Seperangkat Dusta 3

Setiap malam, selama masa 'bulan madu', Byan selalu pergi meninggalkan Senja sendiri. Dia seperti tengah menikmati hidupnya, dan tidak peduli dengan tatapan sedih sang istri. 

Dia juga tak peduli dengan apa pun hidangan yang tersedia setiap hari di meja makan, meskipun terkadang aromanya sampai ke indra penciuman Byan.

"Tapi Byan, Senja itu nggak salah! Lagipula kamu juga nggak bisa melihat semua peristiwa itu dari satu sisi aja, Bro!" ujar Leo saat dia menceritakan semua rencananya.

"Jadi menurutmu salah? Jadi menurutmu, Tuan Adhitama yang terhormat yang merampas aset ayahku dan berusaha mencelakainya itu nggak salah?"

"Bukan begitu, Byan, aku mau kamu berpikir objektif, jangan subyektif. Itu juga supaya nggak nyesel!"

Byan menggeleng. "Tenang aja, aku sudah memikirkan semuanya matang-matang."

Leo membuang rokoknya ke asbak. Dia adalah orang kepercayaan sekaligus sahabat Byan yang paling tahu semuanya tentang pria itu. Bahkan saat menikah pun Leo tahu apa yang ada di kepala bos-nya itu.

Masa lalu yang keras membuat Byan tumbuh menjadi pribadi yang keras kepala. Meski terkadang tak jarang berseberangan cara berpikir, tetapi mereka tetap menjadi sahabat.

"Kamu nggak kasihan sama Senja?"

"Kasihan kenapa? Dia sudah gue kasi semua fasilitas yang diinginkan perempuan pada umumnya. Black card, perhiasan dan apa pun! Jadi apa yang perlu dikasihani?"

"Tapi perlakuanmu padanya itu kelewat batas. Aku pikir dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada masa lalu keluargamu dan keluarganya, Byan."

Byan menyeringai.

"Bulan depan atau lebih cepat dari itu, aku pastikan Adhitama memanggilku ke kantornya, dan menyerahkan aset perusahaan padaku."

"Seyakin itu?" Leo memindai. Meski dia tahu apa yang akan terjadi, tetapi Leo tidak suka cara Byan yang menurutnya sudah melampaui batas.

"Tentu saja! Bahkan jauh sebelum semua terjadi, aku sudah pastikan perusahaannya akan menjadi milikku!" 

"Kerjamu bagus, Leo!"

Perusahaan yang Byan bangun memang telah lama mengajukan proposal untuk bekerja sama. Tentu saja hal tersebut dia tak sendiri, ada Leo dan rekan almarhum ayahnya yang dia biasa memanggil Om Romy.

"Beberapa waktu sebelum aku menikah dengan putrinya, Adhitama menceritakan seperti apa hubungannya dengan ayah menurut versinya, dan dia percaya dan bersyukur aku bertemu Senja." Dia tertawa kecil. "Dia bilang, Tuhan sangat baik dengan membuka jalan aku dan Senja menikah, dengan begitu perusahaan ayah akan kembali menjadi milikku, tapi dengan bonus perusahaannya plus putrinya! Sempurna, bukan?"

Kali ini tawanya meledak. 

"Dan masih menurutnya, karena dia tahu aku adalah orang yang pas untuk memimpin perusahaan Gemintang Properti dan Real Estate miliknya."

Leo menyipit.

"Bukannya ada Sony?"

Wajah Byan menegang, matanya berkilat.

"Laki-laki itu sudah memiliki perusahaan sendiri di luar kota, dan sialnya dia sukses!"

Tawa Leo pecah. "Kamu ingin dia juga hancur?"

"Tentu saja! Karena cuma dia yang curiga! Kupikir dia memang harus dibuat menderita." Gemeretak gigi Byan terdengar.

"Tapi pertama-tama, akan aku buat adik kesayangannya itu benar-benar merasa tak berguna!"

Leo menarik satu sisi bibirnya.

"Byan, sebaiknya kamu jangan keterlaluan, aku khawatir Sony juga merencanakan sesuatu."

Kali ini tawa Byan yang meledak.

"Apa pun yang dia rencanakan aku nggak peduli, Leo. Selama  Adhitama dan Senja ada dalam genggamanku, dia tidak bisa berbuat apa-apa!"

**

"Bilang kalau kurang! Bilang kalau kamu ingin mendapatkan lebih banyak dari ini!" Pria beralis tebal dengan mata berkilat itu melempar black card yang bertuliskan nama sebuah bank.

Senja mendongak dengan mata menyipit menatap Byan. 

"Aku nggak butuh itu, Mas! Aku mau kamu jelasin ada apa ini? Kenapa kamu menyiksaku?"

"Kamu merasa tersiksa? Apa yang sudah aku perbuat? Apa aku membuatmu luka-luka? Nggak , 'kan? Kamu justru seharusnya bahagia dengan gelimang harta yang kuberi!"

"Mas Byan, bukan ini yang aku mau. Aku menikah denganmu, aku ingin bahagia, tapi bukan dengan semua kemewahan yang kamu berikan!"

"Lalu? Kamu mau apa? Kamu menyesal menikah denganku?"

Senja menggeleng cepat.

"Aku mencintaimu, Mas, aku nggak pernah menyesal, tapi tolong jelaskan kenapa kamu seperti ini!"

Byan tertawa mengejek.

"Cinta?" 

"Mas Byan!" Senja menatapnya dengan mata berair.

"Dengar, Senja! Aku tidak pernah merasakan perasaan yang kamu rasakan!"

"Maksud kamu?"

"Iya, kamu bilang kamu mencintaiku, 'kan? Tapi sayangnya aku tidak!"

Wajah Senja sontak memucat, kata-kata yang dia dengar sungguh tak pernah ada dalam otaknya.

Bagaimana mungkin dengan mudahnya Byan mengatakan hal itu. Jika dia mengingat semua yang telah dia jalani dengan Byan, sama sekali dia tidak gak pernah merasa jika cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Kenapa? Kamu kaget?" tanyanya santai sembari menyandarkan tubuhnya di punggung sofa.

"Kamu jahat, Mas! Aku salah apa? Kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini?" Senja terduduk, suaranya terdengar lirih.

Byan menatap dingin sang istri. Mungkin benar apa yang dikatakan Leo jika Senja tidak bersalah, tetapi dari Senja dia bisa membalaskan dendamnya.

"Aku pernah bilang, 'kan? Kamu nggak salah."

"Lalu apa? Apa mau kamu, Mas?"

Byan menyeringai. "Kamu akan tahu nanti!"

"Kenapa harus nanti? Kenapa kamu menikahiku jika kamu tidak cinta? Kenapa kamu menipuku?" 

"Aku capek, Mas Byan! Dua pekan sudah aku seperti tak dianggap! Kamu tahu rasanya? Sakit! Sakit!" Suara Senja bergetar isaknya semakin kuat.

"Ternyata aku salah menilaimu. Ternyata aku telah menikah dengan seorang psikopat!" 

Byan menggeleng dan tertawa kecil.

"Kamu tahu, Senja? Aku bahkan tidak tahu seperti apa rasanya dicintai setelah ditinggal pergi di saat aku begitu  membutuhkan, tetapi aku sangat tahu rasanya mencintai dan rasa sakitnya ketika apa yang kamu cintai itu harus terenggut!"

Senja mengangkat wajah dan membiarkan pipinya basah.

"Aku nggak mengerti apa yang kau bicarakan, Mas. Jangan berteka-teki!"

Mengedikkan bahu, Byan kembali menyeringai.

"Mas Byan!" Senja kembali menaikkan suaranya.

"Kalau kamu tidak mencintaku, kenapa kamu tidak melepaskan aku? Kenapa? Atau ... kalau kamu sedang mencintai orang lain, kenapa kamu tidak menikahinya?"

"Kamu nggak dengar apa yang aku bilang barusan? Bagiku, mencintai hanya sekali dan aku tidak akan pernah lagi mencintai siapa pun!"

Senja melihat ada sisi lain pada suaminya. Ada luka yang sangat terbaca dan hal tersebut baru dia ketahui saat ini. Akan tetapi, apa dan kenapa yang menyebabkan Byan seperti membencinya, itu yang dia masih belum tahu.

Tangis Senja pecah, dia semakin tenggelam dalam rasa sesal dan malu karena terlalu banyak berharap pada Byan yang bahkan tidak peduli sama sekali.

Menyesal karena sedemikian rupa dia meyakinkan Sony dan sang papa atas apa yang sudah dia pilih. Malu karena merasa harga dirinya diinjak-injak dan gak lagi berharga di hadapan Byantara Dewandaru, suaminya.

"Kenapa kamu tidak menceraikanku? Atau kamu bisa mengajukan pembatalan pernikahan."

"Apa? Nggak! Untuk apa?"

"Kalau begitu, aku yang akan melakukannya!"

"Kamu yakin?" Suara Byan seperti menantang.

"Tentu saja!" Berbeda dengan nada suara Senja yang bergetar. Tentu saja dia hanya mengatakan hal itu di bibir, karena sejatinya dia sangat mencintai pria egois itu. 

Selain hal lain yang membuatnya seperti berada di persimpangan. Papanya yang sudah tak lagi muda, tentu akan sangat terpukul jika tahu apa yang terjadi. Terlebih sang papa terlihat sangat bangga dan gembira ketika tahu siapa Byan. 

"Papa percaya kamu dan Byan akan menjadi pasangan seumur hidup yang baik. Karena Papa tahu siapa Byan dan tentu saja siapa anak Papa." Terngiang kembali ucapan papanya saat Byan mengutarakan ingin menikahinya.

"Papa sudah tua, sakit-sakitan, tapi setelah tahu siapa pria yang akan menjagamu kelak saat Papa tidak ada ... Papa lega, Senja. Kamu telah memilih dan mendapatkan pria yang baik dan bertanggung jawab."

Mengingat itu, Senja menarik napas dalam-dalam. Dia sangat menyayangi sang Papa, tetapi jika papanya tahu apa.yanh terjadi, sudah bisa dipastikan jantung dan tekanan darah tinggi papanya akan kambuh dan hal itu yang sangat tidak dia inginkan.

Byan tersenyum tipis.

"Sebaiknya kamu pikirkan matang-matang, apa yang akan kamu lakukan," ujarnya sembari melangkah meninggalkan Senja sendiri.


**

Halo semuanya ... semoga sehat dan semoga suka dengan kisah Byantara+Senja🫰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top