SEMBILAN BELAS
Selamat menunaikan ibadah puasa, Teman-teman. Ada obat untuk semangatmu taraweh nih, cerita Manal dan Ava :-) Terima kasih kamu sudah mengikuti sampai hari ini.
Jangan lupa baca-baca juga ceritaku yang lain. Oh, kemarin aku membalasi komentar-komentar dari kamu yang ingin baca bukuku--untuk mendukungku--tapi belum bisa membeli. Kamu bisa MEMINJAM di aplikasi Perpustakaan Nasional iPusnas. Caranya mudah, kamu tinggal download aplikasi iPusnas, nanti log in dengan akun media sosial atau e-mail. Lalu search Ika Vihara dan pinjamlah buku yang ingin kamu baca. Ketika kamu membaca karyaku di sana, aku tetap mendapatkan royalti atas buku tersebut. Pemerintah Negara Indonesia yang membayar :-)
Aku tunggu komentar darimu untuk cerita ini.
Love, Vihara(IG/FB/Karyakarsa/TikTok ikavihara, WhatsApp 083155861228)
***
Alasan Ava mau diajak makan siang karena Manal berjanji akan membicarakan masalah mereka.
"Orang-orang itu, yang kamu bilang penggemarku...." Manal tidak tahu apa yang mereka kagumi darinya. Selama ini Manal tidak merasa ada perbedaan mengenai cara kerjanya, atau cara berpakaiannya, dibandingkan Fasa dan yang lain. "Suatu saat mereka harus menerima kenyataan kalau aku manusia biasa. Aku perlu menikah. Aku akan jatuh cinta. Punya kekasih."
"Itu, kan, beda. Kamu akan menikah dengan orang yang nggak mereka kenal. Yang nggak setiap hari mereka temui di kantor. Seperti Disha itu. Sedangkan aku rekan kerjamu, rekan kerja mereka. Setiap hari aku berinteraksi dengan mereka. Mereka nggak akan pernah memaafkanku karena memonopoli idola mereka."
"Kamu terganggu sekali dengan tingkah mereka ya? Coba kalau mereka ngomong yang nggak menyenangkan, kamu senyum saja. Atau tertawa." Manal memberi saran. "Aku nggak akan bisa mengatur mereka akan bicara atau bersikap bagaimana. Bukan berarti karena aku meminta mereka untuk nggak mengganggumu, lalu mereka akan menurutiku."
"Manal!" Ava kesal sekali dengan atasannya yang terlalu santai ini. "Coba dulu dong, baru kita tahu hasilnya! Kamu belum minta mereka supaya berhenti menganggap kita pacaran, kok sudah bilang mereka nggak mau menuruti kamu! Kamu pikir masalah ini bakal selesai dengan satu senyuman?"
"Apa kamu benar-benar nggak mau memberiku kesempatan? Kamu tahu kan, aku bisa kapan saja pindah ke Zogo. Mereka benar-benar menginginkanku. Kalau aku pindah, para penggemarku—kamu yang bilang itu—akan melupakanku. Kita berdua bisa punya hubungan tanpa ada gangguan."
"Aku kan sudah bilang, aku nggak ingin memberi kesempatan kepada siapa pun. Mau laki-laki itu sekantor sama aku atau nggak."
"Apa yang dilakukan sama mantan pacarmu kepadamu sampai membuatmu menutup hati rapat-rapat seperti itu? Yang membuatmu tidak mau lagi percaya lagi pada laki-laki?" Manal sudah selesai dengan makanannya dan saat ini bisa fokus membahas kepentingannya. Untuk mendapatkan Ava.
"Ini nggak ada hubungan sama dia!" sergah Ava.
"Lalu tentang apa?"
"Tentang aku yang nggak tertarik punya hubungan sama kamu. Atau siapa pun."
"Karena aku belum lama putus sama Disha dan kamu takut aku hanya ingin mencari hiburan? Mencari pelarian? C'mon, Ava! Aku sudah nggak muda lagi, nggak ada waktu untuk berbuat seperti itu. Aku serius mencari pasangan hidup." Usia Manal sudah akan tiga puluh dua tahun—lima bulan lagi—dan bermain-main dengan cinta jelas tidak ada dalam rencana hidupnya.
Usia tidak berpengaruh terhadap keinginan untuk bermain-main. Ava mendengus dalam hati. Ayah Ava semakin tua justru semakin rajin melakukannya.
"Kamu nggak menyukaiku sama sekali ya." Manal menyimpulkan.
Ava hanya diam. Sebab Ava tidak bisa menyetujui pernyataan Manal. Berkebalikan dengan pernyataan Manal, dalam waktu sesingkat ini Ava sudah sangat menyukai Manal. Kalau saja kondisinya berbeda, Ava akan menerima Manal dan belajar mencintainya.
Setelah menunggu tapi Ava tidak kunjung bicara, Manal melanjutkan, "Tiga bulan lagi aku akan mengumumkan kepada semua orang kalau kita putus. Supaya tidak terlalu aneh dan mencurigakan. Tapi selama jangka waktu itu, aku akan tetap berusaha untuk mengubah hatimu. Aku ingin kamu jatuh cinta padaku. Seperti aku jatuh cinta padamu."
Ava hampir saja menjatuhkan gelas es tehnya mendengar pengakuan Manal. Jatuh cinta. Manal jatuh cinta padanya. Mungkin ada masalah serius di dalam kepala Manal. Dipukul seperti televisi tua saja tidak akan cukup untuk membuat kepala Manal berfungsi kembali. Dengan Harlan, Ava harus jatuh cinta lebih dulu dan menunggu lama sampai Harlan memiliki perasaan yang sama. "Jatuh cinta?"
"Iya." Manal menegaskan.
"Apa yang membuatmu jatuh cinta semudah ini? Secepat ini?"
"Tidak tahu. Kamu yang membuat semua menjadi mudah. Aku melihatmu, mengobrol denganmu, mulai mengenalmu, dan jatuh cinta. Karena itu aku serius ingin mengenalmu lebih jauh, Ava. Supaya aku semakin jatuh cinta dan tidak bisa berhenti."
"Kamu tahu kenapa aku nggak ingin dikenal lebih jauh?"
Manal hanya diam menatap Ava. Ada sorot ketakutan di sepasang mata indah itu.
"Karena setelah kamu mengenalku lebih jauh, kamu akan meninggalkanku." Seperti Harlan yang lebih memilih untuk bersama dengan wanita manapun pun selain Ava, anak Rudy Minardi. Dengan alasan yang sangat masuk akal. Tidak mau nama baik keluarganya tercemar.
"Apa kamu mau memberitahu apa yang membuatmu yakin aku akan meninggalkanmu? Jadi aku bisa mencari cara untuk meyakinkanmu, dan membuktikan kepadamu bahwa aku akan setia padamu." Menyerah tidak ada dalam kamus Manal. Percuma saja Ava menakut-nakuti Manal dengan alasan tidak jelas. Manal tidak akan mundur.
"Itu bukan sesuatu yang ingin kuceritakan kepada orang asing."
Orang Asing? Ava menyebutnya orang asing? Manal tidak bisa memercayai ini. Setelah membuat Manal tidak bisa konsentrasi menyusun Gantt Chart di kantor setiap kali habis berpapasan dengan Ava saat mengambil kopi, Ava masih menganggapnya asing? Bukan teman dekat?
"Pakai kalau kamu sudah siap untuk melangkah ke hidupku. Berjalan bersamaku."
***
Kotak sepatu barunya terbuka di atas tempat tidur. Bersisian dengan sarung tangan hitam, yang juga diberikan Manal kepadanya. Ava memandang dua jenis benda yang tidak akan pernah serasi dipakai bersamaan tersebut. Dua benda yang terasa amat berharga. Menempati ranking pertama urutan benda favorit Ava. Karena Manal yang menghadiahkan.
Ketika ponselnya berbunyi, Ava cepat-cepat memeriksanya. Ada notifikasi dari Instagram. Manal menandai Ava dalam sebuah foto. Foto kemarin. Gambar kaki Ava yang mengenakan sepatu baru dengan tangan Manal sedang memegangi kaki Ava. Pada foto kedua, Ava berdiri di samping Sheila. Tidak ada keterangan apa-apa yang ditulis Manal. Kosong saja. Kalau seperti ini caranya, bagaimana penggemar Manal tidak semakin mengamuk? Orang bisa sembarangan berasumsi. Apa Manal tidak sadar semua wanita di kantor mereka mengikuti segala media sosial milik Manal dan rajin menyukai juga memberi komentar? Walaupun Manal sangat jarang mengunggah foto di sana. Ada tiga unggahan saja di sana sampai hari ini.
Tiga bulan lagi, Ava. Bersabarlah. Tiga bulan lagi Manal akan mengumumkan hubungan Manal adan Ava berakhir. Lalu hidup Ava akan kembali tenang dan normal seperti dulu. Ava menghibur dirinya sendiri sambil membawa sepatu barunya menuju lemari. Ava menyimpan sepatu kenangan tersebut di bagian paling atas lemarinya. Terpisah dengan sepatu-sepatu miliknya yang lain. Peluang untuk mengenakan sepatu itu kecing sekali.
Menurut Ava, wanita-wanita di muka bumi ini bisa dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan pilihan sepatu. Pertama, comfort over style. Kelompok ini terdiri atas wanita-wanita yang memilih sepatu berdasarkan kenyamanan—flat shoes atau sneakers—karena bagi mereka mengenakan sepatu hanyalah sebuah upaya untuk melindungi kaki. Agar tidak kotor, tidak tergores, telur cacing tak bisa masuk, dan lain-lain. Kedua, style over comfort. Ava dan wanita-wanita dalam kelompok ini menomorduakan kenyamanan dan lebih mementingkan gaya. Sepatu-sepatu yang menyakitkan dipakai dalam jangka waktu lama adalah favorit mereka. Bukan tanpa alasan mereka memilih jenis sepatu demikian. High heels makes women feels like a boss. Feels powerful and confident.
Karena Ava selalu ke mana-mana bersama sepatu berhak tingginya, maka Ava siap melempar sepatu ke wajah Harlan sewaktu-waktu Ava bertemu dengannya. Melempar Jimmy Choo terasa jauh lebih mantap daripada sandal jepit. Harlan pasti akan mengingat itu seumur hidup, apalagi kalau dahinya bocor terkena hak yang runcing. Dengan sepatu tinggi langitnya, Ava juga bisa bicara dengan Manal dalam level yang cukup setara. Setidaknya Ava tidak perlu sakit leher karena terlalu lama menengadahkan kepala.
Jalan hidup terjal dan sulit untuk dilalui. Menjalaninya di atas stilletto delapan inci lebih susah lagi. Kalau melakukan itu saja Ava bisa, masalah hidup apa yang tidak akan bisa dia selesaikan? Tidak ada. Oh, salah. Ada satu masalah. Masalah bernama ayah.
Sedangkan kelompok ketiga adalah irisan dari kedua golongan tadi. Kelompok tersebut beranggotakan wanita-wanita yang memilih memakai wedges. Mereka ingin terlihat powerful dan percaya diri tapi tetap berharap kaki mereka tidak sakit.
Ava tidak pernah mengenakan wedges. Bagi Ava, berjalan di atas wedges seperti berjalan sambil menyeret balok kayu. Tidak ada seksi-seksinya.
"Sepatu yang kuberikan tadi, aku nggak ingin kamu memakainya," kata Manal saat makan siang mereka hampir berakhir tadi. "Pakai kalau kamu sudah siap untuk melangkah ke hidupku. Berjalan bersamaku."
Berarti sampai kapan pun Ava tidak akan punya kesempatan untuk memakainya. Karena Ava tidak ingin melangkah ke mana pun. Bersama siapa pun.
"Apa kamu tahu? Ada mitos yang mengatakan kalau laki-laki memberi hadiah sepatu kepada wanita, maka wanita itu akan menggunakannya untuk berjalan meninggalkan laki-laki itu. Karena itu, biasanya laki-laki nggak mau ngasih hadiah sepatu." Selang satu menit setelah pernyataan Manal yang melarang Ava mengenakan sepatu dari Manal, dengan sedikit gentar, mungkin karena tidak sedang mengenakan high heels, Ava menanggapi.
Pernyataan Ava dibalas oleh Manal, dengan sangat percaya diri, "Try me. Larilah sekencang-kencangnya, sejauh-jauhnya Ava. Aku akan mengejarmu. Naik Sheila."
Alat perencanaan berbentuk grafik batang, untuk menentukan durasi pekerjaan, merencanakan dan menjadwalkan proyek, mengetahui perkembangan pekerjaan dan sebagainya.
***
Gimana? Apa tebakanmu untuk solusi Manal atas ruwetnya hubungan dengan Ava sesuai dugaanmu? Solusi Manal adalah putus tapi tiga bulan lagi. Bisa aja sih, Mas. Pertanyaan baru: Siapa yang 'lari' lebih kencang, Ava atau Manal? XD
*Alat perencanaan berbentuk grafik batang, untuk menentukan durasi pekerjaan, merencanakan dan menjadwalkan proyek, mengetahui perkembangan pekerjaan dan sebagainya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top