Merendahkan Diri
"Kapan kamu dan Randy akan menikah," tanya mama Aruni yang sedang asik melihat televisi, sementara Aruni sedang sibuk dengan ponselnya.
"Iya nih Kak Aruni, nunggu apalagi, udah pacarnya ganteng, mapan dan perhatian lagi," ucap Airin adik Aruni yang tadi menelfonnya untuk makan malam bersama keluarganya.
Saat seperti inilah yang paling tak disukai oleh Aruni. Pertanyaan tentang pernikahan yang sejatinya enggan ia pikirkan. Ia sadar lambat laun mereka akan tahu jika hubungannya dengan Randy hanya hubungan sepihak.
Hanya Randy yang mencintainya tanpa ada balasan dari wanita berwajah oriental itu.
"Kami masih sama-sama sibuk, lagipula Randy tak memiliki banyak waktu untuk hal ini, proyek hotel barunya sudah dimulai, jadi kami masih fokus sama kerjaan masing-masing," kilah Aruni untuk menghindar dari pertanyaan seputar pernikahan.
Tak mungkin ia selamanya menghindar dari pertanyaan ini. Beruntung mereka tak bertanya lebih lanjut lagi dan itu memberi sedikit kelegaan pada Aruni.
"Tak apalah Kak, demi masa depan yang cerah," goda Airin pada Aruni.
Hanya senyum tipis yang ditampilkan oleh Aruni untuk menutupi godaan adiknya.
Waktu berjalan dengan cepat, Aruni berpamitan pada orang tuanya untuk pulang ke apartemen. Sebenarnya mereka sudah meminta Aruni untuk menginap, tapi wanita dengan rambut sebahu itu menolak dengam alasan pekerjaan.
****
Randy masih enggan beranjak dari depan laptopnya. Jari-jarinya menari di atas keyboard dengan sangat lincah. Meski malam telah merangkak naik, ia tak berniat beranjak dari tempatnya.
Kali ini ia lebih senang menghabiskan waktunya dengan benda itu daripada dengan Aruni. Meski ia tak memungkiri jika bayangan tubuh Aruni yang telanjang sering terlintas di benaknya.
Suara desahan yang keluar dari bibir sensual wanita itu terasa merdu di pendengarannya. Bibir itu juga memberi candu pada Levi yang selalu mengecupnya.
"Shit," umpatnya yang tiba-tiba gairah dewasanya menyeruak saat pikiran tentang tubuh Aruni berkelebat di otaknya.
Ia tak bisa dengan mudah mengenyahkan hasratnya. Bisa saja ia melepaskan birahinya dengan tangannya sendiri, tapi kenapa harus dengan tangannya sendiri kalau ada orang yang bisa ia ajak bercinta.
Dengan langkah cepat ia menuju ke apartemen. Hanya butuh waktu 25 menit untuk sampai ke apartemennya. Ia tak perlu mengetuk pintu atau memencet bel karena ia sudah hapal dengan password- nya.
Saat ia membuka pintu sayup-sayup ia mendengar suara Aruni sedang berbicara pada seseorang di seberang telfon.
"Apa aku tak lebih cantik dari dia hingga kamu berpaling? Bahkan keperawananku pun aku serahkan padamu untuk membuktikan cintaku padamu. Apa itu kurang buatmu Mar? Katakan padaku apa yang harus aku lakukan agar kamu kembali padaku," ucap Aruni setengah memohon pada orang di seberang sana.
"Aku sudah tak butuh kamu lagi, jadi tolong jangan ganggu aku lagi."
"Nggak, kamu tidak boleh melakukan ini padaku. Sudah dua tahun aku memberimu waktu untuk bersenang-senang dengan wanita itu, jadi kumohon kembali padaku Mar. Aku janji aku akan melalukan apapun untukmu," pinta Aruni pada Marco dengan suara yang memelas.
Tak ada tanggapan apapun kecuali bunyi sambungan telefon yang terputus. Aruni terisak sambil duduk di lantai marmer tanpa peduli hawa dingin yang menusuknya.
Ketakutannya pada Marco yang akan segera menikah membuatnya putus asa hingga ia rela merendahkan diri, memohon pada Marco untuk kembali padanya.
Aruni tak peduli dengan malu ataupun gengsi, baginya bersanding dengan Marco adalah impiannya, dan berharap hal itu akan menjadi kenyataan.
Randy hanya terpaku melihat semuanya. Tangannya terkepal dengan erat, hasratnya yang tadi menggebu menguap entah ke mana. Lagi, laki-laki bermanik hitam itu harus menyaksikan wanita yang ia cintai mengharap masa lalunya menjadi masa depan.
Dengan langkah yang cukup berat ia mendekati Aruni, berjongkok di depannya. Dengan tangan gemetar karena marah ia menghapus air mata yang jatuh membasahi pipi Aruni.
"Kamu tak perlu merendahkan diri seperti itu hanya agar ia kembali padamu, aku tak ingin memaksamu untuk mencintaiku, tapi aku mohon jangan seperti ini.
"Jika kamu ingin aku menjauh, aku tak kan mau, sebelum aku yakin kamu mendapatkan kebahagiaanmu, meski kebahagiaanmu itu bukan bersamaku," ucap Randy menahan getaran di suaranya.
****
Sangat pagi sekali Randy meninggalkan apartemen, pagi ini ia harus pergi ke Bandung untuk meninjau proyek perhotelan yang sudah berjalan.
Sangat berat bagi Randy meninggalkan apartemen, di saat suasana hati Aruni masih sangat kacau. Untung Aruni memiliki sahabat yang peduli padanya.
Sebelum pergi ia menghubungi Karin untuk datang ke apartemen melihat kondisi Aruni. Karin sangat terkejut atas tindakan Aruni yang dengan bodohnya mengemis cinta pada Marco.
Sementara itu Aruni masih enggan beranjak dari sofa setelah ia selesai sarapan. Ia tak menyesali kebodohannya semalam yang telah meminta Marco kembali padanya.
Justru ia berharap Marco menghubunginya dan mengatakan padanya kalau ia mau merajut kasih lagi dengannya.
Bel apartemen berbunyi dengan nyaring, membuat Aruni terpaksa membukanya. Pintu terbuka dan Aruni disambut dengan tatapan merendahkan dari Karin. Aruni tak ingin menanggapi dan kembali duduk ke sofa.
"Apa kamu juga akan menawarkan diri menjadi simpanan Marco saat laki-laki itu sudah menikah? Aku tak percaya seorang Aruni bisa segila ini," sembur Karin pada Aruni.
Aruni hanya diam sambil memijit pangkal hidungnya. Karin menatapnya jengah, ia beranjak ke dapur untuk mengambil air minum. Dengan cepat ia menghabiskan setengah gelas air.
Ia kembali duduk di sebelah Aruni yang masih bungkam. Karin masih tak mengerti dengan jalan pikiran Aruni, tapi ia juga tak bisa berbuat banyak. Nasihat yang sering ia berikan juga tak pernah berpengaruh pada Aruni untuk melupakan Marco masa lalunya.
"Kenapa kamu diam aja, nggak marah lagi, nggak mau maki-maki aku lagi karena kebodohanku," ucap Aruni memecah keheningan.
"Tidak ada gunanya Ar, jika habis aku marahi kamu tetap melakukan hal bodoh hingga berulang-ulang," sindir Karin pada Aruni.
"Apa aku salah memperjuangkan cintaku," tanya Aruni enteng.
Rasanya Karin ingin menjambak atau mencekik sahabatnya ini yang begitu bodoh, bagaimana mungkin mengemis cinta dari sang mantan yang sudah membuangnya dikatakan memperjuangankan cinta?
"Lakukan saja apa yang membuatmu bahagia, aku nggak ngerti lagi harus ngomong apa sama kamu," kata Karin dengan pasrah.
"Rin, Marco ingin bertemu denganku, lihat ia mengirim pesan padaku," ucap Aruni sambil menunjukkan ponselnya pada Karin.
Karin tak percaya jika Marco benar-benar ingin bertemu dengan Aruni, tapi pesan itu benar-benar dari Marco. Ia hanya bisa berharap semoga sepenggal cerita masa lalu sahabatnya benar-benar usai.
Bukan karena ia tak suka dengan Marco, tapi kisah mereka benar-benar telah usai dan ia berharap mereka bahagia dengan pasangan masing-masing.
Rinaceria.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top