2. Berkunjung ke Rumah Jihan

"Lu yang traktir hari ini'kan, Han?" tanya Adis pada Jihan setelah mereka keluar dari bioskop.

"Tentu saja, hari ini suami gue transfer lagi sepuluh juta, padahal yang kemarin juga belum habis. Sampai bingung gue mau habiskan ke mana lagi, ha ha ha...."

"Istri sultan pasti beda dong!" Timpal Noni sambil ikutan tertawa.

"Kapan suami lu balik, Han? Laki gue ngajakin kita kemah di puncak gitu, triple date. Seru kali ya, mumpung kehamilan gue belum besar." Kali ini Adis yang bersuara.

"Mungkin minggu ini, laki gue buka cabang lagi di Balikpapan, super sibuk banget. Segera gue kabari kalau jadwal laki gue kosong ye." Jihan tersenyum senang.

Ada rasa bangga di dalam dirinya saat ini, karena diantara ketiganya, hanya dirinya yang keadaan ekonominya sangat-sangat baik, sedangkan Noni biasa saja. Setelah lulus kuliah dan sempat bekerja tiga tahun, Noni pun dilamar Herdi dan kini memiliki satu anak dan hanya menjadi ibu rumah tangga saja, menunggu jatah bulanan dari suami.

Berbeda sedikit dengan Adis yang saat ini masih bekerja setelah lulus kuliah dan menikah. Suaminya juga seorang teller di bank swasta terkemuka di Indonesia. Adis baru saja dikabarkan hamil dua bulan, tetapi wanita itu masih saja gagah ke sana-kemari, seperti tidak sedang hamil.

"Jihan, dih... melamun! Ini buku menunya dibuka doang, dipesan nggak. Ini mbaknya nungguin loh," tegur Noni sambil menggelengkan kepala. Jihan tersentak dari lamunannya, lalu hanya seringai lebar yang bisa ia berikan pada dua sahabatnya.

"Kalian sudah pesan? Pesan aja sekalian dibawa pulang. Semuanya aku yang bayar, gak perlu khawatir." Jihan tersenyum pada keduanya.

"Sudah, dong, tinggal lu yang belum karena sibuk bengong," sahut Adis dengan diiringi tawa kecilnya.

Jihan memesan ayam geprek keju dengan level pedas lima. Bisa dibayangkan berapa pedasnya makanan itu masuk ke dalam usus Jihan, tetapi karena ia sudah terbiasa pedas, maka tidak masalah baginya. Wanita itu juga memesan jus strawberry dengan topping es krim di atasnya.

Ketika hidangan itu sudah berada di atas meja hidangan, ketiganya pun mulai menyantap makanan sambil berbincang sederhana. Mulai dari membicarakan gosip artis, tempat rekreasi, sampai membicarakan suami sendiri.

Drt! Drt!

Ponsel Adis yang ada di atas meja bergetar.

["Halo, Mas, ya, kenapa?"]

["Kamu di mana? masih di mal? Mas jemput ya?"]

["Beneran? Iya, mau, aku di restoran Simple Food ya, Mas."]

["Oke."]

["Bye, sayang."]

Adis memasukkan ponselnya ke dalam tas, kemudian mempercepat makannya. Jihan menoleh, ingin bertanya ada apa, tetapi sungkan.

"Kenapa, Dis?" tanya Noni.

"Laki gue mau jemput. Udah dekat orangnya, gue gak bisa nemenin lu shopping ya, Han. Makanan juga gak usah dibungkus gak papa. Udah kemaleman, nanti malah gak ada yang makan," terang Adis sambil menyeruput jus avocado float pesanannya.

"Oke, gak papa, Dis. Lu Non? Kenapa kening lu mengerut gitu?"

"Lah, laki gue malah udah di parkiran motor, mau jemput juga. Laki gue paling gak bisa kalau dia udah pulang kerja, istrinya gak di rumah. Semuanya mau dilayani'kan. Apalagi ini malam jumat, pasti seru kalau gelud di ranjang. Sabar ya, Jihan, kalau lu perlu berondong buat teman gelud, gue punya channel, ha ha ha... "

"Ngaco lu pada! Ya udah sana pulang kalau sudah dijemput!" Jihan ikut tertawa mendengar seloroh kedua sahabatnya. Tidak akan ia sakit hati mendengar ocehan tidak jelas Noni dan Adis yang selalu meledeknya dengan kata 'Istri Kesepian'

Kedua sahabatnya sudah pulang, meninggalkannya di restoran sendirian. Jihan kembali merasa hidupnya kosong dan begitu hampa. Memang mereka jauh di bawahnya untuk keadaan ekonomi, tetapi suami mereka selalu standby tinggal bersama. Susah senang selalu bersama, lalu dirinya?
Enam bulan sudah LDR dengan suaminya, baru satu kali  suaminya pulang menjenguknya.

Saat pulang pun suaminya sangat sibuk dengan cabang usaha di sana-sini. Bukannya fokus dengannya agar mereka segera memiliki anak.

Bang, kamu lagi apa? Aku kangen.
Send

Jihan mengirim pesan pada suaminya, tetapi hanya ceklis dua dan belum berganti warna. Ini sudah malam, bisa saja suaminya sudah tidur, karena di Kalimantan waktunya berbeda satu ja dari Jakarta. Jika saat ini pukul delapan malam, maka di sana sudah pukul sembilan malam.

Tidak ada balasan dari suaminya hingga ia bosan menunggu. Wanita itu memutuskan untuk memesan taksi online. Pulang ke rumah, mandi, dan menikmati secangkir teh sambil menonton film kolosal sepertinya pilihan yang tepat untuk mengusir rasa bosannya.

Bep! Bep!

Kening wanita itu mengerut saat melihat nomor tanpa keterangan kontak menghubungi dirinya. Jihan memasukkan kembali ponsel ke dalam tas mahalnya. Namun ponsel itu terus saja berdering hingga membuat kepalanya sakit.

["Halo, siapa ini?"]

["Halo, Bu, saya Damar. Ini mobilnya sudah dibetulkan montir panggilan, Bu, tetapi mobil tidak bisa diantar mereka ke rumah Ibu. Jadi bagaimana, Bu? Tinggal di toko saja?"]

["Kamu bisa bawa mobilkan? Kalau bisa, kenapa tidak kamu antar langsung saja ke rumah saya? Saya sedang sibuk dan saya gak mau mobil mahal saya tinggal di toko."]

["Oh, baik, Bu, tolong di-share lokasi rumah Ibu, biar saya yang antar."] Wanita itu menutup langsung panggilan dari Damar. Ia memberikan lokasi rumahnya lewat google map. Setelah itu ia melanjutkan berbelanja baju dan tas. Barang yang sudah sangat menumpuk di dalam lemarinya, tetapi tetap saja ia beli untuk mengusir rasa galaunya.

Saat asik memilih baju, ia melihat sepasang suami istri yang tengah memilih pakaian dalam yang seksi. Ia sampai lupa kapan terakhir kali memakai lingerie di depan suaminya. Suami merangkul istrinya dengan gemas dan keduanya saling bersenda gurau.

Jihan melihatnya dengan perasaan cemburu. Kapan ia bisa mesra seperti itu pada suaminya? Suaminya selalu saja beralasan untuk pulang ke Jakarta, padahal jarak rumahnya dengan bandara Soekarno-hatta hanya lima belas menit saja.

Jihan kembali mengecek ponselnya, berharap suaminya membalas pesannya tetapi tanda itu belum berubah warna juga. Online terakhir juga saat tadi sore. Total sudah hampir empat jam WA suaminya tidak aktif.

Dimasakin seblak sama Pak suami. Makasih sayang.

Jihan tertawa miris pada dirinya sendiri karena baru saja membaca status Noni dan saat ini hatinya benar-benar bagaikan sedang dicubit. Jihan memesan taksi online dan memutuskan segera pulang.

Tiba-tiba saja hujan turun dengan sangat deras saat wanita itu tiba di depan rumahnya. Bibik membukakan pagar dan membiarkan taksi yang ditumpangi majikannya masuk sampai ke depan teras.

"Kenapa lelaki itu masih di sini, Bik?"

"Oh, Mas Damar itu tadi sampai di sini sudah hujan, Bu. Jadi saya kasihan kalau diusir, jadinya saya suruh tunggu di teras saja." Jihan mengambil payung dari tangan Bik Asih, lalu berlari kecil menuju teras, tetapi sayang, payung yang dipakai Jihan malah terbalik melengkung ke atas karena angin yang sangat kencang. Bajunya basah kuyup, melihat bosnya kesulitan dan kehujanan. Damar pun lekas membuka jaketnya lalu berlari untuk menutupi kepala Jihan yang basah.

Jihan mengambil jaket Damar, berlari ke teras dan membiarkan lelaki itu kebasahan di belakangnya.

"Maaf, Bu, payungnya rusak ya. Duh, maaf," ujar Bik Asih dengan wajah pucat,  khawatir majikannya marah.

"Gak papa, Bik. Ini, makasih Mar. Kalau hujan sudah reda, kamu boleh pulang."

"Baik, Bu, terima kasih." Damar menerima jaket basah dari tangan Jihan. Wanita itu masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Damar di teras sendirian.

Satu jam berlalu, hujan bukannya berhenti, melainkan semakin deras saja. Jihan turun dari lantai dua kamarnya untuk melihat Damar sudah pulang atau belum. Ternyata lelaki itu malah tertidur di kursi teras dengan tubuh bergetar seperti tengah kedinginan karena tidak memakai baju. Bajunya basah tadi saat memberikan jaket padanya.

Tubuh Damar sangat atletis, sepertinya pemuda ini rajin berolah raga. Kata Jihan dalam hati.

Entah setan apa yang ada di kepala Jihan, film semi yang baru lima belas menit ia tonton di kamar tadi, membuatnya ingin disentuh. Namun suaminya tidak ada. Wanita itu tidak mau menyentuh dirinya sendiri karena hal itu belum pernah ia lakukan.

"Damar, bangun! Masuk dulu, nanti kamu masuk angin," bisik Jihan sambil menepuk pundak Damar.

"B-baik, Bu, maaf, saya ketiduran."

"Gak papa, ayo, cepat masuk!" Jihan menarik tangan Damar, lalu mengunci pintu rumah setelah mereka masuk ke dalam rumah.

"Ganti baju dulu di atas." Lelaki itu menurut saja dan perlahan naik ke lantai dua.

"Di mana kamar mandinya, Bu?"

"Di sana, di dalam sana!" Damar menelan ludah. Bukannya itu kamar utama? Kenapa harus mengganti baju di kamar bosnya?

"Ayo, gak papa!" Suara Jihan sudah bergetar. Ia benar-benar kerasukan, sehingga menutup pintu, bahkan menguncinya setelah Damar masuk ke dalam kamarnya.

Bersambung

Versi lengkap bisa kalian baca di aplikasi Fizzo ya. Mohon supportnya. Baca gratis sampai tamat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top