Sebuah Tanya.

Ayla tampak berdiri dengan bodoh di parkiran, dia sendiri tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Menunggu Devano? Tentu saja Ayla ragu, dia tidak mau kalau sampai dirinya bisa disebut sebagai cewek paling bodoh di dunia ini, hanya karena sebuah ajakan dari seorang cowok yang tidak ia kenal dan cowok itu populer Ayla langsung mau begitu saja?

Ayla menjitak kepalanya sendiri dengan sempurna. Apa yang salah dengan dirinya sekarang? Kenapa dirinya menjadi manusia paling bodoh di dunia? Ayla tahu kalau gosip tentang dirinya dan Devano mungkin sudah menyebar ke seluruh sekolahan, hanya saja bagi Ayla pribadi, hubungannya dengan Devano sama-sama tidak jelas, dan Ayla harus memperjelas ini dulu sebelum ia benar-benar mau diantar pulang oleh Devano.

"Lo ngapain berdiri kayak orang bodoh di sana? Buruan naik!"

Ayla tersentak pada suara Arka yang mengajaknya untuk pulang. Ayla menelan ludahnya dengan susah. Dia baru ingat kalau abangnya menitipkan dirinya kepada Arka. Satu hal yang tidak bisa diganggu gugat sebab Ayla harus bersama Arka saat berangkat dan pulang sekolah.

"Elo pulang sendiri aja deh! Gue sedang nungguin temen!" jawab Ayla. Tentu dengan nada ketus yang pernah ada di dunia. Arka mendengar jawaban itu pun langsung mematikan mesin motornya, menarik sebelah alisnya kemudian memandang Ayla dengan tatapan penuh selidik.

"Lo mau pulang sama siapa? Sama dua temen cewek lo yang ajaib itu?" tebak Arka.

Ayla memutar bola matanya dengan jenggah. Bagaimana bisa, Intan dan Nuna disebut ajaib oleh Ayla? Keduanya adalah sahabat Ayla yang berharga.

"Gue lihat mereka udah pulang duluan, terus elo nungguin siapa sih?" lanjut Arka kemudian dengan penuh selidik.

Sebuah mobil merah pun terhenti, kaca mobil diturunkan dan tampak jelas di kursi kemudi ada Devano di sana. Tanpa mengatakan apa pun, Devano hanya diam, dan berhasil membuat Ayla berdiri dengan sangat gelisah sekali. Ayla ingin berjalan mendekati mobil merah tersebut tapi tangannya langsung ditarik oleh Arka sehingga Ayla tidak bisa mendekati mobil Devano.

"Ngapain lo?" tanya Arka dengan nada yang kini jauh dari kata ramah, bahkan terlihat penuh selidik dan ketus. "Mau ke mana lo?" jelas Arka lagi.

Ayla menelan ludahnya dengan susah, bukan karena Ayla takut dengan Arka. Bukan sama sekali. Hanya saja, Ayla tidak mau kalau sampai Arka mengadu kepada abangnya kalau Ayla pulang dengan cowok dan itu bukan Arka. Bisa-bisa abangnya akan murka dan akan menceramahi Ayla sampai berjam-jam lamanya dan itu adalah hal yang dihindari oleh Ayla bahkan sampai kapan pun itu.

"Gue ... gue ...."

"Dia pulang sama gue. Elo siapa?"

Ucapan itu berhasil membuat Arka menarik sebelah alisnya dengan sempurna, masih duduk di atas motornya, Arka menarik Ayla hingga kaki Ayla kembali mundur dan mendekati Arka.

"Siapa lo?" ulang Arka. Melempar pertanyaan kepada Devano, seolah enggan kalah dengan Devano sama sekali.

Rahang Devano mengeras, dia tak mengatakan apa pun lagi selain memandang mata Ayla dengan tatapan tajamnya. Ayla yang ditatap seperti itu pun agaknya cukup membuatnya ciut, bahkan Ayla merasa jika hari ini adalah hari di mana dirinya akan mendapatkan sebuah hal yang benar-benar akan rumit bahkan sampai kapan pun itu.

"Ar, elo pulang sendiri, ya. Gue mau pulang sama Kak Devano. Gue udah janji sama dia, dan gue—"

"Bukannya Bang Daren udah bilang kalau elo dititipin ke gue? Dan bukannya elo juga udah bilang, kalau Om juga ngelarang elo diantar-antar sama orang yang nggak dikenal? Lalu kenapa lo sampai mau diantar sama cowok yang nggak lo kenal?" ucap Arka panjang lebar. Seperti sebuah ucapan-ucapan yang membuat Ayla tidak bisa berkata apa-apa sama sekali bahkan sampai kapan pun itu.

"Namun ... namun ...."

"Dia adalah cowok elo?" tebak Arka lagi, kali ini Arka memandang Devano dengan picingan mata yang jelas jika Arka tidak suka. Pun dengan Devano, seolah keduanya sama-sama telah mengibarkan bendera perang.

Situasi ini adalah situasi yang benar-benar sangat sulit bagi Ayla, di satu sisi dia ingin bertanya tentang Devano akan hubungannya, di sisi lain apa yang dikatakan Arka adalah benar. Ayla bukanlah anak pembangkang, dia selalu menuruti setiap perintah yang diberikan oleh ayahnya. Jadi, bagaimana bisa dia harus melanggar aturan yang sudah dibuat oleh ayahnya jika dia pulang tidak boleh diantar oleh orang asing?

"Ayo, balik sama gue!" ajak Arka lagi. Kali ini Devano tidak tinggal diam, dia langsung keluar dari mobil, berjalan dengan langkah besar-besar dan menarik satu sisi tangan Ayla yang bebas.

"Balik sama gue," dan kalimat tersebut berhasil membuat Ayla semakin ketakutan. Bukan kalimat ajakan yang keluar dari mulut Devano, melainkan seperti kalimat perintah yang terdengar begitu mengerikan. Ayla hanya bisa tertegun, dia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa untuk mengurusi semuanya. Jujur, Ayla benar-benar merasa takut sekarang ini.

"Arka, please ... tolong gue," pinta Ayla yang kini hendak menangis.

Melihat Ayla hendak menangis, Devano pun agaknya cukup tidak tega juga. D ia terdiam sejenak lalu melepaskan genggamannya, membiarkan Ayla pergi bersama dengan Devano. Meski jujur, rasa kesal mulai menyelimuti Arka sekarang ini.

"Kalau lo udah sampai rumah, langsung hubungi Bang Daren, Ay!" teriak Arka. Ayla pun mengangkat tangannya dan membentuk huruf 'O' pada jari telunjuk dan jempolnya kemudian dia memandang Arka sekilas lalu tersenyum. Ya, Ayla tahu jika Arka bukan cowok jahat. Dia hanya khawatir, dan dia hanya berusaha memegang amanah yang diberikan oleh abangnya.

Sementara Devano yang melihat Ayla tersenyum pada Arka pun membuka pintu mobil dengan sedikit kasar, menyuruh Ayla masuk lalu membanting pintu itu dengan sempurna. Ayla tersentak kaget, dia langsung duduk dalam posisi tegang luar biasa, melihat Devano masuk kembali dalam mobilnya, melirik Arka dan melajukan mobilnya dengan begitu kencang.

Ayla tidak bisa berkata apa-apa, dia menoleh kepada Devano dengan mimik wajah yang bodoh. Hingga kemudian Ayla menundukkan wajahnya dengan sempurna. Dia harus bertanya, ya ... dia harus bertanya sekarang, sebab jika tidak, semua ini akan benar-benar akan semakin rumit.

"Kak Devano, boleh nggak kalau gue tanya sama elo sekarang ini?" tanya Ayla pada akhirnya. Dia terus memilin ujung roknya, kemudian dia melirik Devano yang diam membisu tanpa satu kata pun itu. "Omong-omong, gue masih bingung nih, sebenarnya kita ini jadiannya kapan, ya? Terus kenapa bisa kita ini pacaran? Gue masih nggak paham sama sekali dengan semua hal ini. Bahkan kita aja nggak saling kenal, kita aja nggak saling PDKTan, kan?" 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top