Kian Jauh

"Aku tak percaya bisa melihatmu tertawa lagi Ran, bahkan aku juga tak menyangka bisa bertemu dengan pengusaha hebat sepertimu."

Randy semakin melebarkan senyum. Ucapan sahabatnya ini mampu membuat kenangan bahagianya mencuat kembali.

Tadi rencananya ia akan menemui Aruni saat menyadari kesalahannya telah mengabaikan telefon dari Aruni. Ia sengaja tak menelpon balik atau mengirim pesan, ia ingin meminta maaf secara langsung pada Aruni.

Tapi tak sengaja netranya melihat seseorang yang begitu ia kenal. Tanpa pikir panjang ia menepikan mobilnya dan menghampiri orang itu.

Dia adalah Hilma temannya di bangku SMA. Hilma adalah anak dari tetangga Randy yang memberikan pekerjaan padanya waktu kecil, dan lewat orang tua Hilmalah Randy belajar bisnis.

Randy dan Hilma dulu begitu dekat hingga teman-temannya menganggap mereka berpacaran. Bahkan keduanya merintis usaha bersama di waktu remaja mereka.

Tapi sayang usaha mereka tak berjalan dengan baik, mungkin karena tidak terlalu fokus. Pasalnya mereka harus membagi waktu untuk belajar dan usaha.

Dulu mereka membuka usaha makanan kecil. Mereka akan menitipkan makanan itu di kantin sekolah dan di warung-warung.

Meski sering gagal Randy tak pernah menyerah untuk menjadi pengusaha, buktinya ia sekarang menjadi pemilik hotel dan juga restoran ternama di ibukota.

"Kamu belum jawab pertanyaanku, kenapa kamu ada di sini?" tanya Randy mengelus puncak kepala Hilma dengan lembut.

Randy memang menyayangi Hilma seperti adiknya sendiri. Karena setelah yatim piatu hanya Hilma dan keluarganya yang selalu ada untuk Randy.

Empat tahun terakhir Randy memang tak pernah bertemu lagi dengan Hilma dan keluarganya. Bukan Randy tak ingin menemui mereka setelah sukses, tapi keberadaan merekalah yang tidak diketahui olehnya.

Pernah Randy mencoba mencari keberadaan Hilma dan keluarganya, tapi tak kunjung berhasil karena mereka selalu berpindah-pindah tempat. Dan karena kesibukan yang luar biasa membuat Randy menyerah dan hanya bisa berharap.

Kali ini ia benar-benar bersyukur bisa bertemu dengan Hilma, setidaknya ia merasa ada tempat berbagi ketika hatinya dilanda kegundahan.

"Lagi menenangkan diri," ujar Hilma santai.

"Lagi banyak masalah?" tanya Randy lagi.

Tak ada sahutan dari Hilma. Randy-pun juga tak ingin memaksa wanita itu menjawab pertanyaannya.

"Aku dengar kamu sudah bertunangan ya? Terus kapan rencana nikahnya?" Hilma balik bertanya.

Pertanyaan Hilma membuat Randy tersadar kalau ia baru saja melupakan Aruni. Harusnya ia kini sudah di butik Aruni dan meminta maaf padanya.

Tapi pertemuannya dengan Hilma adalah sesuatu yang langka, maka ia memilih menunda untuk bertemu Aruni, toh ia nanti juga bisa bertemu di apartemen.

"Kok diem sih Ran, kapan nikahnya?" Hilma bertanya kembali.

"Doakan saja Hil secepatnya. Kami masih sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing," kilah Randy menutupi keadaan yang sebenarnya.

"Kamu sendiri sudah nikah?" tanya Randy  pada wanita berkulit kuning langsat itu.

"Harusnya."

"Kok harusnya? Maksudnya pernikahannya ditunda?"

Randy makin penasaran saat pertanyaannya tak kunjung dijawab oleh Hilma.

"Nggak, aku batal nikah."

Jawaban Hilma mampu membuat Randy terkejut. Ia merasa bersalah telah menanyakan hal itu pada Hilma, dan kini wanita itu tak bisa membendung air matanya.

Randy merengkuh Hilma dalam pelukannya mencoba memberikan ketenangan pada sahabatnya itu. Ia tak tahu apa saja yang telah dilewati oleh Hilma, tapi saat ini yang ia tahu Hilma dalam keadaan yang rapuh.

Tanpa Randy tahu, Aruni memperhatikan interaksinya dengan Hilma di dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari mereka duduk.

Tadinya Aruni hendak pergi dari tempat itu setelah melihat mereka tertawa bersama, tapi rasa penasaran membuat Aruni untuk bertahan.

Aruni sendiri juga tidak tahu kenapa ia begitu ingin tahu tentang kedekatan mereka.

Dering ponsel Aruni berbunyi, membuatnya mengalihkan perhatiannya pada benda pipih berlogo buah apel tersebut.

Ada senyum kelegaan saat ia melihat siapa yang telah menelefonnya. Dengan semangat Aruni mengangkat panggilan itu.

"Halo Rin, kamu di mana?  Aku mencarimu tadi di restoran," ucap Aruni pada Karin di seberang telefon.

"Aku menemui seseorang. Dan harusnya aku bersamamu untuk menemuinya, tapi sepertinya kamu sibuk dengan dirimu sendiri."

Ada kemarahan dari nada bicara Karin. Aruni seperti tertohok dengan ucapan Karin.

"Maksudnya apa Rin ngomong begitu? Oke, aku akui aku salah karena tadi bersikap tidak seharusnya pada Bimo. Tapi kamu nggak perlu ngomong ketus begitu," Aruni mulai sewot.

"Tidak ada hubungannya dengan Bimo Ar, tapi memang kenyataanmya kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri terlebih jika menyangkut dengan Marco."

"Kok jadi bawa-bawa Marco sih? Rin kalau kamu menelefonku hanya untuk ngajak berantem mending nggak usah telefon sekalian. Beneran deh ,aku lagi males berantem," ucap Aruni sedikit memelankan suaranya meski tersulut emosi.

"Jika kamu tak sibuk temui Vanya."

Tut... tut... tut...

Sambungan telefon putus begitu saja. Aruni diam terpaku saat mendengar Karin menyebut satu nama. Air matanya jatuh begitu saja. Rasa bersalah merasuk ke dalam hatinya.

Aruni segera melajukan mobilnya dengan kencang meninggalkan taman itu. Ia tak ingin rasa bersalah ini membunuhnya.

****
Bugh... Bugh... Bugh

Marco memukuli seseorang yang membuatnya marah. Darah keluar dari pelipis dan juga hidung orang itu.

"Sudah aku bilang, jangan pernah ikut campur dalam urusanku Lex. Tapi kamu tidak mau dengar, itu hukuman untukmu," ucap Marco pada Alex yang jatuh tersungkur di lantai.

Alex adalah teman Marco. Dia adalah orang yang menyapa Marco saat makan siang dengan Aruni. Alex sengaja menyapa temannya itu untuk memberi sinyal agar Marco tak bertindak terlalu jauh.

Alex tahu semua rencana Marco, dan dia tidak pernah mendukung rencana jahat itu. Meski Alex tak mengenal Aruni, tapi ia kenal dengan Randy orang yang pernah menolongnya.

Marco tak pernah tahu jika Alex pernah ditolong oleh Randy saat usahanya sedang di ujung tanduk. Awalnya ia meminta bantuan pada Marco untuk meminjamkan modal agar Alex bisa melanjutkan usahanya.

Tapi Marco hanya memberi pinjaman yang jauh dari yang dibutuhkan Alex, dengan bermodal nekat ia datang ke kantor Randy. Banyak kabar yang mengatakan jika Randy, selain pengusaha sukses ia juga pengusaha yang mau membantu pengusaha lain yang mengalami kesusahan.

Untuk itu Alex memberanikan diri mendatangi kantor Randy. Ternyata benar, Randy langsung menyanggupi untuk membantu Alex dengan syarat ia harus bisa memulihkan perusahaan yang ia punya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan Levi.

Jika tidak, Levi akan mengakuisisi perusahaan Alex. Tentu Alex menyanggupinya karena modal dan waktu yang diberikan lebih dari cukup untuknya memulihkan perusahaannya.

"Kamu akan menyesal Mar, sebagai teman aku hanya mengingatkanmu," ucap Alex pada Marco sambil memegang perutnya.

"Aku tidak butuh nasihatmu. Lebih baik kamu tutup mulutmu dan jadilah anak manis," kata Marco sambil menepuk pipi Alex.

Marco melangkah pergi menjauh dari Alex sambil memikirkan rencana baru yang telah ia susun.

"Kamu harus menderita Karin," gumam Marco.

Rinaceria

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top