Rasa Kecewa
Pagi ini, Ayla agaknya cukup bangun dengan semangat. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari di mana papanya akan pulang, yang berarti jika hari ini seluruh penderitaannya akan berakhir. Dia tidak perlu lagi makan nasi goreng setiap hari, dia tidak perlu lagi dimarahi abangnya setiap hari. Bagi Ayla, adanya papanya adalah surga tersendiri dalam hidupnya yang tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun juga.
Bagaimana tidak, papanya adalah sosok yang selalu berperan ganda dalam kehidupannya. Ada kalanya jika Ayla begitu rindu dengan kehadiran dan kehangatan serta kasih sayang dari sosok Ibu, maka papanya selalu memberikan peran itu dengan sangat sempurna. Meski tidak dipungkiri sama sekali, jika boleh jujur, jika Ayla sendiri tidak tahu bagaimana rasanya kasih sayang seorang Ibu itu sendiri. Sebab, mamanya telah meninggal tepat satu jam setelah melahirkannya. Hidup dan tumbuh kembang tanpa kehadiran seorang Ibu faktanya benar-benar membuat Ayla merasa nelangsa dan cukup kesepian bukan main. Untung ada papanya, yang selalu ada untuk Ayla, meski kadang-kadang dalam masalah yang bersifat sensitive Ayla sendiri tidak tahu harus cerita dan mencurahkan isi hatinya kepada siapa.
"Papa pulang, Bang?" tanya Ayla, yang bahkan belum mandi dia langsung berlari menuruni anak tangga, melompat sambil memeluk abangnya dari belakang.
Ini adalah satu kebiasaan Ayla yang cukup membuat abangnya kesal, tapi bagaimanapun juga, abangnya tidak bisa berbuat apa pun juga.
Daren mendengus, dia memutar bola matanya dengan jenggah, melengkungkan dadanya ke depan sambil menghela napas panjang. Ayla paling suka memeluk Daren, apalagi sambil mengendus dan juga menenggelamkan wajahnya pada punggung atau pun dada Daren. Salah satu alasan kenapa sampai sekarang Daren tidak kunjung punya cewek, karena Daren yakin jika sampai dia punya cewek, maka ceweknya akan cemburu kepada Ayla dan akan salah paham.
Ini bukanlah sekadar apa yang Daren lakukan, ini adalah hal yang benar-benar terjadi dan hal itu adalah hal yang sangat nyata. Pernah dulu saat Daren duduk di bangku SMA dia memiliki pacar dan semua pacarnya selalu mengatakan jika dirinya adalah playboy, tukang selingkuh dan lain sebagainya. Hanya karena secara tidak sengaja mereka melihat kedekatan Ayla dan Daren di saat mereka sendiri tidak tahu kalau Ayla adalah adik kandungnya Daren. Sebuah hal yang cukup membuat Daren kesal bukan main, tapi kalau diingat-ingat hal itu bisa menjadi sebuah pembelajaran yang luar biasa yang ada. Daren hanya ingin menjalin hubungan dengan cewek yang mampu dan mau menerima keluarganya, kondisinya dan juga adik kesayangannya. Jika tidak ada cewek seperti itu, maka sampai kapan pun juga Daren tidak mau menjalin hubungan kepada siapa pun. Lagi pula, prioritas utama untuk Daren sekarang adalah Ayla. Dia tidak mau kalau sampai dirinya memiliki cewek membuat Ayla merasa kesepian dan lain sebagainya. Daren berjanji untuk memberikan yang terbaik untuk Ayla, dan mencurahkan segala kasih sayang dan perhatiannya untuk Ayla. Ini adalah janji Daren, dan sampai kapan pun janji itu akan benar-benar ditepati oleh Daren. Sampai Ayla benar-benar bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri.
"Belum nih, Dek. Entah, padahal kemarin Papa bilang kalau bakal nyampek rumah jam enam pagi, kenapa sampai sekarang nggak dateng-dateng ya?" gumam Daren pada akhirnya.
Ayla pun langsung berjalan keluar dari rumah, menuju teras dan kembali clingak-clinguk sekadar mencari di mana gerangan papamya berada. Namun, apa yang dikhayalkan benar-benar bukanlah hal baik sama sekali. Sambil mengembuskan napas kesal Ayla tidak mendapati papanya di mana pun.
"Apa Papa nggak mau pulang, ya, Bang?" tanya Ayla. Mimik wajahnya tampak mendung, dan hal itu cukup membuat Daren kasihan juga. Daren yakin jika adik perempuannya itu rindu sekali dengan Papa mereka.
"Mungkin bentaran, bentar deh, Abang coba telepon Papa dulu, ya?" kata Daren kemudian. Ayla pun menganggukkan kepalanya dengan sempurna, sembari kembali memeluk Daren, dia mendongak, memandang Daren dengan tatapan mengibanya.
Daren menghela napas panjang, kemudian dia melihat ponselnya, nomor yang diberi nama Papa itu pun sudah dia telepon beberapa kali, kemudian dia menunggu panggilan itu dijawab oleh papanya.
Tak lama, panggilan itu pun terangkat. Ayla langsung tersenyum dengan mata berbinar luar biasa, Daren pun tersenyum juga, meloadspeaker panggilan tersebut.
"Hallo, Papa, udah ada di mana, Pa?" tanya Daren kala itu.
Suara berisik terdengar begitu nyata, bahkan rasanya Ayla dan Daren cukup heran, penasaran di mana gerangan Papa mereka sekarang berada? Sebuah hal yang tidak pernah terbayangkan bahkan sampai kapan pun juga.
"Oh, Daren. Kamu sama Ay?" tanya papanya dari seberang. Daren pun mengangguk, seolah papanya tahu apa yang dia lakukan sekarang ini.
"Iya, Pa. Ini Ay sedang sama Daren. Kenapa, Pa?" tanya Daren lagi.
"Papap, kapan pulang? Katanya jam enam udah balik? Kok nggak dateng-dateng? Papap di mana?" seru Ayla yang ikut nimbrung percakapan tersebut. Ada sebuah harap dari sosok putri kecil akan kehadiran papanya itu adalah hal yang tergambar dengan begitu sangat nyata.
"Ay Sayang, maafin Papap, ya. Hari ini Papap nggak jadi pulang nih! Tiba-tiba bos Papap minta Papap buat langsung ke Jepang untuk kerjaan di sana, Ay. Jadi, Papap ke Jepang dulu sebelum pulang, kamu nggak apa-apa, kan, Papap tinggal sama Abang Daren lebih lama sedikit aja?"
Dan ucapan itu berhasil membuat gurat bahagia di wajah Ayla pudar, Daren yang melihat itu pun merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Ayla. Ayla tersenyum getir, kemudian dia menundukkan wajahnya dengan sempurna.
"Sampai kapan?" tanya itu berhasil keluar dari mulut Ayla, tidak bersemangat dan terdengar begitu sangat lirih sekali.
"Satu minggu, Ay. Papap akan pulang minggu depan. Gimana kalau gini, mumpung Papap di Jepang, Ay mau oleh-oleh apa? Apa pun nanti Papap belikan deh, janji!" kata papanya Ayla mencoba untuk menghibur Ayla. Namun, Ayla sepertinya sudah tidak bersemangat. Dia tak mengatakan apa pun kemudian memilih untuk menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar. Ayla menutup pintu sambil setengah dibanting, dan itu berhasil membuat Daren terjingkat juga. "Ay, Ay nggak marah sama Papap, kan?"
"Ay udah pergi ke kamar, Pap," Daren pun menjelaskan.
"Dia marah sama Papa, Daren?" tanya papanya lagi. Daren hanya bisa menghela napas panjangnya dengan sempurna.
"Ya biasalah, Pa. Ay kayak gimana. Dia nggak marah sama Papa kok, palingan ngambek bentaran. Papa fokus ke kerjaan aja, ya. Nanti masalah Ay, biar Daren yang ngurus dan ngehibur dia. Pasti nanti malam Ay nelepon Papa buat minta banyak oleh-oleh, deh. Yakin dengan apa yang Daren ucapkan ini."
"Ya udah, Daren. Papap kerja dulu, ya. Jaga Ay, ya, uang jajan kalian udah Papa transfer. Kuliah yang baik, dan jangan kelayapan ya, Daren. Kalian harus saling melindungi satu sama lainnya."
"Iya, Pa, Daren tahu," jawab Daren sambil menutup panggilan dari papanya. Daren kembali menghela napas panjang, kemudian dia memandang lagi pintu kamar Ayla. Ini adalah pekerjaan ekstra untuk Daren tentu saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top