Seperangkat Dusta 14
Senja terkesiap saat tangannya digandeng seseorang dari belakang. Mata Mayla memberi isyarat jika seseorang itu adalah suaminya.
"Ya, Mas?" Dia menoleh heran.
"Kita ke sana sebentar, aku mau kenalin kamu dengan seseorang!" ajaknya tegas.
Setelah berpamitan dengan Mayla, dia beranjak mengikuti suaminya. Dari jauh, Senja mencoba mengingat sosok yang menatapnya. Wajah itu jelas pernah dia ketahui, tapi dia merasa ragu di mana dirinya pernah bertemu.
"Om, ini Senja, Senja, kenalkan ini Om Romi," jelas Byan saat mereka saling berusaha.
Pria yang usianya tak jauh beda dari Adhitama itu menampakkan seringainya. Sembari mengulurkan tangan, Romi berkata, "Senja Azalea Putri, kamu menjelma jadi perempuan yang sangat cantik!"
"Makasih, Om," ujarnya tersenyum menyambut jabat tangan pria itu.
"Om tahu nama panjang saya?" tanyanya.
"Tahu, kan kamu istrinya Byan, dan Byan ini sering cerita tentang kamu. Betul, 'kan, Byan?" Romi melirik Byan yang sejak tadi tak melepas tatapan dari sang istri.
Mendengar namanya disebut, Byan menoleh. "Kenapa, Om?"
Tawa Romi pecah, sementara Senja hanya mengulum senyum karena merasa risih dengan cara Romi menatapnya.
"Byan ini sudah Om anggap anak Om sendiri, karena semenjak kedua orang tuanya meninggal, ya cuma Om ini satu-satunya orang yang peduli dan sayang ke Byan." Romi mengarahkan pandangannya ke suami Senja sambil menepuk lengan pria itu.
"Oh, iya, apa kabar Adhitama? Dia nggak datang malam ini?" Romi menelisik Senja dengan seringainya.
"Saya nggak tahu, Om, tapi Om kenal Papa saya juga ternyata?"
Kembali tawa Romi pecah. Dia meneguk minumannya lantas mengatakan jika Adhitama adalah rekan lamanya yang tak pernah bertemu sejak lama.
Senja sudah bisa mengingat siapa pria itu dan ternyata ini adalah Romi yang ada di foto milik Byan dan papanya. Namun, tentu saja dia butuh keterangan yang lebih agar tahu siapa pria yang menurutnya menyebalkan itu.
"Byan, Om mau cabut dulu, jangan lupa besok temui Om di tempat biasa!"
Byan mengangguk.
"Senja, Om cabut duluan. Salam buat papamu!"
"Iya, Om. Nanti saya sampaikan."
**
Rencana pulang lebih cepat ternyata tak terwujud, karena Byan harus bertemu rekan bisnis yang dulunya adalah rekanan Adhitama. Selain itu, tentu saja karena ada Adhitama di sana yang tampak begitu merindukan putrinya.
"Mas Byan."
"Hmm?" sahut Byan dari belakang kemudi tanpa menoleh.
"Jadi Om Romi itu Om kamu atau ...."
"Bukan! Aku sudah pernah bilang kalau aku sebatang kara, 'kan?"
"Lantas Om Romi?"
"Dia rekan kerja yang sangat dekat dengan almarhum ayahku."
Senja mengangguk samar. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan dan sangat janggal pada pria bernama Romi itu.
"Kenapa kamu tanya begitu?"
"Ah, nggak, aku pernah lihat foto-foto Om Romi bersama papaku beberapa waktu lalu."
Byan mengedikkan bahu. "Oh ya? Itu artinya Om dekat dengan papamu juga."
"Iya, eum, tapi, foto Om Romi ...." Senja segera mengatupkan bibirnya erat. Hampir saja dia gegabah menceritakan apa yang dia lihat
"Kenapa foto Om Romi?" selidiknya.
"Nggak apa-apa." Di menggeleng. "Om Romi punya anak?"
"Nggak, dia tidak menikah, sampai sekarang," jelas Byan masih tanpa menoleh.
"Tidak menikah atau belum?" Senja mencoba mengoreksi.
Tawa sumbang terdengar dari Byan.
"Di usianya yang sekarang ini?" Dia menggeleng, "Om Romi bahkan saat muda dulu sudah enggan dan tak berniat untuk menikah."
"Mas tahu begitu apa Om Romi pernah cerita?"
Byan menggeleng. "Tanpa menikah pun, dia bisa membeli perempuan mana saja yang dia inginkan."
Mata Senja membeliak. "Maksudnya?"
"Apa aku harus menjelaskan lebih detail?" Byan melirik singkat.
Senja bergeming. Otaknya semakin bekerja kerasa untuk ingin tahu lebih banyak tentang Romi. Akan tetapi, dari mana dia memulai? Menarik napas dalam-dalam, Senja menautkan jemari. Bibirnya terangkat singkat seperti mulai menemukan celah untuk bisa sedikit mencari informasi tentang Romi.
**
Senja memekik saat Byan muncul di kamarnya.
"Ngapain masuk ke sini?" Dia mengeratkan handuk yang membungkus tubuhnya.
Malam itu sepulang dari pesta, Senja memilih berendam lama di kamar mandi dengan air hangat. Untuk relaksasi, dan tentu saja sambil memikirkan cara untuk mengetahui latar belakang Romi yang menurutnya menyembunyikan sesuatu.
Dia tak menyangka saat keluar dari kamar mandi mendapati Byan sedang duduk di sofa kamarnya.
"Kucingmu!" Byan menelisik ujung rambut hingga ujung kaki istrinya. Terlihat jakunnya naik turun menikmati pemandangan di depannya.
"Kenapa, Boby?" Pertanyaan Senja membuat dia berhenti berfantasi.
"Kamu nggak kunci rumah dia tadi?"
Senja mencoba mengingat, lantas menepuk dahinya.
"Ya Tuhan, aku lupa. Di mana dia sekarang?" Senja tampak cemas.
"Di kamarku, di tempat tidurku!" Byan bangkit dari duduk.
"Oh my God!, maaf, Mas. Aku ambil dulu!"
Gegas dia melangkah ke pintu, Senja seolah lupa jika dirinya hanya mengenakan handuk.
"Eum ... kamu mau ke kamarku hanya dengan itu?" Suara bariton Byan menghentikan langkahnya. Secepat kilat Senja memutar tubuh dan lagi-lagi mata indahnya membulat karena sang suami berdiri tepat di hadapannya.
Sejenak dua insan itu terdiam. Senja yang tingginya sebatas bahu Byan itu seolah membeku dengan tangan memegang erat handuknya. Sementara Byan justru terlihat mencoba menahan napasnya kala aroma manis dari tubuh sang istri menguar memenuhi indra penciumannya.
Kulit putih Senja terpampang lembut seolah mempunyai daya tarik agar Byan tak hanya diam terpaku. Sementara kegugupan Senja pun gak kalah riuh. Dada bidang Byan jelas terlihat karena kancing baju suaminya itu sudah terbuka hampir semuanya. Sehingga tampak jelas bulu halus di dadanya dan tentu saja perut sang suami yang tampak kotak-kotak itu sangat nyata terlihat.
Meski sama-sama bertahan, tetapi pelan dan lembut Byan mengusap air yang jatuh di bahu Senja dari rambutnya yang memang masih basah. Skinship sederhana itu cukup membuatnya bergidik dan merasakan gelenyar memabukkan di dalam sana, hingga Senja memejamkan mata.
Sentuhan itu beranjak naik ke leher jenjangnya, Senja tak sanggup melawan. Meski otak menolak, tetapi perasaan nyaman itu terlalu kuat untuk dihindari. Untuk pertama kali akhirnya bibir mereka berpagutan cukup intens sampai terpaksa harus berakhir oleh suara keras Boby.
Sontak mereka segera membuat jarak. Senja yang tersadar jika handuk di tubuhnya hampir terlepas segera kembali mengeratkan, sementara Byan langsung mengambil langkah seribu tanpa kata, sembari mengusap tengkuknya sebelum mengucapkan kata maaf.
Menutup pintu cepat, Senja berulang-ulang menepuk dahinya dan terus menggeleng.
"Please! Kenapa aku dengan mudahnya terlena? Nggak! Ini nggak boleh terjadi lagi! Dia bukan pria yang kukenal. Dia tidak pernah mencintaiku dan hubungan ini akan bertahan setelah aku menemukan jawaban atas kebenaran apa yang dituduhkan Byan! Nggak, aku nggak boleh luluh! Meski ... aku menikmatinya tadi," gumamnya dengan pipi yang merona.
Sedangkan Byan memilih ke dapur dan meneguk sekotak jus instan dari kulkas. Pria itu pun terlihat tak kalah gelisah.
"Sial! Nggak seharusnya aku berulah seperti tadi. Aku nggak boleh memakai perasaan! Senja hanya alat untuk melampiaskan kebencianku untuk Adhitama! Hanya itu!
Byan merogoh kantong mengambil ponselnya, mata tajamnya memicing menatap pesan masuk yang baru saja dia terima.
[Kapan eksekusi selanjutnya, Byan? Om lihat kamu sepertinya jatuh cinta pada istrimu. Ingat! Adhitama adalah orang yang membuat keluargamu menderita!]
🪻🪻
Nah loh, gimana-gimana?
Seperti biasa, dobel update done yes. Selamat hari Senin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top