Memori 7 - Saksi (Aqua_Rian)
"Cepat, masuk! Di sana banyak tempat aman buat sembunyi!" Seorang pemuda memberi instruksi sambil menunjuk-nunjuk ke arah utara.
Melihat mereka tetap bergerombol, pemuda yang lain pun berseru, "Goblok, jangan bergerombol! Berpencar, berpencar, berpencar biar tidak ketahuan!"
Ketika ada beberapa orang berlari ke arah selatan, pemuda pertama pun berteriak gusar, "Jangan lari ke arah markas, goblok! Sana, ke utara! Cepat, cepat, cepat!"
Mereka lari tunggang-langgang ke arah utara seperti yang diinstruksikan, berpencar mencari selamat masing-masing. Namun, malang tidak dapat ditolak, para pengejar menyusul terlalu cepat.
Pasukan bersenjata yang berhasil mengejar, menghamburkan persediaan timah panas mereka tanpa ragu-ragu.
Aku, hutan jati Panjuran wilayah Madiun, tempat mereka selama ini bersembunyi. Hanya bisa menonton ketika mereka memasuki kehidupanku yang tenang dan menghancurkannya. Mereka adalah orang-orang yang dicurigai sebagai pemberontak. Terorganisir dalam sebuah partai komunis, partai penentang yang ingin berkuasa dan menjadikan idealisme mereka sebagai acuan dalam pemerintahan.
Akan tetapi, sebenarnya mereka hanya sekelompok pemuda bodoh yang dijadikan kambing hitam. Ketika rencana pemberontakan yang sudah tersusun rapi hancur berantakan karena terendus pihak penguasa, mereka pun dijadikan sebagai pengalihan supaya para petinggi bisa melarikan diri dengan aman.
Kini, pemuda-pemuda itu telah berkalang tanah, terkubur massal di tempatku. Visi misi berorientasi pada perubahan yang dianggap luhur, justru mengantarkan mereka ke alam baka dengan cara yang sangat sadis.
Banyak sudah yang telah kudengar juga kulihat. Semuanya tersimpan rapi di dalam kotak pandora, tidak akan pernah hilang meskipun kotaknya telah usang. Bahkan, bau anyir darah dari malam pembantaian di pertengahan bulan September itu masih terasa segar. Meskipun hujan telah menghapus jejaknya, tetapi aku masih bisa mencium aromanya.
Aku pikir, setelah peristiwa berdarah itu tidak ada lagi orang yang akan mengunjungiku. Namun, di akhir bulan September ketika hujan mulai intens membasahi tanah, seorang pemuda datang di malam hari. Berbekal senter dan topi caping, dia menyisir hutan sambil menyibak semak belukar.
Pemuda yang sangat pemberani, membuatku kagum. Kira-kira, apa yang sedang dia cari? Seandainya saja kami bisa saling menyapa.
Dia berhenti di bawah pohonku yang paling rindang sambil menoleh ke sana-kemari. Dari napasnya yang terdengar ngos-ngosan, sepertinya sudah sangat kelelahan.
"Ke mana lagi harus mencari?" Dia bergumam putus asa. "Gun hanya bilang di hutan jati sebelah barat. Tapi hutannya kan ada tiga dan luas semua. Aku sudah mutar-mutar dari pagi tidak ketemu juga."
Sebenarnya apa yang dia cari? Melihatnya tampak kelelahan dan putus asa, aku jadi merasa kasihan.
"Hutan Panjuran ...."
Oh! Dia bicara padaku. Apa dia tahu aku sedang melihatnya? Jangan-jangan dia punya indra keenam.
"Bisakah kamu memberiku petunjuk? Aku hanya ingin menemukan kuburan massal tempat para pemuda itu ditimbun. Aku ingin membawa pulang adikku. Bocah bodoh dan keras kepala itu ...."
Suaranya serak dan goyah, lalu terdengar seperti suara tercekik yang membuatnya berhenti bicara. Sepertinya dia sedang menahan diri agar tidak menangis, matanya yang tiba-tiba menatap ke atas tampak memerah dan berkaca-kaca.
Oh .... Ya Tuhan Penguasa semesta. Andai saja Engkau berkenan memberiku izin untuk menolongnya.
Sementara asyik memperhatikan dia, tiba-tiba kudengar suara langkah-langkah lain mendatangiku. Mereka ada lima orang. Apa yang sedang mereka lakukan? Apa juga sedang mencari kuburan massal itu?
"Masih jauh tidak?" Kudengar salah satu bertanya gusar, mungkin kesal karena jalannya becek dan licin, susah dilewati.
"Ssst .... Bisa tidak jangan berisik?" Pemuda berbadan besar menghardik dengan suara berbisik-bisik. "Jangan buat kacau. Jauh atau tidak mana aku tahu, sudah lupa aku. Pokoknya ayo cari saja."
Aku merasakan firasat buruk, sepertinya malam berdarah akan terjadi lagi. Namun, entah kenapa aku merasa tidak rela jika hal buruk terjadi pada pemuda ini. Dia terlihat sangat bersahaja dan tulus.
"Ya Tuhan, mohon beri petunjuk." Setelah mengucap permohonan, pemuda itu kembali melangkah.
Tanpa disadari, dia sudah sangat dekat dengan kuburan massal itu. Namun, bagaimana caraku memberitahunya. Oh, Tuhan.
Tiba-tiba angin bertiup kencang dan satu dahan cukup besar yang sudah kering patah, jatuh dan nyaris menimpanya. Untung saja dia gesit melompat ke samping dan sekarang terkapar di tanah becek.
Oh, tunggu dulu. Itu, dia jatuh tepat di atas kuburan massal.
Dia perlahan merangkak bangun dan tanpa sengaja tangannya menyentuh kain yang mencuat dari dalam tanah. Awalnya hanya dilihat-lihat, kemudian tiba-tiba dia sangat bersemangat.
"Sepertinya di sini!" Dia meraba-raba permukaan tanah sambil tertawa-tawa. "Akhirnya Mas Pal menemukanmu, Lang."
Oh, tidak! Kelima pemuda itu sudah menemukannya. Lari, ayo, lari! Tinggalkan tempat ini secepatnya! Ah .... Percuma saja aku memperingatkan, dia tidak akan bisa mendengarku.
Dia terlalu antusias sampai-sampai tidak menyadari kedatangan mereka. Pemuda yang badannya paling tinggi dan besar langsung menendangnya. Membuat pemuda yang memanggil dirinya sendiri Mas Pal itu jatuh terguling.
Dia cepat-cepat bangun dan mengarahkan senter kepada kelima pemuda itu. Saat itu juga kulihat matanya membeliak nanar.
"Kalian. Apa-apaan ini, Gun?" Mas Pal perlahan bangkit.
Pemuda tinggi besar menyahut, "Aku sengaja mengirimmu ke sini supaya bisa dikubur satu liang dengan Galang. Pak Nasirun sudah membayarku sangat mahal."
Sudah kuduga. Mereka pasti akan menumpahkan darah lagi. Sekarang aku ingat, pemuda tinggi besar itu adalah salah satu anggota kelompok partai komunis. Dia seharusnya juga ikut mati dibantai, tetapi ketika terdesak langsung berpura-pura menjadi salah satu intel dan menunjukkan jalan ke markas.
Dialah penjahat yang sebenarnya. Aku geram, ingin sekali menimpanya dengan salah satu pohonku yang paling besar. Namun, apa dayaku?
"Kamu!" Mas Pal melotot, sepertinya sudah mulai mengerti. "Jadi, juragan serakah itu yang sudah mendanai organisasi kalian?"
"Kalau iya, kenapa? Kamu akan mati di sini malam ini dan rahasia tetap aman."
Cara bicaranya sangat arogan, tidak merasa bersalah sama sekali. Bukannya bertobat setelah lolos dari maut, malah semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar geram.
Mas Pal sepertinya masih bisa mengendalikan amarah dan ingin berbicara baik-baik, tetapi si Gun itu sudah tidak sabaran dan menyuruh teman-temannya untuk mengeroyok Mas Pal.
Dua orang maju, satu menendang dan satu meninju, Mas Pal menarik badan ke belakang untuk menghindari tinju sambil menangkis tendangan. Wah, ternyata dia jagoan, gerakannya sangat gesit.
Akan tetapi, karena pijakannya licin Mas Pal terjatuh dan salah satu pemuda dengan cepat mendekat hendak memukulnya. Namun, justru Mas Pal yang memukul lebih dulu menggunakan patahan dahan cukup besar dan panjang.
Tuhan, terima kasih. Aku senang Mas Pal mendapatkan bantuan.
Mas Pal berdiri tegak dan melempar kayunya, lalu menarik belati dari selongsong yang tergantung di pinggang. Belati itu bermata ganda dengan ujung runcing.
"Sebenarnya aku tidak ingin berlebihan, tapi sepertinya kalian tipe orang-orang yang tidak tahu diuntung." Setelah berbicara dengan nada dingin, Mas Pal memasang kuda-kuda. Pisau di tangan kanan dan senter di tangan kiri.
Dia terlihat sangat gagah, seperti seorang ksatria. Aku mendukungmu Mas Pal. Ayo, kalahkan mereka semua.
"Mulut besar! Ayo, maju. Habisi saja jangan beri ampun?" Si Gun jelek itu berteriak memerintah dan empat teman bodohnya pun serempak maju. Ternyata mereka juga membawa senjata tajam, golok.
Di serang empat orang bersenjata, Mas Pal terlihat tenang-tenang saja. Dia berhasil menahan golok salah satu penyerang menggunakan senter dan cahaya senter mengenai wajah lawan lainnya. Dalam satu kesempatan, dia berhasil menendang beruntun pada mereka berdua dengan kecepatan yang sulit diikuti oleh lawan.
Mas Pal benar-benar cepat. Segera setelah berhasil menjatuhkan dua lawan, dia melakukan tendangan melingkar sambil melompat untuk menyambut dua lawan lainnya. Tepat sasaran, mereka pun terbanting ke tanah becek dan kesulitan bangun karena licin.
Aku pikir, Mas Pal akan memberi mereka kesempatan untuk bangun, tetapi ternyata tidak. Dia mengambil kayu dan menggunakannya untuk menghajar mereka. Meskipun empat lawan satu, tetapi peluang menang justru ada di pihak yang satu.
Cara Mas Pal bertarung terlihat sangat profesional, sedangkan lawan-lawannya serampangan. Hanya dalam waktu singkat mereka sudah jatuh bergelimpangan dengan tubuh berdarah-darah.
Sementara, Mas Pal masih membelakangi, si Gun segera berlari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri.
Aku sangat berharap Mas Pal mengejar orang itu dan memberinya pelajaran. Ah, akhirnya dia berbalik dan berlari menerobos apa saja yang menghalangi. Ayo, Mas Pal, tangkap orang jahat itu!
Aku sangat bersemangat dan mereka juga. Mereka, para kunang-kunang, terbang mengiringi Mas Pal untuk memberinya penerangan.
Mas Pal sempat mendongak sebentar dan kudengar dia berkata, "Terima kasih Hutan Panjuran."
Dia benar-benar orang baik yang tahu bagaimana menghargai. Bahkan jika hal itu dianggap hanya takhayul bagi sebagian orang.
"Guuun!" Dia tiba-tiba meraung seperti bintang buas saat melihat targetnya sudah ada di depan mata.
Lajunya semakin kencang, lalu tiba-tiba melompat seperti harimau dan sukses menerkam mangsa.
"Bajingan! Bangsat!"
Dia melontarkan banyak kata-kata kotor sambil memukuli si Gun yang tidak berdaya dan berakhir dengan menusuk-nusuk perutnya. Setelah itu, dia melempar diri sendiri ke tanah dan telentang.
Sambil mengangkat tangan yang penuh darah dan menatap lekat, dia berkata, "Tangan yang pernah membunuh, sepertinya akan selalu dituntun untuk membunuh walaupun sebenarnya tidak ingin."
Pada akhirnya, Mas Pal pergi dengan tangan kosong. Meninggalkan jasad adiknya serta yang lain tetap dalam dekapanku.
Aku, hutan jati Panjuran, saksi bisu banyak pembantaian. Juga dianggap sebagai tempat yang sangat tepat, untuk dijadikan pembuangan jasad orang-orang yang hak asasinya telah direnggut.
#WIAmenolaklupa
SEKIAN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top