SATU

Laki-laki yang selama ini mengaku mencintai Ava ternyata seorang pengecut. Tidak berani menampakkan batang hidungnya saat mencampakkan Ava. Justru bersembunyi di balik ponsel, mengakhiri hubungan secara sepihak dari jarak puluhan kilometer. Seandainya laki-laki itu ada di sini sekarang, Ava sudah melempar ponsel di tangannya—atau benada apa pung yang bisa terjangkau—ke wajahnya. Supaya laki-laki itu tahu seberapa besar rasa sakit yang dia timbulkan dalam hidup Ava. Hari ini dan ke depan nanti.

Patah hati tak ubahnya seperti gempa bumi mahadahsyat yang baru saja memorak-porandakan sebuah kota. Menghancurkan semua sendi kehidupan di sana. Bahkan sampai membunuh ratusan nyawa. Menyisakan reruntuhan bangunan yang membuat siapa saja yang melihatnya putus asa. Tangisan menyayat hati terdengar di mana-mana. Dari para korban yang masih hidup dan tertimbun. Dari orang-orang yang menyadari anggota keluarganya tidak lengkap. Puing-puing kehidupan berserakan. Kecil-kecil dan tak terhitung banyaknya. Mengenaskan. Menyedihkan. Perlu waktu lama untuk bisa membangun kembali apa yang telah hilang disapu bencana dan biasanya, tidak pernah bisa menyamai segala yang pernah ada. Demikian juga dengan hati. Ava yakin akan perlu lebih dari selamanya untuk kembali menyusun hatinya, yang tidak lagi berbentuk ini, menjadi utuh kembali. Menjadi siap digunakan untuk mencintai lagi. Jika trauma tidak lebih dulu merenggut harapan itu.

"Orangtuaku nggak merestui hubungan kita. Hari ini atau saat kita menikah nanti." Suara Harlan—orang yang paling bertanggung jawab atas gempa bermagnitudo 8 yang baru saja terjadi di hati Ava—hampir-hampir tidak terdengar. Kalah dengan suara patahan dan retakan di hati Ava. "Kamu pasti ngerti. Orangtuaku keberatan karena ayahmu...."

Kalimat Harlan selenjutnya tidak bisa diproses dengan baik oleh otak Ava. Atau telinga Ava menolak mendengarnya. Terlalu memuakkan. Terlalu sulit diterima akal sehat. Setelah tiga tahun mereka bersama dan banyak pengorbanan dilakukan Ava, inikah yang didapat Ava sebagai balasannya? Ava dicampakkan dan laki-laki yang mencampakkannya tidak mau repot-repot menemuinya? Sebegitu tidak berhargakah Ava di mata laki-laki itu?

"Aku berusaha meyakinkan orangtuaku selama satu bulan ini. Aku sudah mengatakan alasan apa saja yang membuatmu terdengar pantas menjadi istriku. Tapi orangtuaku nggak mau menerima alasan itu. Kalau ayahmu nggak seperti itu, mungkin orangtuaku akan mau menerima hubungan kita."

Ava tetap tidak mengatakan apa-apa. Sebab kalau dia membuka bibirnya, hanya akan ada suara isakan yang terdengar. Dan Ava bersumpah dia tidak akan menangis di depan laki-laki tidak tahu diri itu.

There are always more than just two people in a relationship. Selain Ava dan Harlan, ada orang lain yang ikut menentukan keberlangsungan dan masa depan hubungan mereka. Keluarga Ava dan keluarga Harlan. Kalau orangtua Harlan sudah memutuskan begitu, tidak mau memberi restu setelah mengatahui Ava anak siapa, untuk apa Ava memaksakan diri melanjutkan hubungannya dengan Harlan?

Kalau suatu hari nanti kedua orangtua Harlan—dengan berat hati, atau bahkan terpaksa—menerima Ava sebagai menantunya, Ava yakin dirinya tidak akan nyaman menghabiskan waktu bersama mereka. Bersama orrang-orang yang tidak bisa menerima Ava beserta kekurangannya. Hubungan Ava dengan mertuanya pasti tidak akrab dan tidak dekat. Seumur hidup akan terasa terlalu panjang dan melelahkan untuk dilalui bersama dengan keluarga suaminya yang tidak menyukainya.

"Aku mencintaimu, Va. Aku ingin hubungan kita bisa lebih dari ini."

"Itu nggak akan pernah terjadi. Selama keluargamu nggak menyukaiku." Ava menatap murung bingkai foto di samping laptopnya yang terbuka. Fotonya bersama Harlan, yang diambil saat mereka merayakan ulang tahun hubungan yang pertama dulu.

"Mereka menyukaimu, Va. Cuma ... mereka tahu tentang ayahmu. Dan mereka takut kalau orang akan bicara, berkomentar. Mereka khwatir kamu juga sama seperti ayahmu."

Kalimat Harlan bagai belati yang menusuk tepat di ulu hati. Ayah. Ayahnya. Ava disamakan dengan ayahnya. Berharga atau tidaknya Ava, ternyata, orang lain menilai berdasarkan perbuatan buruk ayah Ava. Kenapa banyak orang di dunia bersikap tidak adil seperti itu? Menghakimi Ava padahal Ava tidak salah apa-apa? Tidak bisakah mereka memandang Ava sebagai suatu entitas yang berdiri sendiri? Yang terpisah dari orangtuanya?

Memang Ava tidak akan pernah bisa mengingkari takdir dan tidak bisa mengelak dari hubungan darah. Selamanya Ava adalah darah daging ayahnya. Fakta itu memang tidak bisa diubah. Tetapi Ava bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang bisa diteladani dari orangtuanya dan mana yang tidak. Ava tidak pernah dan tidak akan pernah meniru perbuatan tercela ayahnya. Tidak adakah orang yang bisa melihatnya? Bahwa Ava berjuang sangat keras untuk menjadi berbeda dari ayahnya? Dari ibunya, yang sangat baik itu, bahkan? Atau dari siapa pun juga? Ava berusaha selalu menjadi dirinya sendiri.

"Aku akan pulang bulan depan," kata Harlan. Saat ini Harlan sedang ditempatkan di Balikpapan oleh bank tempatnya bekerja. "Kita harus ketemu dan bicara."

Kenapa kamu tidak menunggu sampai hari itu untuk mengakhiri hubungan kita? Ava ingin meneriakkan pertanyaan itu. Mungkin dengan begitu Ava bisa merasa lebih baik. Sebab beranggapan Harlan berat mengakhiri hubungan dan menunda sebentar hingga mereka bertemu supaya ... supaya apa Ava tidak tahu. Tetapi satu yang pasti. Tidak akan pernah ada waktu yang tepat untuk putus cinta. Kapan pun terjadi, akan tetap menyakitkan.

"Apa lagi yang harus dibicarakan?" Apakah Ava harus kembali menerima pengulangan dan penegasan dari kalimat menyakitkan yang dikatakan Harlan tadi? Mendengar sekali saja sudah membuat hati Ava hancur lebur seperti ini. "Aku nggak merasa ada perlunya kita bicara lebih dari ini. Kita akhiri saja semuanya di sini." Bersamaan dengan itu, Ava bersiap mengakhiri panggilan. "Tolong jangan hubungi aku lagi."

Sambil menatap layar ponselnya yang menggelap, Ava kembali memikirkan teori baru temuannya tadi. Mengakhiri hubungan hari ini atau bulan depan akan sama saja. Atau justru semakin ditunda akan semakin sakit. Begini malah lebih baik. Ava kembali menjadi manusia bebas tanpa perlu memandang wajah laki-laki itu sekali lagi. Sekarang, setelah Harlan pergi dari hidup Ava, Ava bisa mengizinkan dirinya menangis dan meratapi nasibnya yang tragis selama dua atau tiga hari, lalu segera menata hati dan memulai hidup yang baru. Hidup yang akan dia lalui sendiri selama-lamanya. Sendiri adalah pilihan terbaik. Dengan begitu Ava tidak perlu lagi memusingkan apa yang dipikirkan orang tentang dirinya. Tentang ayahnya.

Ava menghela napas berat. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Para korban selamat pada sebuah gempa bumi besar, apakah mereka berharap lebih baik mati saja daripada hidup dengan kehilangan anggota keluarga yang mereka cintai? Daripada hidup dengan satu kaki harus diamputasi? Orang-orang yang sedang patah hati, apakah mereka berharap lebih baik kehilangan seluruh kemampuan untuk mencintai, daripada suatu saat nanti mungin bisa jatuh cinta dan berisiko merasakan sakit lagi?

Tidak pernah sama sekali dalam hidupnya Ava menyangka dirinya akan kehilangan laki-laki yang dia cintai, yang pernah dia harapkan akan menjadi pasangan hidupnya, dengan alasan keluarga laki-laki itu keberatan dengan perbuatan buruk ayah Ava. Tetapi seharusnya Ava tahu adanya kemungkinan itu. Mengingat ayahnya tidak pernah menyembunyikan ... gerbong pikiran Ava terputus oleh jeritan ibunya. Ada apa lagi, Ava menutup telinganya.

Ini bukan pertama kali ayah Ava, yang sekarang sedang berteriak-teriak marah di kamar utama, menyebabkan Ava menderita. Sejak usia Ava belum genap tujuh belas tahun, Ava sudah terbiasa dengan patah hati. Terutama ketika Ava tahu ayahnya, dengan terang-terangan, mengkhianati wanita-wanita yang mencintainya; istri dan satu anak perempuannya. Anak yang dimaksud bukan Ava, melainkan adik bungsu Ava yang sangat mencintai ayah mereka. Ava sudah tidak bisa dikhianati, karena Ava membenci ayahnya.

Malam ini, setelah dicampakkan Harlan, kebencian Ava kepada ayahnya kembali berlipat ganda. Belum pernah Ava membenci seseorang dengan seluruh jiwa dan raganya seperti ini. Seperti rasa benci Ava kepada ayahnya. Semakin lama rasa benci itu semakin membesar hingga menelan seluruh diri Ava. Seluruh cinta dan kebahagiaan tergeser oleh kebencian.

Jeritan ibunya terdengar kembali. Ingin sekali Ava berlari ke kamar utama dan melihat apa yang sedang terjadi. Apa lagi yang memantik kemarahan ayahnya kali ini? Apa lagi yang diributkan kedua orangtuanya hari ini? Di mana adik-adik Ava? Apa yang mereka rasakan ketika mendengar kedua orangtuanya saling melemparkan kalimat penuh kebencian? Tetapi Ava tidak punya energi untuk beranjak dari tempatnya. Untuk keluar dari kamarnya.

Apakah keutuhan keluarganya masih bisa diselamatkan? Apakah Nama baik keluarganya masih bisa diperbaiki? Ava memejamkan mata. Nama keluarga yang sedari dulu tidak begitu baik, belakangan sengaja semakin dirusak oleh kepala keluarga. Siapa orang di kota ini yang tidak pernah melihat ayah Ava berjalan tanpa ada wanita muda, sangat muda, yang menggelayut seperti benalu di lengannya? Wanita-wanita yang usianya mungkin sebaya dengan anak pertamanya. Atau lebih muda. Kalau mengingat kenyataan itu, Ava menjadi paham kenapa keluarga Harlan tidak mau menerima Ava sebagai menantunya.

Tuhan, Ava mengerang dalam hati. Kenapa dia harus terlahir sebagai anak dari seorang lelaki yang tidak bermoral. Ini sudah jauh melampaui level memalukan. Ava sampai tidak bisa menemukan kata untuk mendeskripsikan bagaimana rasanya dikenal sebagai anak dari laki-laki seperti itu. Kalau saja Ava bisa menemukan bukti bahwa salah satu ayahnya masih di bawah umur, Ava akan mengirim ayahnya ke penjara. Sebenarnya bukti bisa dicari, atau diada-adakan, tapi lagi-lagi, Ava tidak punya kelebihan energi.

***

Halo, salam kenal dariku, kalau kamu baru menemukan diriku dan ceritaku. Salam sayang kalau kamu sudah lama bersamaku :-) Kalau kamu belum familier dengan cerita Ika Vihara di Wattpad, aku meng-upload kurang lebih 1.500 kata tiap bab. Aku sudah lama menerapkan pola ini dan ini memudahkan aku--aku neurodivergent, jadi memerlukan konsistensi seperti ini supaya tidak panik. Terima kasih atas pengertiannya. Mohon tinggalkan komentar, beri bintang, dan bagikan kutipan/link cerita ini ya, supaya engagement cerita ini baik. Aku akan membalas komentar-komentar yang masuk ya, walau nggak bisa segera, tapi aku balas. Jangan lupa, cek juga cerita-ceritaku yang lain. See you hari Selasa.

Love,

Vihara(InstaGram/TikTok/Karyakarsa ikavihara WA 083155861228)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top