Sebuah Kecupan

Silakan baca kelanjutannya di NovelToon atau MangaToon, terimakasih!

******************************************************************************

"Lo ngomong udah kayak Ayla punya elo aja, emangnya elo udah kawin sama dia?" Arka yang tidak mau kalah dan merasa jika harga dirinya yang setinggi gunung itu telah dilecehkan oleh Devano pun meradang.

Bagaimana tidak, sudah dua kali Devano mencari gara-gara dengannya. Mulai dari peristiwa di parkiran hingga sekarang ini. Mengambil dan mengajak pergi Ayla seenaknya saja seolah Ayla adalah barang miliknya yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun. Dan yang lebih bodohnya lagi dari pada itu adalah Ayla sendiri. Katanya, dia bingung dan tidak yakin kalau dirinya dan Devano sudah pacaran, tapi bagaimana bisa Ayla mau-maunya saja dibawa Devano kemana-mana? Sebuah hal yang semakin dan semakin saja membuat Arka kesal bukan main. Bagaimana bisa sosok Ayla begitu tunduk dan terlalu cinta mati dengan manusia menyebalkan dan sombong seperti Devano.

"Ay, elo bisa buka mata lo nggak sih? Devano itu nggak cinta sama elo! Dia itu hanya manfaatin elo aja dan nggak lebih dari itu, yang namanya cinta dan pacaran itu nggak mungkin kayak Devano. Selama seminggu di sekolah, gue nggak pernah sama sekali kalau elo ini ada jalan bareng Devano. Ke kantin bareng atau lain sebagainya, nggak pernah sama sekali. Jadi, bagaimana bisa elo ngerasa mau-mau aja diajak Devano kemana-mana? Elo itu hanya dimanfaatin, dari ucapan Devano dan elo itu hanya dibuat tameng, Ayla!"

"Tameng? Tameng apa? Kenapa Kak Devano harus ngejadiin dia tameng? Dia cowok kuat gue rasa, dan gue juga ngerasa kalau nggak butuh gue buat jagain dia, kan? Gue kecil, dan gue lemah kayak gini," kata Ayla dengan mimik wajah lugunya.

Kedua tangan Arka mengepal kuat, susah memang kalau memberitahu seseorang yang sudah jatuh cinta. Ibarat kata, seseorang yang sudah jatuh cinta itu adalah manusia paling bodoh sedunia. Karena mereka tidak akan pernah bisa dikasih tahu, mereka cenderung bermain dengan perasaan dan hati bukan bermain dengan logika. Jadi, ribuan kali Arka berbicara dan menerangkan semasuk akal mungkin, itu tidak akan masuk sama sekali buat Ayla. Yang ada Ayla akan terus membela Devano sampai titik darah penghabisan.

"Susah ngomong sama elo,"

"Jangan ikut campur hubungan orang," ketus Devano. Tatapannya dingin dan tajam, memandang pada Arka.

"Gue akan ikut campur, Ayla ada di bawah pengawasan gue kalau di sekolah. Paham lo?"

"Lo bukan bokapnya, lo juga bukan abangnya. Lo itu nggak ada hak," timpal Devano.

Mulut Arka terkatup sempurna, dia ingin sekali meninju Devano saat ini juga. Namun, apa yang diucapkan Devano adalah benar. Ini adalah hal yang semakin membuat Arka murka, juga tak berdaya.

"Terserah elo, deh! Terserah kalian berdua. Pusing gue ngurusin kalian!" putus Arka pada akhirnya, tatapan Arka kini pada Ayla yang masih diam membisu dengan tangan digenggam erat oleh Devano. "Ay, gue udah memperingati elo, ya. Kalau elo harus ngejauhin Devano. Kalau suatu saat nanti elo sakit dan disakitin oleh Devano, gue harap elo jangan nyari gue. Karena apa? Karen ague udah ngasih tahu elo yang bebal ini! Gue juga bakal bilang ke Bang Daren kalau adiknya yang satu ini nggak bisa dikasih tahu manusia!" setelah mengatakan itu, Arka pun pergi, membuat Devano memandangnya dalam diam.

Dan Ayla sendiri, dia tampak senyam-senyum sendiri. Bagaimana tidak, melihat pergelangan tangannya digenggam oleh Devano adalah hal terindah yang pernah ada do dunia. Dan Ayla berjanji jika, dia tidak akan pernah mencuci tangannya selama seminggu karena Devano telah menggenggam tangannya seperti itu.

"Kak Devano ..." kata Ayla dengan suara seraknya, malu-malu dia memandang Devano kemudian dia tersenyum tidak jelas. Sementara Devano yang sadar pun, langsung melirik arah lorong, memastikan jika suasana sepi, kemudian Devano melepas genggaman tangannya. Mengambil tisu basah di saku kemeja Ayla dan mengelap tangannya dengan tisu basah tersebut. "Kok?" tanya Ayla dengan bodoh. Devano kini mendengus dengan sempurna.

"Gue nggak mau, tangan gue terkontiminasi virus dari elo," dingin, dan menyakitkan, itulah yang diucapkan oleh Devano. Ayla sama sekali tidak menyangka jika Devano akan mengatakan hal seperti itu.

Ayla yang tak terima pun langsung berjalan mendekati Devano, menarik ujung baju seragam Devano kemudian memandang Devano dengan tatapan kesalnya.

"Gue sama sekali nggak ngerti ..." kata Ayla pada akhirnya. Devano memandang Ayla masih dengan diam, seolah enggan untuk menjawabi ucapan dari Ayla. "Gue bukan sampah, gue juga bukan kotoran. Tubuh gue bersih, dan wangi. Gue mandi setiap hari, dan sebelum ke sekolah pun gue mandi. Tapi kenapa setiap Kak Devano deketin gue seolah-olah gue adalah virus mematikan yang nggak pernah bisa ditolong oleh siapa pun juga. Gue udah sedari lama emang begitu mengidolakan Kak Devano, saking mengidolakannya berapa kali pun Kak Devano ngomong jahat ke gue, gue masih terima. Namun, kalau Kak Devano masih ngomong gini juga, hati gue sakit, Kak. Kalau emang Kak Devano nggak mau gue kajar ya udah, nggak perlu pakai ngomong kasar. Kak Devano cukup berhenti, nggak usah lari. Biar gue aja yang pergi. Simpel kan?"

Air mata Ayla kini sudah menetes sempurna, dia menggenggam erat dadanya yang terasa sakit. Dia sama sekali tidak mengerti, dia sama sekali tidak menyangka jika hidupnya akan seperti ini. Tidak pernah terbayangkan dan terpikirkan bahkan sampai kapan pun juga, bagaimana bisa hidupnya akan seperti ini sekarang.

Ayla langsung membalik badannya, dia hendak berjalan pergi meninggalkan Devano yang masih berdiri di sana. Namun tiba-tiba sepasang tangan besar itu pun merengkuh tubuhnya dari belakang, rambut gondrong kini terjuntai di mata Ayla dengan sempurna. Wangi kasturi menusuk indera penciuman Ayla dengan sempurna. Ayla tahu, Ayla hafal wangi ini dengan amat nyata.

"Lo mau berhenti? Lo mau mundur dari permainan ini?"

Tanya itu berhasil membuat Ayla bingung, mata nanar Ayla pun memandang sosok yang kini sudah membalikkan badannya dengan sempurna, sehingga Ayla memandang sosok itu dengan sempurna.

Devano kini kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Ayla, bibirnya tepat berada di telinga Ayla dengan sempurna. Tersenyum samar kemudian dia berbisik, "Coba saja, kalau lo bisa,"

Setelah mengatakan itu, sebuah ciuman mendarat di pipi Ayla. Devano pergi tanpa kata.

Ayla hanya bisa memandang Devano yang kini mulai menghilang dari belokan lorong dengan bodoh, dia terduduk sempurna sambil memegangi pipinya. Dicubit pipinya tapi Ayla tahu itu semua bukan mimpi, apa yang dilakukan Devano adalah benar-benar nyata.

Ayla kembali mengelus pipinya, dia kembali menangis sejadi-jadinya. Dia bingung, dia takut, dia sendiri tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Dia seperti dipermainkan Devano dalam satu waktu, di mana otaknya sendiri tidak dan belum bisa menalar semua ini dengan baik dan benar. Apa yang terjadi dan bagaimana bisa? Ayla benar-benar tidak tahu ada apa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top