginjak sesuatu yang licin. "HUAAAA!" Jeritan nista Glacier merobek keheningan ketika kedua kakinya mengangkang selebar-lebarnya ke arah yang berlawanan.

FrostFire yang menyaksikan aksi split dadakan adiknya itu hanya bisa ikut meringis kesakitan. "Semoga dipermudahkan," gumam FrostFire sembari memalingkan wajahnya.

"AHHHH! Harta berhargakuuuu!" jerit Glacier yang kini terkapar di atas lantai sembari memegangi selangkangannya.

FrostFire berani bersumpah kalau ia bisa melihat tetesan air mata berderai dari pojok netra adiknya yang meraung-raung kesakitan itu.

Beberapa saat lamanya Glacier terkapar di atas lantai. Sesekali terlihat tubuhnya mengedut kejang menahan ngilu dari daerah selangkangannya. "Frooost ... tolooong ...," lirih Glacier dengan tangan terulur pada kakaknya.

FrostFire berjalan mendekati adiknya yang tengah menderita. Pada saat itulah ia menyadari mengapa Glacier bertukar menjadi pesenam jadi-jadian. Tepat di depan pintu kamar si adik, FrostFire menemukan lusinan mainan mobil-mobilan yang berserakan di atas lantai.

"Kamu habis main ngga dibereskan lagi nih!" ketus Glacier menuding si kakak yang hendak menolongnya.

FrostFire yang dituding kontan terkejut. "Kok aku? Semalam 'kan kita langsung masuk kamar masing-masing," protesnya yang tidak terima dituduh begitu saja oleh Glacier.

Glacier melotot kepada FrostFire sembari menggeram kesal. Dengan susah payah ia duduk bersila di atas lantai dan mulai memijiti selangkangannya yang terasa nyeri. "Lalu siapa? Supra? Dia 'kan kita ikat semalam. Kak Solar? Sama saja."

Pada saat itulah FrostFire merasakan firasat buruk. "Jangan-jangan ...." Tanpa menyelesaikan kata-katanya, FrostFire langsung berlari ke arah tangga rumah.

Baru saja ia menjejakkan kaki pada anak tangga yang paling atas ketika ia merasakan telapak kakinya menggelincir dari permukaan lantai anak tangga.

"Aih ... aku benci kalau firasatku benar," keluh FrostFire sesaat sebelum tubuhnya kehilangan topangan kedua kakinya. "AHHHH!" jerit FrostFire yang kini menuruni anak tangga rumahnya dengan menggunakan bokongnya.

"Alamaaaak." Glacier meneguk ludahnya setelah menyaksikan si kakak terjun bebas menuruni tangga. "Aduh! Adaw!" lirihnya menahan nyeri sembari berdiri dan melangkah tertatih-tatih menghampiri kakaknya.

Pada anak tangga teratas, Glacier menemukan penyebab terbangnya FrostFire. Ia menemukan beberapa butir kelereng berserakan di setiap anak tangga rumahnya itu. "Astaga ... kerjaan siapa ini?" gumam Glacier selagi ia menuruni tangga dengan ekstra hati-hati.

Sesampainya di lantai pertama rumahnya, Glacier langsung menghampiri FrostFire. Si kakak masih terkapar di atas lantai dengan tatapan netra oranye aquamarinenya yang tidak terfokus dan saling bersilang. "Uh ... Frost, ada yang patah?" tanya si adik selagi berjongkok di samping kakaknya.

"Adeeeehhhh ...," keluh FrostFire sembari mengulurkan tangannya kepada Glacier. "Tolooong ... pingangkuu."

Sebelum menolong FrostFire, Glacier terlebih dahulu melempar pandangannya ke arah ruang tengah. Ia menemukan dua sosok manusia yang duduk bersandar pada dinding rumahnya. Dua sosok yang dilihat Glacier itu nampak sesekali bergerak-gerak dibarengi suara cekikikan tawa lembut yang ditahan-tahan.

"Aduuuh." FrostFire merintih kesakitan. Ia sudah kembali berdiri dengan bantuan Glacier. Pinggang dan bokongnya terasa berdenyut nyeri akibat penerbangan dadakan menuruni tangga rumah yang sangat tidak elit.

Langkah FrostFire terseok-seok pincang ketika ia berjalan mendekati dua sosok manusia yang duduk bersandar pada dinding ruang keluarga. Betapa herannya FrostFire ketika ia menemukan kakak sepupunya dan adiknya yang masih dalam keadaan terikat.

"Lepaskan kami lah ...," gerutu Supra sambil merengut sebal dan memandangi kakaknya yang telah meringkus dirinya semalam.

"Lepaskan aku dulu Frost!" Solar yang duduk di sebelah Supra langsung menimpali. Ditatapnya si adik sepupu yang telah meringkus dirinya itu dengan tampang memelas. "Tolonglah Frost ... tanganku pegal, aku ngga bisa tidur dari semalam."

FrostFire menatap kakak sepupumya. Jelas sudah mengapa warna netra kakak sepupunya terlihat memerah. "Ololololo kesiannya kamu Kak," ledek FrostFire tanpa belas kasihan sedikit pun.

"Kutukupret kau FrostFire!" kutuk si kakak sepupu sembari menggoyangkan tubuhnya seakan hendak melepaskan diri dari lilitan tali yang mengekang kedua tangan, kaki dan tubuhnya yang hanya bercelana pendek saja.

"Tunggu ... kalau bukan Kak Solar dan Supra, siapa yang menaruh kelereng di tangga? Atau lego di depan kamarku?" tanya Glacier yang masih penasaran.

"Bukan Kak Solar ...." Sebuah suara yang berasal dari kamar tamu membuat FrostFire dan Glacier tersentak kaget. Keduanya langsung menengok ke arah sumber suara yang baru saja mereka dengar.

"Lho? Kak ... Solar?" FrostFire mengenali netra kelabu yang menatap tajam pada dirinya. "La-lalu, ini," gumam FrostFire sebelum meneguk ludahnya

"Habislah kau, FrostFire ...," desis si kakak sepupu kedua yang memang bernetra oranye. Dia bahkan sudah berdiri dan tali temali yang mengikat dirinya dengan mudahnya lepas begitu saja.

"Mampus! Kak Blaze!" cicit FrostFire yang kini mengenali si kakak sepupu kedua yang tadi berpura-pura menjadi Solar.

"Lama ngga ketemu, Frost," sapa Blaze sembari mengumbar seringai setannya. "Sini serahkan nyawamu."

"La-LARIII!" pekik FrostFire yang merapal jurus langkah seribu. Ia tahu reputasi kakak sepupunya yang satu itu dan sangat enggan menjadi korban kejahilannya yang legendaris di kalangan keluarga besar mereka.

Sayangnya FrostFire kurang cepat. Bahkan ia tidak sempat mengedipkan matanya ketika tubuhnya diterjang oleh Blaze sampai mendarat di atas lantai. "Mau kemana kamu, Frost?" tanya Blaze sembari menahan kedua tangan FrostFire dengan lutut.

"Ah! Kak Blaze! Berat!" teriak FrostFire yang berusaha melepaskan tangannya dari tindihan lutut Blaze. "Glacier! Tolong!"

Sayangnya orang yang dimintai pertolongan oleh FrostFire itu tidak jauh berbeda nasibnya.

"Mau tolong bagaimana?!" ketus Glacier yang kini sudah berada di bawah tindihan tubuh Solar. Kedua tangannya yang terbentang praktis tidak bisa digunakan karena ditahan oleh kedua kaki si kakak sepupu.

FrostFire meneguk ludahnya. Ia hanya bisa memandangi Blaze yang duduk di atas perutnya. Usahanya untuk menarik tangannya dari tindihan lutut si kakak sepupu tidak berbuah hasil sama sekali. "Ampun Kak Blaze. Aku cuma iseng saja!" pinta FrostFire yang panik dengan suara gemetaran. Wajar saja apabila FrostFire panik karena ia melihat si kakak sepupu menggeretakkan jari-jemari kedua tangannya.

"Jangan kasih ampun, Blaze!" Solar menyahut.

Blaze melempar senyum termanisnya pada FrostFire. "Nah, Frosty .... Kamu apakan Solar semalam?" tanya si kakak sepupu yang bernetra oranye itu sembari mendekatkan ujung jarinya pada daun telinga FrostFire.

FrostFire yang tidak berdaya mencoba menjauhkan kepalanya dari ujung jari Blaze yang semakin mendekat. "Ngga aku apa-apain!" cicit FrostFire. 

Pada saat itulah Blaze menyentuhkan ujung jarinya pada daun telinga FrostFire. "Ayo, mengaku."

"Hiaaaa!" Berdirilah seluruh rambut halus pada tengkuk, lengan dan tangan FrostFire ketika daun telinganya disentuh oleh Blaze. "Jangan, Kak!" Menggeliatlah FrostFire untuk beringsut mundur dari tindihan Blaze.

"Oh, kamu ternyata gelian ya?" gumam Blaze sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Biar kucoba lagi." Kali ini Blaze menggerakkan jari-jari pada kedua tangannya mendekati tengkuk dan daun telinga FrostFire secara bersamaan.

"GLACIER! TOLONG!" Kembali FrostFire menjerit dan bergidik. Mati-matian ia berusaha menjauhkan kepalanya dari jari-jemari si kakak sepupu yang menyerang tengkuk dan daun telinganya yang sensitif.

Permintaan tolong FrostFire itu dijawab dengan rentetan cekikikan dan tawa tanpa henti oleh Glacier. "Alamak ...," lirih FrostFire ketika ia melihat Glacier tengah digarap oleh Supra dan Solar. Terutama oleh Supra yang tanpa ampun menusuk-nusuk kedua telapak kaki Glacier dengan jari-jemarinya.

Sementara Supra mengelitiki telapak kaki Glacier, Solar mengelitiki bagian pinggang si adik sepupu. "Hayo, mau kemana, hmmm?" ledek Solar sembari menusuk-nusukkan jari-jari kedua tangannya pada pinggang Glacier.

"Hahahahehehe! A-ampun! Mamaaa! Hiaaa! Kak Solaaaaar!" jerit Glacier ditengah-tengah napasnya yang sesak dan tawa yang terpaksa.

"Ayo mengaku kalah dan jadi tawanan kita," desak Solar selagi memberi jeda untuk Glacier menarik napas. "Kalau kamu mengaku kalah, kuikat sampai nanti sore. Tapi kalau ngga ... rasakan sendiri akibatnya." Dengan itu Solar kembali mengelitiki pinggang dan rusuk Glacier

"Hiaaaa! Hahahehehe! Ngga! Ngga mau!" Glacier menggelengkan kepala sebisanya.  Seperti seekor cacing yang digarami, Glacier menggelepar-gelepar di atas lantai, berusaha untuk lolos dari Solar yang menindih tubuhnya.

Usaha Glacier untuk meloloskan diri gagal total. Ia tidak mampu mendorong tubuh kakak sepupunya. Sebentar saja keringatnya mulai bercucuran dan wajahnya berangsur memerah.

"Nah kamu persis suku Indian kalau mukamu merah begini, Glacier," ledek Solar. Dia menghentikan serangan jari-jemarinya dan memberikan Glacier kesempatan untuk menarik napas.

Cekikikan dan tawa nista di dalam rumah itu tidak berhenti begitu saja. Menyusulah FrostFire tertawa cekikikan ketika perut dan rusuknya dikelitiki dengan sengitnya oleh Blaze.

"Ayo ngaku, kamu apain Solar dan Supra semalam?" tanya Blaze .

"Hah ... hah ... hah .... Ngga ... ngga aku apa-apain," jawab FrostFire di tengah tarikan napasnya yang terengah-engah. Sama seperti Glacier, wajah FrostFire pada saat itu sudan memerah dan banjir keringat.

"Bohong." Tanpa peringatan Blaze menusukkan jari-jemarinya ke dalam lipatan ketiak FrostFire.

"AMPUUUN!" Jeritan cempreng FrostFire pecah membahana. Sebisa-bisanya ia meronta melawan tindihan tubuh Blaze yang lebih berat dan jauh lebih kuat daripada dirinya. "SUPRA, GLACIER TOLOOONG!" Tidak mampu lagi FrostFire berpikir jernih, otaknya serasa tengah dilumat di dalam blender.

"Mengakulah Frost." Blaze terkekeh melihat FrostFire yang tengah meronta demi hidupnya.

"Iya! Iya! Kak Solar aku ajak main cowboy dan Indian." FrostFire akhirnya menyerah.

"Lalu?"

"Lalu ... Kak Solar aku jadikan tawanan soalnya cerewet, ngga mau ikut main," ucap FrostFire sambil menatap nanar pada kakak sepupunya yang bernetra oranye itu.

"Kayaknya ngga cuma itu saja deh," desis Blaze sembari menggerak-gerakkan ujung-ujung jarinya.

"Cuma itu saja kok!" seru FrostFire yang kembali dilanda gelombang kepanikan di dalam otaknya.

Kembali Blaze menghujamkan ujung jari-jarinya ke dalam lipatan ketiak FrostFire.

"Hiaaaa! Hahahahaha! Ampun! Hehehehehe! Mati akuuuu!" Jeritan FrostFire terdengar semakin parau seiring dengan semakin memerah warna wajahnya.

Tidak hanya dari FrostFire. Jeritan yang hampir sama juga terdengar dari Glacier yang berada di bawah tindihan tubuh Solar.

Nyaris seluruh tubuh Glacier mengejang-ngejang ketika kedua telapak kakinya menjadi sasaran balas dendam Supra. Jari-jemari si adik menari tanpa henti pada telapak kaki Glacier, tepat pada bagian yang berkulit paling tipis.

"FROSTFIRE! TOLOOOONG!" Glacier hanya bisa menjerit-jerit diantara napasnya yang semakin sulit.

FrostFire yang dimintai tolong tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menengok ke arah adiknya yang sedang digarap oleh Supra dengan bantuan Solar.

"Kamu kelitiki Solar dan Supra seperti ini 'kan?" tanya Blaze sebelum ia mulai mengelitiki FrostFire lagi. Ia tidak memedulikan FrostFire yang meronta sekuat tenaga. Bagaimana pun adik sepupunya itu berontak tetap saja tidak cukup kuat melawan dirinya yang memang seorang karateka dan cukup berotot. Hanya dua orang saja yang mampu menandingi kekuatan Blaze, yaitu kedua kakaknya Halilintar yang juga karateka dan Gempa yang adalah taekwondoin.

"Huahahahahahaha! IYA! STOOOP! AKU MENGAKU!" teriak FrostFire dengan sisa-sisa napasnya yang semakin pendek. "AMPUN KAK BLAZE! AMPUN KAK SOLAR!"

Berhentilah jari-jemari Blaze menyerang bagian sensitif tubuh adik sepupunya itu. 

"Ampun ... stop ... jangan lagi ...," lirih FrostFire diantara napasnya yang terengah-engah. 

Tatapan netra oranye Blaze terpaku pada si adik sepupu yang masih ditindihnya. Secara teliti Blaze mengamati FrostFire mulai dari rambutnya yang acak-acakan tidak karuan, netra oranye aquamarine yang berkaca-kaca bahkan menitikkan air mata, bibir yang gemetaran, tenggorokan yang berkedut-kedut  sampai dada yang naik turun menarik napas. 

"Bagaimana, Solar?" tanya Blaze sembari menengok ke arah Solar.

Solar menatap FrostFire dan Blaze bergantian. Air muka memelas jelas sekali terlihat di wajah FrostFire yang masih sedikit memerah, berbeda sekali dengan Blaze yang nyaris tanpa ekspresi. 

"Ampun Kak solar ... maaf ...," lirih FrostFire.

Solar memejamkan kedua netra kelabunya. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya menyebut keputusannya, "Kumaafkan."

Kata-kata si kakak sepupu itu membuat FrostFire langsung bernapas lega. "Te-terima kasih Kak."

"Ah ngga asyik." Blaze langsung menggerutu. Ia langsung berdiri dan membiarkan FrostFire merangkan dan menjauh darinya. "Sudah lama aku ngga mengelitiki orang ...," keluh Blaze sambil melirik FrostFire yang kembali terkapar di atas lantai seperti seekor bintang laut.

"Kak Blaze sadis ...," gumam FrostFire seraya menyeka air matanya. Dengan susah payah ia mendorong tubuhnya yang kelelahan untuk duduk di atas lantai

"Minimal kamu ngga sampe ngompol, Frost," celetuk Solar sambil terkekeh. Ia sudah tidak lagi menindih Glacier dan kini duduk di atas lantai dengan bersandar pada dinding rumah sepupunya itu.

Komentar Solar itu membuat Blaze bergidik. "Solar, diam ...," desisnya dengan nada mengancam. Ia sangat tidak ingin aib dirinya itu terbongkar di depan adik-adik sepupunya.

"Ngompol ...?" tanya FrostFire dengan kedua alis mata yang mendadak melengkung ke atas. Ia langsung memperhatikan interaksi antara kedua kakak sepupunya. Blaze yang mendadak gelisah dan Solar yang tersenyum-senyum sendiri tidak luput dari perhatian FrostFire.

"Lain kali kuceritakan." Solar terkekeh ringan melihat Blaze yang semakin gelisah.

"Yah Kak Solaaaar," rengek FrostFire. "Kita 'kan mau tahu!"

"Ya, siapa yang dikelitiki sampai ngompol begitu?" Glacier ikutan bertanya.

"Abang Taufan ya?" celetuk Supra yang menebak asal-asalan.

Solar baru saja membuka mulutnya ketika sepasang tangan melingkari lehernya. "Bicaralah, kucekik kau sampai mampus, Cahaya BoBoiBoy Solar Bin Amato," desis Blaze sembari mengeratkan cengkeraman kedua  tangannya pada leher Solar.

Tibalah FrostFire, Glacier, dan Supra pada satu kesimpulan yang sama. "Ooohhhh ... Kak Blaze yang ngompol yaaaaa?" ucap ketiga kakak beradik itu serempak bagai paduan suara.

"NGGA!" sahut Blaze yang berusaha menutupi aibnya. "Bohong! Solar bohong!"

Sayangnya tidak ada dari ketiga adik sepupunya itu yang percaya dengan tuduhan balik yang dilontarkan Blaze.

Bibir FrostFire terlihat berkedut-kedut sebelum tawanya pecah. "Hahahahaha.  Kak Blaze bisa ngompol juga ya! Malu sama umur, Kak."

Sebuah perempatan urat imajiner pun muncul di pelipis Blaze.

"Katanya tukang ngerjain orang, tapi sendirinya malah ngompol ...," celetuk Supra sambil menggelengkan kepalanya.

Sebuah lagi perempatan urat imajiner muncul di pelipis Blaze. Tangannya yang sudah tidak lagi mencekik leher Solar kontan mengepal.

"Aku baru tahu kalau anak SMA masih ada yang ngompol .... Yang kutahu cuma anak TK yang masih ngompol," komentar Glacier dengan wajah tanpa dosa.

Perempatan urat ketiga pun muncul di pelipis Blaze seiring dengan kepalan kedua tangannya yang mulai gemetaran.

Melihat Blaze yang semakin kesal, Solar pun menambahkan pukulan terakhir. "Dia bolos sekolah. Niatnya mau membuat aku dan Ice tutup mulut, tapi malah berbalik. Kami kelitiki saja dia sampai ngompol ... dengan bantuan Kak Hali juga (Fanfic: Hari Buruk Blaze)."

Perempatan urat imajiner keempat pun muncul pada pelipis Blaze dibarengi dengan bunyi sesuatu yang terputus. Aura gelap perlahan mulai menguar dari belakang Blaze sementara tatapan netra oranyenya menajam.

Solar yang melihat gelagat tidak sehat itu langsung menengok ke arah ketiga adik sepupunya. "FrostFire, Glacier, Supra ...," gumamnya lembut seakan tengah mengucap doa. Dia segera berdiri dan mulai merapal kuda-kuda dari sebuah jurus yang didapatnya dari pengalaman hidup bertahun-tahun.

"Jurus ... Langkah Seribu! LARI!" teriak Solar sesaat sebelum ia melesat bagaikan anak panah menuju tangga rumah.

"SSSINI KALIAN SEMUAAA!!" pekik Blaze lantang dengan amarah yang menyala-nyala bak kobaran api.

LARII!!" Dengan kompaknya FrostFire, Glacier dan Supra pun berhamburan menyelamatkan diri masing-masing.
.

.

.

Bersambung.

Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.

Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.

"Unleash your imagination"

Salam hangat, LightDP.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top