Bully

Mungkin sebagian orang menganggap hujan itu sangat menyebalkan, tetapi untuk sebagian lagi hujan itu menyenangkan. Karena Hujan kita bisa menumpahkan semua rasa sedih dan menangis di bawah derasnya tanpa ada yang mengetahui kalau kita sedang menangis.

Sama halnya seperti aku saat ini. Berdiri di atas rooftop sembari memandangi luasnya sekolahku. Tanpa peduli seragamku sudah basah diguyur hujan. Tak apa, karena aku sangat menikmatinya. Karena aku lebih senang badanku basah karena air hujan, ketimbang disiram air WC oleh mereka.

Seakan tahu aku tengah bersedih, hujan selalu turun kala itu pula. Aku sangat senang hujan turun. Karena disaat itulah tidak akan ada orang yang mendengar jeritan tangis ku.

"ARRGGHHH!" teriak aku mengeluarkan semua kekesalan yang baru saja menimpaku.

"Gue benci semua orang! Gue benci kalian semua!!"

"Gue muakkk banget sama kalian, gue benci kalian semua. Arrghh bangsat!"

Semakin aku berteriak, hujan semakin deras. Sepertinya aku harus berterimakasih pada semesta karena telah menurunkan hujan. Karena aku tahu, semua teriakan itu akan terendam oleh suara hujan, dan tidak akan ada yang mendengarkan nya. Sekalipun ruang kelas yang berada di bawah. Mereka tidak akan sadar ada aku di atas yang sedang menggila. Rasanya sungguh melelahkan. Orang-orang disini membuat aku lelah. Drama yang mereka mainkan benar-benar memuakkan.

Aku benci sekolah. Tetapi, kalau aku tidak sekolah aku tidak akan punya pendidikan. Namun, orang-orang disekolah sangat menjengkelkan. Aku benci mereka. Aku benci wajah-wajah manipulatif dan playing victim itu. Wajah-wajah yang ingin sekali aku tinju. Ah, seandainya mama tahu betapa sengsaranya aku berada disekolah. Mungkin mama tidak akan memaksa ku untuk sekolah.

Dua tahun. Waktunya yang sangat lama bagiku untuk berada di sekolah ini. Karena aku harus mendapatkan perlakuan buruk setiap harinya. Aku tidak mengerti, kenapa orang-orang itu senang sekali menjadikan yang lemah sebagai mainan mereka. Apa karena kuasa? atau harta? sepertinya, iya. Karena melapor pada guru pun tidak ada gunanya. Sebab, guru-guru malah memihak kepada sang pelaku ketimbang membela korban. Para guru itu tidak bekerja secara profesional. Perlakuan mereka tidak cocok dengan gelarnya. Tapi salahku juga, kenapa aku harus berharap kepada para guru? bukannya guru juga sama-sama manusia seperti mereka. Dan aku tahu, berharap pada manusia hanya akan mendatangkan kekecewaan. Sialnya aku juga manusia. Lucu bukan? itulah kenapa aku muak, sangat muak. Dunia begitu tidak adilnya pada sebagian manusia.

"ARRRRGHHH!" Aku kembali berteriak, menumpahkan semua amarahku. Rasanya aku ingin pindah sekolah, tapi mama pasti marah-marah.

Sepertinya nasibku memang kurang beruntung di sekolah. Karena dari SD sampai SMA sekarang aku berada di posisi yang menyulitkan. Menjadi salah satu orang lemah yang gampang di bully. Aku benci. Mereka seakan paling berkuasa di muka bumi ini.

Pertanyaan yang sejak dulu aku pertanyakan pada tuhan, 'kenapa ini selalu menimpaku? kenapa harus aku yang lemah, kenapa harus aku yang disakiti. Dan kenapa penderitaan ini belum juga berakhir?'

Aku menunduk dengan air mata yang sudah membanjiri pipiku. Aku melihat kebawah, dimana sepatu yang aku kenakan sudah jebol akibat ulah mereka. Sesekali aku mengusap air mataku, sembari berfikir alasan apa yang harus aku katakan pada mama soal sepatuku yang rusak. Padahal aku tahu mama tidak punya uang untuk membeli sepatu baru untukku. Mama pasti marah kalau tahu sepatu pemberian almarhum ayah rusak. Mengingat itu, aku semakin benci dengan orang-orang disekolah ini. Kalaupun aku meminta dipindahkan, mama sudah pasti tidak setuju. Karena itu perlu biaya lagi. Hah, sampai kapan aku harus menghadapi penderitaan ini? Hari-hari dibully itu rasanya capek. Tekanan batin yang selalu aku makan. Lama-lama aku benaran gila berada disini.

"Woii, kenapa lo ribut banget sih!"

Aku tertegun. Sontak aku langsung membalikkan badan dan melihat suara siapa itu. Saat mata kami saling bertatapan, aku kembali tertegun. Tanganku gemetaran, kakiku mulai lemas dan jantungku berdebar tidak karuan. Bukan debaran cinta, melainkan ketakutan.

Salah satu orang yang melakukan bully padaku ternyata berada di rooftop ini juga. Sejak kapan orang itu berada disini? apa dia mendengar semuanya? apakah setelah ini aku akan mendapatkan perlakuan yang lebih buruk lagi.

Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya iya. Hah, aku capek.

Rasanya aku ingin menyerah dengan dunia yang tidak adil ini.

________________________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top