2. Cowboy dan Indian.

Sepupuku.

Chapter 2. Cowboy dan Indian.

"Hmhhh ...." Perlahan-lahan Solar membuka kedua kelopak matanya. Secara berangsur-angsur kesadaran mulai kembali pada dirinya setelah beberapa saat berlalu sejak Solar membuka kelopak matanya. "Jam berapa ini?" gumamnya lembut.

Solar menemukan dirinya masih berada di atas sofa yang ia pakai untuk tidur dan beristirahat siang tadi. Seluruh tubuhnya yang pegal akibat harus duduk di bangku kereta selama perjalanan dari Pulau Rintis menuju Kuala Lumpur sudah terasa jauh lebih baik. Hanya saja kini Solar menemukan dirinya berada di dalam remang-remang kegelapan.

Solar menegakkan sofa yang ia panjangkan sekaligus menegakkan tubuhnya. Ia mengintip ke arah jendela rumah dan barulah Solar mengetahui bahwa hari sudah gelap. Untuk memastikan, Solar mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana dan memeriksa jam pada ponselnya itu.

"Wah jam enam. Ngga heran gelap," gumam Solar pada dirinya sendiri. Ia mengembalikan ponsel miliknya itu ke dalam saku celana sebelum berdiri dari sofa yang ia duduki.

Dengan langkah yang terseok-seok, Solar berjalan mendekati sakelar lampu yang menempel pada dinding ruang keluarga. Karena tidak tahu harus menekan sakelar yang mana, Solar menekan semua sekelar lampu yang ia temui.

Jadilah rumah paman Solar itu bermandikan cahaya lampu yang sangat terang.

"Hissss! Mataku terbakarrr!" desis Solar kesakitan karena terangnya sinar lampu dari plafon rumah pamannya itu terasa menusuk-nusuk bola matanya. Dengan sigap Solar mematikan beberapa lampu yang sempat ia nyalakan sampai terangnya terasa lebih nyaman dan tidak menusuk mata.

"Nah mana lagi itu trio kwek-kwek ...." Solar mengamati sekelilingnya dan menyadari bahwa ketiga sepupunya sudah tidak lagi bersamanya. "FrostFire! Glacier! Supra!" panggil Solar dengan suara lantang.

Tidak ada jawaban balik yang didengar Solar. Ia lanjut bergegas naik ke lantai dua rumah pamannya itu untuk mencari ketiga adik sepupunya.

"Woah ...," gumam Solar yang terpana melihat keadaan lantai dua rumah pamannya itu. "Di lantai dua pun masih ada ruang keluarga lagi?"

Berbeda dengan rumah Tok Aba dimana lantai duanya hanya berupa lorong penghubung untuk tiga buah kamar tidur, lantai dua rumah paman Solar itu dibentuk menjadi ruang keluarga lagi. Lebih tepatnya ruang bermain untuk FrostFire, Glacier dan Supra.

Lantai yang dikhususkan untuk FrostFire, Glacier, dan Supra itu dilengkapi dengan berbagai macam sarana hiburan. Mulai dari televisi dan beberapa konsol game sampai ke alat fitness kecil. Terdapat pula tiga buah pintu di ruangan itu yang diduga Solar adalah kamar tidur ketiga adik sepupunya.

Tanpa permisi lagi Solar membuka salah satu pintu di ruangan itu. "Glacier?" panggil Solar ketika ia melihat salah satu dari ketiga adik sepupunya yang sedang tidur lelap.

Karena tidak ada jawaban dari adik sepupu yang namanya dipanggil, Solar memberanikan diri masuk ke dalam kamar itu. "Glacier?" panggil Solar lagi sambil mencolek-colek lengan adik sepupunya itu.

Perlahan-lahan kedua kelopak mata si adik sepupu membuka dan ia melihat Solar yang berdiri di dekatnya."Hmh ... Kak Solar?" 

"Eh?" Alih-alih menemukan manik netra cokelat-aquamarine, Solar mendapati dirinya bertatapan dengan netra merah-kelabu. "Kukira Glacier ternyata Supra. Ayo bangun, kamu ngga lapar?"

Si adik sepupu yang ternyata adalah Supra mengucek kedua netra merah kelabunya. Dia membersihkan kotoran yang terkumpul pada sudut matanya. "Kak Solar masak?" tanya Supra sembari duduk di atas ranjangnya.

"Aku bukan Kak Gempa, mana bisa aku masak," jawab Solar dengan nada datar. "Delivery makanan saja. Kamu mau burger atau pizza?"

"Ew!" Supra kontan mengerenyitkan dahinya. "Makanan begituan ngga sehat Kak," protes si adik sepupu sambil menggelengkan kepalanya.

"Sudahlah, Supra." Solar menggeram sambil memutar bola matanya ke atas. "Yang penting bisa dimakan. Nah, kamu mau pizza atau hamburger?"

"Pizza deh .... Aku belum pernah makan pizza," jawab Supra. "Kata bunda pizza fast food begitu ngga sehat, tapi aku penasaran."

"Percayalah kalau kubilang pizza itu salah satu makanan paling enak," ucap Solar sembari tersenyum lebar. "Kamu panggil FrostFire dan Glacier lalu mandi sementara aku pesan pizzanya."

Supra mengangkat kedua tangannya ke atas dan merenggangkan otot-otot pada tubuh bagian atasnya sampai persendian tulang-tulangnya menggerutuk. "Oke Kak Solar." gumam Supra sembari menggaruki lengannya yang tidak tertutup baju kaus armless yang masih ia kenakan sejak siang hari tadi.

Sementara Supra menghampiri kedua kakaknya yang berada di dalam kamar mereka masing-masing, Solar turun kembali ke lantai satu rumah pamannya. Ia mengambil tas ranselnya yang tergeletak di atas sofa ruang keluarga sebelum berjalan menuju sebuah kamar kosong yang tidak dikunci pintunya. Kamar itu memang diperuntukkan bagi tamu yang kebetulan menginap.

Sesampainya di kamar tamu yang disediakan untuknya oleh si paman, Solar langsung menyalakan AC. Ia meletakkan tas ranselnya di atas meja dan mengeluarkan baju ganti yang masih bersih.

Solar pun menanggalkan kaus armless yang melekat pada tubuhnya dan menanggalkan celana pendek yang ia kenakan. Ia menyambar sebuah handuk bersih yang terlipat rapi di atas meja dan melingkarkan handuk itu pada lehernya. "Ah ya, pesan pizza dulu," gumam Solar sembari meraih celana pendek yang sudah ia tanggalkan.

Melalui aplikasi online, Solar memesan dua loyang pizza berukuran besar untuknya dan ketiga adik sepupunya. "Dua loyang pizza Meat Lovers seharusnya cukup untuk empat orang," gumam Solar seorang diri sembari melakukkan finalisasi pemesanan melalui aplikasi online di ponselnya.

Setelah urusan makan malam beres dengan pesanan pizza online, Solar memanfaatkan waktu menunggu sampainya pizza yang ia pesan dengan membasuh tubuhnya.

Siraman air hangat dari pancuran di kamar mandi tamu itu terasa nyaman. Tidak hanya pada permukaan kulit, hangatnya air yang mendera badannya juga terasa nyaman untuk otot-otot tubuhnya.

Merasa tubuhnya masih relatif bersih, Solar tidak menggunakan sabun untuk mandi malam itu. Namun satu hal yang wajib dan tidak pernah ia lewatkan adalah membersihkan muka dengan sabun scrub untuk membersihkan pori-pori permukaan kulit wajahnya.

"Tiap hari aku semakin ganteng," ucap Solar memuji dirinya sendiri sembari berkaca. Dia mengelus-elus permukaan kulit wajahnya dimana sebuah senyum penuh kebanggaan terukir. "Betul juga kata Kak Taufan, produk skincare yang dia beli itu memang terbaik."

"Cieee, yang narsis!"

Sebuah suara yang terdengar dari belakang tubuhnya yang berlilitkan handuk pada pinggangnya membuat Solar tersentak kaget. "FrostFire!" seru Solar ketika ia melihat siapa yang berdiri di ambang pintu kamar tamu.

"Kak Solar genit!" ledek FrostFire sebelum tertawa terpingkal-pingkal karena melihat kelakuan kakak sepupunya itu.

Solar menggeram kesal dan menarik lepas handuk yang meliliti pinggangnya. Handuk itu diputar dan dipilin dengan cepat sebelum dipecutkan sekuat tenaga ke arah kaki FrostFire.

"Aduh!" FrostFire yang tidak siap gagal menghindar dari pecutan handuk Solar. Kakinya yang terkena sambaran ujung handuk itu langsung terasa pedas dan berdenyut-denyut. "Cabuuut!" Enggan merasakan pecutan handuk dari Solar lagi, FrostFire segera melarikan diri.

"Dasar bandel ...," gerutu Solar sembari membuka pilinan handuknya. Mendadak Solar merasakan sesuatu yang janggal. Ia menatap turun pada tubuhnya sendiri dan warna wajahnya bertukar merah padam. "Alamak .... Aku belum pakai celana dalam!"

.

Lima belas menit kemudian ....

.

Dua kotak pizza yang dipesan Solar pun tiba. Tanpa membuang waktu, Solar langsung membawa pizza yang baru saja tiba itu ke ruang keluarga rumah pamannya.

Bersantap malam di depan televisi sembari duduk di lantai bukanlah hal yang baru bagi Solar, namun tidak halnya bagi ketiga adik sepupunya.

FrostFire, Glacier, dan Supra terheran-heran ketika mereka melihat cara kakak sepupu mereka menyajikan pizza di atas kardus pembungkusnya tanpa menggunakan piring. Bagi mereka, makan malam harus dilakukkan di meja makan, lengkap dengan menggunakan piring, sendok dan garpu.

"Ayo. Jangan malu-malu. Aku dan kakak-kakakku di Pulau Rintis biasa begini," ucap Solar pada ketiga adik sepupunya yang berdiri dan menatap dirinya yang sudah duduk santai di ruang keluarga.

"Ah, begitu ya?" Glacier terkekeh gugup. Ia masih tidak yakin dengan cara kakak sepupunya bersantap malam.

"Sudahlah Glaci, yang penting makan malam," ujar FrostFire sembari duduk di sebelah Solar. "Kapan lagi bisa begini, mumpung ngga ada mama," lanjut FrostFire sambil membujurkan kedua kakinya dan menyandarkan tubuhnya yang terbalut kaus tanktop merah longgar pada sebuah sofa.

"Kali ini aku setuju dengan FrostFire," tambah Supra yang malam itu sudah berganti pakaian menjadi kaus singlet tanktop saja. Tanpa disuruh lagi, Supra duduk bersila di depan Solar dan mulai menjamah pizza yang terhidang.

"Ayo duduk lah Glaci." FrostFire menarik-narik tangan adiknya itu supaya duduk dan bergabung menikmati santapan malam mereka.

"Iya, iya. Sabar laah," gumam Glacier yang malam itu berpakaian kaus armless biru muda. Walau dengan berat hati karena tidak terbiasa dengan cara makan seperti yang dilakukkan Solar, Glacier pun duduk bersila menghadapi seloyang pizza yang terhidang.

Supra adalah yang pertama menyambar sepotong pizza setelah Solar. "Waah ... enak juga ya pizza ini." netra merah-kelabu Supra menyipit, lengkap dengan kedua alis matanya yang melengkung ke atas karena girangnya. Dalam seumur hidupnya, baru kali ini ia merasakan sensasi nikmatnya roti berbalur saus tomat yang dipadu dengan potongan-potongan daging sapi dan sosis. Dengan lahapnya ia menghabiskan sepotong pizza di tangannya sebelum mengambil sepotong lagi yang masih mengepulkan uap hangat.

"Kata mama ini kan ngga sehat," gumam Glacier yang masih ragu-ragu untuk mulai mencicipi pizza yang dipesan Solar. "Kenapa ngga pesan salad saja sih kak?" Glacier lanjut bertanya sembari menatap Solar.

"Salad mah bisa buat sendiri, kalau pizza ngga." Solar beralasan setelah menghabiskan potongan pizza yang diambilnya. "Uhm ... besok 'kan libur, ada rencana apa kalian?" Solar lanjur bertanya.

"Hahtinhha ahu ohahhgha paghi," jawab Supra dengan mulut yang penuh potongan pizza yang baru digigitnya.

Kontan Supra dihadiahi jitakan di kepala dari Glacier. "Telan dulu, baru ngomong," ketus si kakak yang keberatan dengan tingkah adiknya itu.

Pizza yang belum dikunyah sepenuhnya itu langsung ditelan bulat-bulat oleh Supra yang langsung meraih segelas air untuk mendorong pizza yang baru ditelannya itu turun melalui kerongkongannya.

"Pastinya aku olahraga pagi." Supra mengulangi ucapannya, kali ini dengan mulut kosong.

"Biasanya aku menemani Supra." ucap FrostFire. "Kak Solar mau ikut?"

"Ngga dulu deh, Frost," jawab Solar sambil menyandarkan tubuhnya yang berbalut kaus tanktop hitam pada sofa ruang keluarga. "Aku mau santai-santai dulu mumpung ngga jaga kedai."

Supra yang baru saja menghabiskan sepotong pizza yang berukiran kecil memandang kedua kakaknya dan kakak sepupunya yang berkumpul di ruang keluarga rumahnya. "Kita lebih mirip sedang sleepover ya?" komentar Supra.

FrostFire menolehkan kepalanya ke arah Supra. Betul juga apa yang dikatakan adiknya yang paling kecil itu apalagi gaya Solar menjaga mereka itu sangat santai jika dibandingkan dengan Gempa yang juga pernah dimintai pertolongan yang serupa. "Ya, kita seperti sedang sleepover dengan ada Kak Solar disini."

"Iyeep," ucap Solar sembari mengambil sepotong pizza lagi. "Sejak siang tadi aku tahu kalau melarang-larang kalian itu percuma. Jadi kubiarkan saja selama ngga merusak rumah," lanjut Solar sebelum ia menggigit potongan pizza yang dipegangnya.

Mendadak FrostFire tersenyum menyeringai lebar. Netra merah-birunya seakan berkelip menyala. "Berarti boleh bergadang dong," ujar FrostFire sembari menengok ke arah kedua adiknya. "Kita main Cowboy dan Indian, mumpung ada Kak Solar!"

"Eh?" Supra mengerenyitkan dahinya dan menatap balik pada FrostFire. "Hmm ... boleh juga." Sebuah senyuman mengukir perlahan di wajah Supra.

"Wah boleh tuh. Betul juga kamu, Frost. Mumpung ada Kak Solar." Glacier pun menyambut ide kakaknya dengan antusias.

Tinggalah Solar yang terheran-heran. "Uh ... apa itu Cowboy dan Indian?" tanya Solar. Istilah yang diucapkan FrostFire itu terasa asing di telinganya.

"Ya, Kak. Mumpung lagi banyak orang, jadi lebih seru mainnya," ucap FrostFire tanpa menjawab pertanyaan Solar secara langsung. Bahkan FrostFire mulai membersihkan sisa-sisa kardus pizza yang isinya sudah habis disantap.

"Frost, kamu belum jawab apa itu permainan Cowboy dan Indian ...," gumam Solar dengan kedua netra kelabunya menatap pada FrostFire yang sedang membuang kardus bekas kemasan pizza.

"Lihat saja nanti, Kak." Supra meletakkan tangannya di atas pundak Solar. Si adik sepupu itu mengedipkan sebelah matanya yang membuat Solar mengerenyitkan dahi. "Glacier, ambil spidol di kamarku. Kita main."

Dan ....

"Wo wo wo wo wo!" pekik FrostFire seperti seorang Indian yang akan maju perang. Tubuhnya yang sudah telanjang dada kini berhiaskan corat-coret motif tribal yang dibuat sesuka hatinya. Bahkan coretan-coretan spidol yang untungnya bukan permanen itu sampai ke wajahnya. Hanya tinggal celana pendek saja yang masih melekat pada tubuhnya.

"Ho kepala suku. Ho!" Glacier yang juga sudah bertelanjang dada dan bercelana pendek. Jika FrostFire menggunakan spidol berwarna merah dan biru untuk menghiasi tubuhnya dengan coretan, Glacier menggunakan spidol berwarna cokelat dan biru. Sembari berjoget asal-asalan, Glacier berlarian memutari FrostFire dengan pinggangnya berhiaskan serabut tali plastik yang disisir-sisir.

Supra pun tidak jauh berbeda. Sama seperti kedua kakaknya, Supra susah bertelanjang dada dan bercelana pendek saja. Goresan-goresan tinta spidol merah dan kuning memghiasi tubuh dan wajahnya. Supra terlihat sedang duduk bersila di depan sebuah mangkuk yang mengepulkan uap tebal. Gayanya yang begitu meyakinkan persis seperti dukun Indian yang sedang membuat ramuan.

Solar sendiri? Ia memang sudah bertelanjang dada seperti adik-adik sepupunya namun enggan untuk mencoreti tubuhnya dengan spidol. Ia memperhatikan tingkah polah ketiga adik sepupunya dengan rahang bawahnya yang jatuh dengan tidak elitnya.

"Astaga ... ini maksud kalian main Cowboy dan Indian?" tanya Solar yang masih tercengang. Bagaimana tidak? Ruang keluarga yang tadinya bersih kini menjadi berantakan. Sofa-sofa di ruangan itu digeser dan dibentuk menjadi tenda-tendaan dengan menggunakan selimut sebagai atapnya. Dari bau selimutnya, Solar menebak bahwa pemiliknya adalah FrostFire.

Di atas lantai pun bertebaran tali, tutup panci, sapu, dan penggorengan yang digunakan untuk melengkapi permainan Cowboy dan Indian hasil interpretasi FrostFire, Glacier, dan Supra.

"Astaga! Frost turun!" pekik Solar ketika adik sepupunya itu mulai memanjat naik ke atas sebuah meja kecil dengan membawa sebatang sapu.

FrostFire tidak memedulikan Solar. Bahkan ia mulai berjoget di atas meja itu dengan sebatang sapu yang dibawanya, walaupun sebetulnya tarian perang hasil rekacipta FrostFire itu lebih mirip seperti orang terkena setruman listrik.

"Ho. Muka pucat!" ucap Supra sembari mengebulkan uap dari mangkuknya ke arah Solar. "Kepala suku sedang memanggil hujan."

"Muka pucat?" Solar mengedipkan kelopak kedua netra kelabunya dengan cepat. "Aku?"

"Ya, lah." Supra keluar dari karakter dukun Indian yang tengah diperankannya. "Sebutan orang Indian untuk orang yang bukan kaumnya." Dia menjelaskan kepada Solar sebelum kembali mengebulkan uap ke arah FrostFire.

FrostFire sendiri terus saja bergoyang ria di atas meja kecil yang ia jadikan panggung dadakan. Begitu semangat dan berapi-api gerakan tubuhnya yang mulai terlihat mengkilap dibawah terpaan cahaya lampu rumah karena peluh keringat yang menitik di sekujur tubuhnya.

"Astaga! FrostFire, turun! Patah nanti mejanya," ketus Solar yang merasakan kepalanya mulai berdenyut-denyut.

FrostFire berhenti menari. Dia menatap si kakak sepupu tanpa berkedip. "Muka pucat mengacaukan ritual memanggil hujan kita," ucap FrostFire sambil melirik ke arah Supra.

"Apa perintahmu, oh kepala suku yang agung?" Supra balik bertanya sembari mulai berdiri.

FrostFire menatap pada Solar dan sebaliknya Solar menatap pada adik sepupunya itu. Perlahan tapi pasti sebuah seringaian melintas pada wajah FrostFire.

"Tangkap si muka pucat!" perintah FrostFire dengan lantangnya.

Solar otomatis meneguk ludahnya ketika ia melihat ketiga adik sepupunya itu menghampiri dirinya. Coretan asal-asalan di tubuh mereka pun terlihat menakutkan di mata Solar, apalagi ditambah dengan seringaian yang kompak mengembang di wajah FrostFire, Glacier, dan Supra. Bahkan Solar berani bersumpah bahwa ia melihat manik netra ketiga adik sepupunya yang menatap dirinya bernyala-nyala bagaikan kobaran api.

Langkah mundur Solar terhenti ketika punggungnya menabrak dinding ruang keluarga rumah pamannya. 'Alamak ... mampuslah akuuu,' lirih Solar di dalam batinnya ketika ia melihat FrostFire dan Supra masing-masing mengambil seutas tali yang berukuran cukup panjang.

"Sekarang Supraaa!" pekik FrostFire sebelum ia menerkam si kakak sepupu yang mendadak  pucat pasi.

"JANGAAAAN!"

.

.

.

Bersambung.

Terima kasih kepada para pembaca yang sudah bersedia singgah. Bila berkenan bolehlah saya meminta saran, kritik atau tanggapan pembaca pada bagian review untuk peningkatan kualitas fanfic atau chapter yang akan datang. Sebisa mungkin akan saya jawab satu-persatu secara pribadi.

Sampai jumpa lagi pada kesempatan berikutnya.

"Unleash your imagination"

Salam hangat, LightDP.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top