ENAM

Oleh karena itu Ava menutup rapat-rapat cerita kegagalan cintanya. Sebab untuk apa berkeluh-kesah kepada teman-temannya? Sudah sial begini, ada kemungkinan dia akan dihakimi, seperti dugaannya di atas tadi.

"Apa kamu nggak mau makan nasi goreng itu?"

Ava mengerjapkan mata. Karena sibuk melamun, Ava lupa dirinya berada di pantry. Sekarang Manal sudah duduk di sampingnya. Wangi yang menguar dari tubuh Manal membuat otak Ava berhenti bekerja. Aftershave dan parfum. Perpaduan keduanya ternyata jantan sekali. Otomatis, Harlan dan perselingkuhannya—seisi dunia bahkan—terhapus dari benak Ava. Karena Ava sibuk bertanya-tanya. Apa merek parfum yang dipakai Manal? Kenapa harum tubuh Manal bisa seksi sekali? Ava tidak akan keberatan mencium nadi yang berdetak di leher Manal, yang sepertinya, menjadi salah satu sumber aroma menggairahkan tersebut.

"Oh." Hanya satu kata ini yang bisa diproduksi bibir Ava.

"Aku sedang ingin nasi goreng. Boleh tukar?" Manal menunjuk kotak bekalnya.

"Eh?!" Ava tergeragap kaget. Tukar bekal? Seperti anak SD saja.

"Makan saja kalau mau." Ava menggeser kotak bekalnya kepada Manal. Hari ini Ava tidak berselera makan saat memandang nasi goreng buatan Linda. Heck, setelah melihat foto Harlan, Ava kehilangan nafsu makan dan keinginan untuk melakukan apa pun.

"Kalau begitu makananku buat kamu." Manal membuka kotak bekal biru miliknya dan meletakkan di depan Ava.

Isinya langsung menggugah selera makan Ava. Perut Ava yang tadi tidak terkesan dengan nasi goreng dingin, kini mendadak bergemuruh.

"Buatan istrimu?" tanya Ava. Ada ayam kukus, nasi merah dan sambal mangga muda di kotak bekal Manal. Siapa tahu Manal sudah menikah dan tidak memberi tahu teman-teman sekantor. Walaupun dalam hati Ava tidak rela membayangkan Manal sudah punya istri dan bahagia, tapi setidaknya ada penghiburan untuk Ava. Mengetahui bahwa tidak semua rumah tangga rusak seperti milik ayah Ava dan Linda.

"Aku belum menikah, Ava." Manal tertawa.

Mendengar berita tersebut, tidak tahu kenapa hati Ava bersorak gembira.

"Ibuku punya usaha katering. Siapa tahu setelah mencicipi sampelnya ini, kamu mau langganan. Aku bisa membawakan untukmu setiap hari. Murah. Bersih. Sehat. Menunya ganti setiap hari. Vegetarian juga ada. Kalau mau pesan yang organik juga bisa," lanjut Manal.

Promosi yang dilancarkan Manal membuat Ava tertawa. Kalau Manal menjadi bagian dari sebuah tim pemasaran, pasti jumlah penjualan naik dua kali lipat. Berkat peran Manal saja, yang membagi-bagikan sampel menggoda. Tanpa mencicipi pun, Ava ingin berlangganan makanan yang membuat Ava lapar pada pandangan pertama. Karena disajikan dengan menarik. Aromanya pun membuat air liur menetes. Dalam kondisi patah hati saja nafsu makan Ava bangkit, apalagi pada hari terbaiknya? Pasti lahap sekali. Ava tidak bisa menahan diri untuk tidak mengambil sendok lalu mencicipi ayam kukus yang sudah memanggil-manggil namanya sejak tadi.

"Jarang ada laki-laki bawa bekal buatan ibunya." Kalau buatan istrinya lain lagi. Paling tidak, seorang suami bisa memamerkan bekal yang enak tersebut di media sosial dan membuat istrinya bahagia karena masakannya dihargai dan dipuji-puji oleh suami. Sedangkan laki-laki yang membawa bekal buatan ibu? Bisa dicap tidak jantan dan anak Mama.

"Dulu aku juga malu bawa bekal yang bagus banget begini. Padahal semua orang tahu aku belum menikah. Cuma kata ibuku, gimana orang mau percaya bahwa katering kami enak, kalau aku sendiri nggak mau makan itu dan memilih pergi ke warung?" Manal membuka plastik kerupuk udang, pelengkap nasi goreng milik Ava yang disiapkan oleh Linda. "Lagipula, dengan aku bawa bekal begini, orang akan tertarik dan tanya-tanya. Seperti kamu tadi. Jawabanku bisa sekalian menawarkan katering ibuku. Siapa tahu orang yang tanya mau order kalau ada acara di rumahnya. Banyak orang di kantor ini pakai katering ibuku untuk acara yang mereka adakan."

"Good point." Ava menganggukkan kepala, dan mencatat dalam hati, kalau Linda ada acara, Ava akan menyarankan untuk pesan makanan pada ibunya Manal.

Melihat Ava sangat menikmati masakan ibunya, Manal tersenyum. Sebetulnya sejak tadi Manal memperhatikan Ava, yang sedang melamun dan tidak menyentuh makan siangnya sama sekali. Sendok di tangan Ava hanya diputar-putar. Mungkin Ava sedang bosan dengan masakannya sendiri dan perlu variasi. Anehnya, kenapa tanpa berpikir panjang, Manal menawarkan kepada Ava supaya mereka bertukar bekal. Kenapa Manal peduli hari ini Ava mengisi perutnya atau tidak? Ava akan kelaparan atau tidak? Tetapi Manal tidak menyesal menyerahkan makanannya kepada Ava. Bisa membuat Ava makan dengan lahap adalah prestasi tersendiri bagi Manal.

"Ini kamu yang masak?" Manal ingin bercakap lebih banyak dengan Ava.

"Ibuku." Ava tidak pernah memasak dan tidak pernah suka berada di dapur. Karena di rumah, dapur—yang jauh dari kamar anak-anak—adalah salah satu lokasi pertengkaran favorit ayah Ava dan Linda.

Ups, speaking of the devils. Ponsel Ava bergetar. Di layar ponsel Ava, yang tergeletak di meja di bawah jendela kaca, tertera nama ibunya.

"Halo, Ma." Ava menerima panggilan tersebut.

"Nanti pulang jam berapa?" Linda terdengar sedang buru-buru.

"Jam lima mungkin, Ma. Kenapa?"

"Kita makan malam di luar saja. Tapi sebelumnya kamu mampir ke butik ya, mumpung Charlie datang. Mama harus menyerahkan beberapa foto untuk dimuat di majalah."

"Kalau Mama sudah selesai aja kita ketemu, Ma. Aku tunggu di sini."

"Maksud Mama, kamu yang difoto, Ava."

"Tapi, Ma, jam lima itu sore banget. Selesainya pasti malam. Belum make up, gonta-ganti kebaya dan kain. Memangnya Mama nggak dapat model lain? Kan banyak, Ma, kayak yang kemarin ikut Mama show ke New York itu. Jangan aku, Ma, please." Hanya membayangkan saja Ava sudah lelah. Memang Ava kadang-kadang menjadi model untuk kebaya buatan ibunya, tapi biasanya, Ava melakukan pada akhir pekan. Bukan saat kelelahan sepulang kerja.

"Ini mendadak, Sayang. Orang-orang yang Mama pikir cocok, sedang tidak bisa. Cuma kamu yang ada di bayangan Mama. Jadwal Charlie sedang susah. Mama janji cuma akan ganti baju dua kali. Atau tiga. Oke, ya? Nanti kamu dijemput Arvin. Thank you, Sayang." Tanpa memberi kesempatan kepada Ava untuk menolak, Linda mengakhiri panggilan.

Ava mendesah panjang. Hari ini Ava sedang tidak berada dalam suasana yang bagus untuk berpose di depan kamera.

"Kamu ikut modelling juga?" Manal tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

Ava lupa kalau dia menerima telepon di tempat umum dan ada orang lain yang ikut mendengar percakapan Ava—walaupun hanya satu sisi. "Oh, itu ... ibuku desainer kebaya. Dan aku membantu untuk difoto-foto sambil pakai kebaya bikinannya. Sama seperti kamu ini, bantu-bantu sedikit." Hanya untuk keperluan promosi cetak. Tidak untuk video atau memamerkan karya ibunya di atas runway di dalam dan luar negeri. Pernah sekali Linda menawari Ava untuk mencoba berjalan di runway saat ibunya ada fashion show. Tetapi Ava tidak mau, takut kesandung atau apa karena grogi.

"Kamu cocok jadi model, Ava." Manal mengamati Ava, dari ujung rambut hingga kaki.

Tanpa sadar Ava meletakkan tangannya di dada. Mencegah jantungnya berdetak semakin kencang. Kenapa nama Ava yang diucapkan Manal terdengar berbeda? Lebih bermakna. Lebih intim. Ada penekanan pada huruf V-nya. Berat dan diucapkan agak lama. Avva. Tidak ada orang lain yang melafalkan nama Ava dengan begitu penuh perasaan. Ava ingin mendengar Manal mendengar namanya. Terus-menerus. Seumur hidup.

"Thanks." Ava menggumam, meskipun tidak terlalu bangga dengan pencapaiannya.

Kalau Manal menganggap Ava pantas untuk menjadi model, apa itu berarti Manal menilai Ava cantik? Apakah Manal memperhatikan Ava selama ini? Apakah Manal tertarik pada Ava? Ava menarik napas. Pikiran bodoh, keluh Ava dalam hati. Mau Manal menyukainya atau tidak, apa pentingnya? Bukankah Ava sudah berjanji bahwa dia tidak akan menjalin hubungan dengan laki-laki? Bahwa dia tidak akan menikah?

***

Memang benar Disha tidak ingin menikah. Tidak menikah dengan Manal, lebih tepatnya. Dengan laki-laki lain beda lagi. Satu bulan lagi mantan kekasih Manal itu akan menikah dengan anak kedua gubernur. Namun pernikahan tersebut bukan pengalaman terburuk yang didapatkan Manal. Dua bulan lalu, wanita yang dikenal Manal saat mereka berdua sama-sama kuliah di Perth itu mengakui bahwa, selain dengan Manal, dua tahun terakhir Disha juga menjalin hubungan dengan anak orang nomor satu di provinsi ini.

Sebuah hubungan memang bisa berakhir dengan berbagai sebab; jarak, tidak ada restu orangtua, masalah finansial, dan lain-lain. Dari semua itu, yang paling tidak bisa diterima oleh akal sehat adalah diselingkuhi. Oleh orang yang setiap hari dicintai. Sangat dicintai. Berapa banyak investasi yang sudah ditanam Manal untuk hubungan mereka? Yang lebih berharga daripada uang? Hati Manal sudah sepenuhnya berada dalam hubungan tersebut. Waktu lima tahun yang sangat berharga terbuang. Keluarga Manal yang sudah siap menyambut pernikahan tersebut. Kalau masalah uang, Manal sudah mengeluarkan untuk membeli cincin pertunangan dan membayar uang muka rumah pilihan Disha.

Selama mereka menjalin hubungan serius sedikit demi sedikit Manal mempersiapkan semua aspek masa depan mereka. Masa depan yang kini harus dihapus dan dilupakan. Kalau saja ini sebuah novel—yang suka dibaca adik Manal—pada titik ini sang penulis akan menghadirkan satu sosok heroine baru yang lebih baik daripada mantan pacar yang tidak tahu diri. Kedua tokoh utama akan mendapatkan ganjaran berupa kebahagiaan abadi selama-lamanya setelah sang penulis membuat mereka menderita selama dua ratus halaman. Namun sayang, sang penulis skenario hidup, menyimpan rapat-rapat draft kehidupan tiap-tiap makhluknya. Tidak akan ada orang yang tahu bagaimana jadinya hidup mereka besok. Apakah mereka akan patah hati atau menemukan cinta sejati. Apakah mereka ditakdirkan bertemu belahan jiwa atau harus sendiri sampai akhir hayat.

Yang lebih buruk dari patah hati yang dihadapi Manal adalah Manal mendengar dengan telinga sendiri Disha mengakui pengkhianatannya. Tanpa merasa bersalah Disha mengatakan langsung di depan Manal. Dengan mata berbinar penuh cinta dan senyum mengembang, Disha memberi tahu Manal bahwa dia akan menikah dengan laki-laki bernama Donny atau entah siapa itu. Saat Manal baru saja membayar mahal sebuah cincin pertunangan dan akan melamar Disha, cincin pertunangan dari laki-laki lain telah lebih dulu tersemat di jari manis Disha. Makan malam yang sedianya akan digunakan Manal untuk melamar Disha, berubah menjadi bencana dalam waktu sekejap saja.

*** 

Sudah Selasa lagi, kita ketemu lagi. Terima kasih kamu sudah mengikuti perjalanan Manal dan Ava. Kita pelan-pelan saja ya, sebab seperti semua keberhasilan di dunia ini, keberhasilan Ava dan Manal dalam mengobati hati mereka juga sama, nggak buru-buru :-)

Tinggalkan komentar dan bintang untukku ya. Juga ceki-ceki daftar karyaku yang lain. Thank you. Kalau kamu suka cerita ini, mungkin kamu bisa dukung karyaku di toko buku, Gramedia Digital, Google Playbook, apk iPusnas--gratis dan legal, atau Tokped/Shopee ikavihara.

Love, vihara (TikTok/IG/FB/karyakarsa ikavihara WhatsApp 083155281228)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top