Aku Tahu itu Apa!

"Bzzz... bzzz... kelinci, roger!"

"Kelinci disini, mangsa sedang bersama korban. Roger."

"Bzzz... bzzzz... musang lapor situasi! Roger!"

"Kamu nggak perlu menirukan suara berisik HT! Situasi terkendali! Roger!"

"Supaya lebih keren, bzzz... bzzzz.... Gorila sudah di posisi? Roger!"

"Aman! Roger!"

Pemimpin diantara empat orang yang bersembunyi itu melirik dari semak memberi kode pada masing-masing--yang dia anggap--anak buahnya. "Kelinci, Musang, Gorila keluar dari lubang segera! Amankan target! Roger!"

"Roger!" Balas ketiganya. Dengan mengendap-endap mereka berjalan mendekati target setelah menyimpan HT pada saku celana masing-masing.

"Perempuan dahulukan!" pesan si Pemimpin pada ketiga anak buahnya dan menimbulkan suara berisik dan mengundang perhatian dua orang.

"Nah, kena ya!" kata seorang yang berumur lebih tua dari mereka. "Mana Idas? IDAS! IDAS!" Ketiga orang itu berhenti dan bergerak gelisah, dari halaman berlari seorang dengan panik.

"Siap! Idas disini!" Dia memberikan hormat seperti seorang prajurit.

"Kalian mau mencuri coklat di kulkas bukan?" Empat orang itu saling lirik.

"Ah, Papaaa... boleh ya?" Rajuk anak bernama Idas dengan wajah melas. "Kami para detektif butuh coklat untuk memecahkan masalah kami!"

"Masalah apa?" tanya si Papa.

"Kucing Pak Mul hilang, kalau kami makan coklat, otak kami jadi lebih lancar berpikir." Si Papa hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban putra sulungnya yang tidak pernah kehabisan akal.

"Oke, Mama kasih coklat kalau kalian bisa memberi tahu Mama, apa ini!" Seorang wanita berambut panjang tiba-tiba datang membawa sekotak puzzle. "Bagaimana?"

Ke-empat anak itu saling melempar pandang. "Oke!" Idas menyanggupi. "Kalau kami berhasil memecahkan itu apa, Mama kasih aku, Nay, Lavi dan Ben sekotak coklat yang di kulkas itu?"

Papanya hanya berdecak-decak mendengar anaknya selalu punya jawaban. "Iya, dan puding coklat sekalian!"

"Yeiy!" Idas langsung meraih kotak puzzle itu dari tangan Mamanya dan mengajak tiga orang lainnya untuk lekas menyelesaikan. "Ini kasus baru, sepupu!" ujarnya.

"Anak kamu ini, ada aja idenya." Papa Idas tertawa kecil lalu mengajak istrinya ke halaman belakang.

Sementara itu di ruang keluarga, Idas, Nay, Lavi dan Ben nampak serius dengan potongan-potongan puzzle yang jumlahnya sangat banyak.

"Mungkin tidak kalau kita asal tebak lalu benar tanpa menyelesaikan ini?" tanya Nay pada tiga sepupunya.

"Memang kamu tahu itu apa?" tanya Lavi.

"Menurutku ini sebuah kota. Di luar negeri." jawab Nay.

Ben mengusap dagunya. "Mungkin ini tempat kelahiranmu, Das!"

"Salzburg? Nggak mungkin Mama ngasih yang semudah itu." Idas mulai menyusun satu per satu puzzle tersebut. Tiba-tiba dia berteriak. "Aku tahu ini apa!"

"Apa?" sahut tiga sepupunya bersamaan.

"Nanti aku beritahu kalau kita sudah menyelesaikan ini!" katanya.

"Ah, setan!" umpat Lavi.

"Hey! Itu bad word! Nanti kamu di marahi Ayahku kalau tahu!" ujar Nay.

"Iya itu bad word." Ben setuju.

"Kalau kalian banyak bicara, kasus ini nggak akan selesai dan kita nggak dapat coklat!" Idas kesal sendiri mendengar ocehan ketiga sepupunya. "Kita selesaikan sebelum Papa menghabiskan puding coklat itu, kadang Papaku suka khilaf menghabiskan puding coklat buatan Mama."

"Khilaf itu apa?" tanya Nay.

Lavi dan Ben nampak berpikir. "Nggak tahu." Jawab keduanya kompak.

"Papaku sering bilang 'khilaf' kalau Mama lagi marah." Kata Lavi.

"Ayahku juga, bilang 'khilaf' kalau pulang kemalaman. Terus Bunda ngomel-ngomel." Kata Ben. "Jadi itu apa ya?"

"Aku tahu itu apa!" sahut Idas.

"Apa?"

"Aku beritahu kalau puzzle ini sudah selesai."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: