ENAM BELAS
Kalimat terakhir! OMG! Manal ketahuan .... hahaha. Aku ngefans sama Manal dan Ava. Ngefans banget. Kamu gimana?
Aku mau mengigatkan juga, copy bukuku sedang melimpah di apk iPusnas. Ini aplikasi milik Perpustakaan Nasional Indonesia ya. Kamu bisa baca bukuku di sana gratis dan legal. Download apk-nya, lalu search Ika Vihara, dan langsung kamu download dan baca. Tanpa antre. Kamu baca gratis, aku tetap dapat royalti. Aku perlu royalti untuk membiayai penulisan cerita selanjutnya, biar bisa upload di sini :-)
Tinggalkan komentar untukku ya. Aku senang baca kebahagiaanmu saat membaca cerita ini hihihi.
Love, vihara(IG/TikTok/Karyakarsa/FB ikavihara, WhatsApp 083155861228)
***
Laki-laki bermasalah yang harus dihadapi Ava tidak hanya Harlan. Tetapi ayah Ava juga. Seandainya Manal tahu siapa ayah Ava, keluarga Manal juga pasti tidak akan menerima Ava sebagai pacar anaknya. Lebih-lebih calon istri. "Bukan berarti karena kita ngobrol setengah jam setiap makan siang dan aku menemanimu ke kondangan, maka kamu tahu segalanya."
"Aku memang nggak tahu banyak, Ava. Karena itu aku ingin tahu, ingin memahamimu. Apa yang kamu inginkan, apa yang kamu sukai, masa depan yang kamu bayangkan, seperti apa sebenarnya dirimu, semuanya."
"Aku nggak perlu dipahami!" Ava menyergah lagi. "Aku harap besok kita bisa bersikap normal lagi saat di kantor. Seperti saat bencana ini belum pernah terjadi. Aku akan bilang pada semua orang kalau kita sudah putus. Karena aku selingkuh. Atau apa pun."
Manal malah tertawa keras sekali dan Ava semakin meradang mendengarnya.
"Selingkuh?" Kali ini kata 'selingkuh' terdengar lucu di telinga Manal. Padahal beberapa bulan yang lalu, Manal sangat benci mendengar satu kata terkutuk itu. Sebab membuat Manal teringat pada Disha dan pengkhianatan Disha. Sekarang Ava ingin menempatkan diri pada posisi yang tidak terhormat seperti itu, hanya demi membuat orang lain lupa akan foto yang sudah tersebar ke mana-mana itu?
"Itu nggak masuk akal sama sekali. Nggak akan ada orang yang percaya. Ava, kita baru jadian satu bulan. Sedang cinta-cintanya. Hubungan kita sedang hangat-hangatnya. Ibarat pengantin, belum selesai bulan madu. Lalu kamu mau mengaku kamu selingkuh?" Manal menggelengkan kepala.
"Apa kamu tahu, Ava? Disha selingkuh setelah kami bersama tiga tahun. Saat dia sudah bosan denganku. Saat dia menemukan semakin banyak ketidaksempuraanku dan tidak bisa menoleransi." Kenapa Manal harus menggunakan kata bosan untuk menjelaskan alasan Disha mencampakkannya? Itu sama saja menunjukkan kepada Ava bahwa Manal tidak mampu untuk menjalani hubungan jangka panjang. Tidak bisa membuat sebuah tetap hubungan menarik dan menyenangkan. Manal tidak bisa membahagiakan Disha, sehingga Disha memilih laki-laki lain. "Lagipula kenapa kamu mau mencemarkan nama baikmu sendiri? Wanita baik-baik sepertimu memilih untuk selingkuh? Menyelingkuhi laki-laki baik yang ... katamu ... disukai banyak orang di kantor?"
Nama baik. Wanita baik-baik. Telinga Ava berdenging mendengar semua itu. Kalau Manal tidak mengingatkan, mungkin bisa muncul gosip lain akibat tindakan bodoh Ava. Bahwa Ava sama seperti ayahnya. Tukang selingkuh dan tidak bisa menghargai laki-laki sebaik Manal. Kalau itu terjadi, masalah tidak akan selesai. Atau akan bertambah runyam. Ava akan semakin dibenci karena mengkhianati Manal, yang, seperti kata Manal, adalah favorit semua orang di kantor.
"Aku tahu kamu sedang patah hati, Ava. Patah hati parah sampai tidak tahu apakah hatimu akan bisa utuh kembali. Aku pun pernah mengalaminya. Disakiti oleh seseorang yang kupikir akan menjadi pasangan hidupku. Pasangan sehidup sematiku." Manal menyentuh lengan Ava. "But there's a thing that broken heart teaches us. Don't settle for anything less than you deserve."
Ava mengerjapkan mata. What does she deserve? Love? Being loved?
"Tapi aku mengerti kalau kamu nggak ingin punya hubungan apa-apa denganku. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk ... kita berdua." Manal menyalakan motor. "Aku pulang dulu. Maaf kalau aku membuatmu nggak nyaman di kantor. Aku akan membereskan semuanya besok."
"Christian Louboutin."
"Who?" Manal urung memasang helm.
"Bayaran karena aku menemanimu ke kondangan mantan pacarmu. Aku mau Christian Louboutin. Sepatu." Ava berbalik dan membuka pagar rumah kos Tana.
***
Ada waktu-waktu atau tempat-tempat tertentu yang membatu orang untuk 'get in the zone.' Untuk fokus pada apa yang sedang dikerjakan. Tanpa terganggu oleh apa pun, atau siapa pun. Dengan begitu pekerjaan bisa cepat selesai dan kualitas pekerjaan pun bagus. Seorang musisi mungkin punya studio khusus di mana dia nyaman memetik gitar sendirian saat menciptakan lagu. Seorang penulis bisa jadi menyewa kamar hotel selama beberapa waktu untuk bisa berkonsentrasi menyelesaikan sebuah buku. Tidak jauh beda dengan itu semua, programming is best done 'in the zone'. Seringkali untuk bisa 'get in the zone', developer dan programmer memilih bekerja setelah tengah malam di mana semua orang sudah tidur. Untuk menghindari distraksi.
Bagi Ava, untuk 'get in the zone' biasanya gampang saja. Tinggal mematikan ponsel. Atau memutus sambungan internet. Karena sekali membuka browser atau aplikasi, Ava bisa menghabiskan satu jam ke depan untuk melakukan apa saja. Setelah menjelajah dunia maya, seseorang memerlukan waktu dua puluh lima menit untuk bisa kembali konsentrasi. Bagi Ava, kehilangan waktu sebanyak itu adalah sebuah kerugian.
Selain itu, Ava juga berusaha mengurangi input ke panca indera. Misalnya dengan memasang headphones di telinga. Ava memiliki playlist khusus di komputer. Berisi suara aliran sungai, desau angin, hujan, kicauan burung, dan suara-suara alam yang menenangkan. Musik seperti ini adalah pilihan yang baik. Karena mengurangi keinginan untuk ikut bernyanyi dan rasa penasaran terhadap lirik—yang kurang jelas kita dengar atau belum kita hafal. Ini adalah jenis gangguan juga.
"Manal nggak ada ya, Va?" Pandu berdiri di sebelah Ava.
Mendengar nama Manal, Ava yang tadi sudah susah payah berusaha 'in the zone' langsung 'out the zone'. Susah sekali bagi Ava untuk konsntrasi bekerja hari ini. Sebab Ava mendapati Manal mengingkari janji. Manal tidak membereskan masalah mereka. Justru Manal membuat nasib Ava semakin buruk. Tadi pagi Manal, dengan sengaja, meninggalkan kotak bekal di meja resepsionis, bukan meninggalkan di meja pantry seperti biasa. Kepada Diana—resepsionis, penggemar nomor satu Manal dan penyebar isu tidak bertanggung-jawab itu—Manal berpesan bahwa kotak bekal itu harus disampaikan kepada Ava. Ava tidak berani memakannya. Sebab khawatir, siapa tahu Diana mencampur arsen dalam sambal goreng ati.
"Kenapa kamu nanya aku? Aku nggak tahu. Cek saja di ruangannya." Hingga hari ini, tidak pernah ada orang yang bertanya mengenai keberadaan seorang project manager kepada Ava. Karena semua orang tahu project manager, atau bahkan CEO, COO, dan CTO, tidak pamit kepada Ava setiap kali mereka hendak meninggalkan ruangan atau kantor.
"Kamu kan pacarnya, siapa tahu kamu tahu." Tanpa menunggu tanggapan Ava, Pandu berlalu.
Kenapa Pandu tidak bisa berpikir? Kalau Manal atau project manager lain tidak ada di sini, mereka tentu sedang menjalankan tugas untuk menjadi jembatan antara orang-orang teknis, seperti Ava, dengan klien, dan stakeholder lain.
Ava mengangkat bahu dan mencoba kembali fokus pada pekerjaannya. Baguslah kalau Manal tidak ada di sini. Dengan begitu Ava tidak perlu menjadi pelaku tindak kekerasan. Yang ingin dilakukan Ava ketika berpapasan dengan Manal, tadi saat mengambil kopi, adalah melempar kotak bekal yang masih penuh itu ke wajah Manal. Mungkin kepala Manal sama seperti televisi—yang kalau tidak berfungsi tinggal dipukul supaya benar kembali. Siapa tahu Manal akan waras kembali setelah kepalanya kontak dengan benda keras.
Hari ini, kalau ingin selamat, sebaiknya Manal menghindari Ava.
***
Ukuran sepatu?
Ava membaca sebaris pesan masuk dari Manal. Nama Manal membuat percakapan Ava dengan Manal di depan kos Tana mengalir lagi di kepala Ava. Waktu itu, saat meminta hadiah, Ava sedang kesal sekali sehingga dia ingin—paling tidak—mendapat kompensasi atas penderitaan yang terpaksa diterimanya setelah membantu Manal.
Ava mengetik balasan. Sepatu miliknya sudah banyak, tidak perlu ditambah lagi.
Aku nggak butuh sepatu. Cuma bercanda waktu itu.
Menerima hadiah dari Manal akan membuat pertemanan mereka menjadi semakin tidak wajar. Ava tidak akan bisa menghindari Manal karena tidak enak pada uang beberapa juta yang sudah dikeluarkan Manal untuk membeli sepasang sepatu. Apa bedanya dia dengan wanita mata duitan, yang pergi setelah mendapatkan mobil yang diinginkan dari ayah Ava?
Kalau para wanita di kantor Ava sampai tahu soal hadiah dari Elmar dan harga sepatu-sepatu yang dikoleksi Ava, mereka akan beranggapan bahwa Ava adalah wanita yang suka mengisap habis uang laki-laki yang didekatinya.
Bukan tanpa alasan Ava menghamburkan uang untuk membeli sepatu. Tujuan Ava setiap kali membeli sepatu-sepatu itu hanya untuk 'membantu' menghabiskan uang ayahnya. Siapa tahu setelah mereka miskin, tidak ada lagi wanita yang mau menerima laki-laki tua seperti ayah Ava, lalu ayah Ava bertobat dan kembali pada keluarga.
I adore great legs of yours. It would be my greatest honor to make it sexier.
Balasan Manal muncul tidak sampai semenitkemudian.Jadi Manal menganggap kaki Ava seksi? Pantas saat mereka kondangan dulu Manalmemandang ke bawah terus.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top