Seperangkat Dusta 7

Dear Readers, kisah ini udah sampai bab 9 di KBM App, kalau mau baca sat set, langsung main ke akunku di sana yaa. Udah pada tahu, kan? Yuk gaskaan 🤍

**

"Dengar, Senja, meski mungkin menurutmu aku jahat, tapi aku nggak pernah berpikir untuk melepasmu."

"Itu lebih jahat, Mas!"

Byan tersenyum tipis. "Aku nggak mau dianggap pria sial."

"Maksud kamu?"

Tertawa kecil, Byan mengatakan bahwa siapa pun tahu siapa istrinya. Perempuan cantik, pintar, punya keturunan baik , dan tentu saja kata raya. 

"Pasti akan banyak di luar sana pria yang menginginkan dan mengincarmu, dan aku nggak mau itu terjadi."

"Aku nggak ngerti!" Senja bersungut-sungut. "Bukannya kamu juga bisa mencari perempuan lain yang lebih?" Entahlah, meski Byan bersikap tidak seharusnya, tetapi dia masih belum bisa mengganti rasa cinta dengan benci.

"Aku nggak mau jadi duda, apa kamu mau dipanggil janda?" tanyanya masih santai seolah apa yang terjadi adalah sebuah lelucon baginya.

Senja bergeming. Meski terdengar lucu dan membuat kesal, tetapi ucapan suaminya itu cukup rasional. 

"Siapa yang tidak dikenal kamu dan ... aku? Tapi kalau kamu mau punya embel-embel janda terserah, tapi aku nggak akan biarkan itu terjadi!"

"Lagipula ... bagaimana papamu?"

Senja merapikan rambutnya. Byan terlalu santai untuk diajak bicara soal ini. Senja merasa akan lebih baik mengimbangi dengan perasaan yang sama agar suaminya itu bisa berpikir dengan baik. Meski menyakitkan, tetapi dia tak harus menjadi perempuan lemah di depan Byan. 

Jika pria itu sedang memainkan perannya, Senja mulai belajar juga untuk bermain sebagai perempuan bahagia yang sama sekali tak terlihat diabaikan meskipun tentu dirinya harus bekerja keras untuk menyembunyikan air mata.

"Aku sudah bisa menerima bahwa kamu tidak mencintaiku, dan aku tidak akan memaksamu untuk mengubah perasaan itu, tapi kalau kamu melepaskan aku, itu akan lebih baik buatku dan tentu saja buatmu." Napas Senja mulai tak beraturan. Ada rasa kecewa dan rasa cinta yang melebur jadi satu. Satu sisi dia benar-benar sakit hati, sementara di sisi lain belum bisa melepas perasaan cintanya kepada Byan.

"Aku merasa bodoh saat ini."

Byan melepas sabuk pengaman dan bersandar santai.

"Kamu menyesal?" Dia menyugar rambut memiringkan tubuh menghadap Senja.

Menyesal? Sudah pasti Senja menyesal, tetapi bukankah pria di samping itu adalah pilihannya? Bukankah dia pernah bersikeras mengatakan jika dia sudah benar-benar yakin jika Byan akan menjaga dan mencintainya sepanjang usia?

"Mungkin, tapi kamu pilihanku, meski aku salah!"

"Senja, aku pernah mencintai seseorang sangat dalam. Aku begitu sayang padanya, tetapi dia dipanggil pulang, dan aku kehilangan rasa itu setelahnya."

Senja menoleh.

"Ibumu?" Dia tahu karena ada banyak ungkapan perasaan Byan tertulis di belakang setiap foto ibunya.

Byan melirik tajam kemudian mengangguk. "Dan aku akan memberi pelajaran pada orang yang menyebabkan ibuku pergi!" tuturnya dengan tangan mengepal. "Ada banyak hal yang tidak kamu ketahui tentang aku, Senja."

"Apa itu akan membuatmu puas?"

"Maksud kamu?"

"Apa dengan memberi pelajaran pada orang yang kamu pikir punya andil kuat yang menyebabkan ibumu pergi itu akan membuat kamu puas? Apa yang kamu lakukan itu menjadi penyebab ibumu akan kembali?"

Byan memindai tajam. Dia tampak heran seolah bertanya kenapa Senja seolah mulai memancing dirinya untuk membuka kisah lama.

"Apa papaku ada di balik semua sandiwaramu, Mas Byan?" 

Kali ini Senja seolah mengabaikan perasaannya, dia tak lagi memikirkan apa yang akan terjadi nanti jika akhirnya Byan mengaku apa pun itu. 

Toh dengan pernyataan jujur Byan bahwa dia tidak mencintainya itu sudah cukup bagi Senja untuk bisa menghadapi apa yang memang sudah menjadi takdirnya.

"Jawab, Byan! Apakah papaku memiliki andil dalam kesengsaraan keluargamu?"

"Iya! Papamu menghancurkan bisnis papaku hingga  akhirnya meninggal!" paparnya dengan suara berat dan rahang mengeras.

Mata Senja membeliak menatap nanar. Apanyang dia dengar sama sekali benar-benar tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Bagaimana mungkin sang papa tega menghancurkan bisnis rekannya? Sementara beberapa kali Adhitama bercerita tentang bagaimana kedekatannya dengan Bimantara. Papanya tidak pernah menceritakan hal buruk almarhum mertua laki-lakinya itu.

"Kamu nggak akan pernah bisa percaya dengan kenyataan ini, 'kan?"

Senja membisu. Ada banyak pertanyaan di kepalanya yang siap untuk dilontarkan kepada sang papa, tetapi dengan kondisi Adhitama yang seperti saat ini tentu bukan waktu yang tepat. 

"Kamu yakin papaku seperti itu, Mas?"

"Kenapa tidak yakin? Aku yakin bahkan sangat yakin! Meskipun ... aku nggak pungkiri jika Adhitama itu memiliki andil yang cukup baik saat aku kuliah, meski sebentar!"

Dahi Senja berkerut dengan mata yang masih menatap Byan.

"Andil cukup baik? Andil apa?"

"Kamu pura-pura nggak tahu?"

Sembari menyelipkan rambut ke belakang telinga, Senja menggeleng.

"Aku nggak tahu, Mas. Papa nggak pernah cerita apa-apa selain hubungan baik Papa dengan papamu."

Mata Byan menyipit tak percaya dengan penuturan istrinya.

"Jadi papamu tidak pernah cerita?"

Dia menggeleng cepat. 

"Aku berterima kasih karena biaya kuliahku dicover papamu waktu itu."

Byan menoleh. "Jadi bentuk balas budi baiknya, kurasa tidak berlebihan jika kamu kuberi kemewahan." 

"Dan kamu pikir itu bisa membuatku senang?"

"Bukannya perempuan menyukai kemewahan?"

"Ternyata selain pendendam, kamu juga picik, Mas Byan!"

Byan menautkan alisnya lalu tertawa. 

"Kita berangkat ke rumahmu sekarang?" Dia menutup jendela mobil dan kembali memakai sabuk pengaman.

"Kita nikmati hidup kita, Senja. Aku berharap kamu bisa memainkan peranmu dengan bersikap baik dan tetap terlihat bahagia! Karena aku tahu, kamu sangat sayang dan menjaga kehormatan keluargamu!"

**

Double update done.

Terima kasih sudah berkunjung 💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top