Empat Belas
Teman, kalau kamu perlu bacaan yang bagus, gatis dan legal, aku ada kabar gembira. iPusnas, aplikasi milik Perpustakaan Nasional itu, menambah jumlah copy novelku A Wedding Come True. Dari yang sebelumnya hanya sekitar 15 menjadi 110 copy!!! Itu banyak banget, aku sampai terkejut. Tampaknya karena populer dan pembacanya banyak. Kamu bisa langsung pinjam dan baca sekarang tanpa antre karena e-book-nya sedang nganggur tuh. Download apk iPusnas dan ketik Ika Vihara di kolom pencarian, kamu bisa langsung pinjam, download, dan baca bukunya. Kamu baca gratis, aku tetap dapat royalti. Ayo dukung penulis dan perpustakaan kita :-) Jangan baca PDF bajakan yaah.
A Wedding Come True ada di Wattpad juga beberapa babnya.
Jangan lupa berikan vote dan komentar untuk Ava juga ya.
Love, Vihara(IG/TikTok/FB/Karkakarsa Ikavihara, WA 082155861228)
***
Sudah lazim para pegawai di kantor membentuk kelompok-kelompok kecil, lalu salah satu di antara mereka memulai pembicaraan dengan kalimat 'apa kamu tahu kalau....' atau 'jangan bilang siapa-siapa ya! Kemarin kulihat....' diikuti oleh anggota-anggota lain membeberkan apa yang mereka tahu. Ditambahi bumbu di sana sini. Semakin banyak bumbunya semakin menarik untuk didengar. Lingkaran semakin akan besar. Tidak lagi sesuai dengan fakta tidak apa-apa. Yang penting bisa menciptakan drama dan mereka terkenal selama beberapa saat. Iya, terkenal sebagai biang gosip.
Biasanya Ava tersenyum saja mendengar percakapan seperti itu. Tetapi sekarang, apa yang harus dilakukan Ava kalau dirinya yang sedang menjadi bahan pembicaraan di kantor? Menjadi topik paling panas di lingkaran-lingkaran gosip? Kali ini Ava menjadi buah bibir bukan karena prestasi. Tetapi karena Ava sukses melanggar perjanjian tidak tertulis yang disepakati semua wanita di kantor ini. Ava menyentuh Manal. Walau hanya selama beberapa jam saja.
Atau mungkin ini bisa dihitung prestasi. Tidak semua orang berkesempatan ditasbihkan sebagai musuh bersama.
Tiba di kantor tadi pagi, Ava masih beruntung karena melangkah ke dalam lift yang sama dengan Manal. Manal yang tersenyum sangat lebar lalu berbisik di telinga Ava,"Morning, ex-girlfriend!". Bukan bersama para penggemar Manal yang ingin mencabik-cabik tubuh Ava.
Setiap mata yang menangkap Ava berjalan bersama Manal seolah menembakkan sinar laser yang bisa melubangi seluruh bagian tubuh Ava. Baru pertama kali ini dalam sejarah kariernya, Ava ingin pukul lima sore segera datang, sehingga Ava bisa cepat meninggalkan tempat duduk. Kantor yang selama ini menjadi surga bagi Ava, dalam waktu singkat berubah menjadi lebih buruk daripada neraka. Sepanjang hari Ava hanya duduk diam di kursinya, tidak berani ke mana-mana. Baru beranjak ketika ada urusan yang tak bisa ditunda di kamar mandi. Kalau tidak memikirkan risiko mengompol dan semakin mempermalukan dirinya, Ava akan menahan sampai tiba di rumah.
"Jadi, kamu ... sama Manal sekarang?" Tana mengedipkan mata pada Ava yang tiduran di kasur di kamar kos Tana sambil memeluk boneka beruang besar milik Tana.
Walaupun belum genap pukul lima, Ava sudah menarik tangan Tana dan memaksa sahabatnya itu untuk meninggalkan kantor. Tidak apa-apa korupsi waktu beberapa menit khusus untuk hari ini. Atasan mereka sekarang, Manal, pasti memahami. Toh Ava juga selalu menyelesaikan pekerjaannya sebelum tenggat waktu.
"Aku nggak nyangka deh, Va. Setelah putus sama Harlan, cepat banget kamu dapat gantinya. Manal lagi. Banyak yang cum bisa mimpi dapetin dia. Tapi nggak heran sih kalau kamu bisa. Kamu cantik, baik, pinter, siapa yang nggak mau sama kamu, ya kan?"
"Aku nggak pacaran sama Manal!" Sergah Ava. Harus berapa kali Ava memberitahu Tana? Kenapa sedari Tana seperti pura-pura tuli? Tidak mau mengerti?
"Nanti lama-lama juga pacaran." Tana menyeringai lebar.
"Siapa sih yang mulai gosip nggak penting begitu?" Hari ini semua pegawai wanita menatap Ava dengan mata menyala. Seolah mereka berharap dengan begitu Ava terbakar menjadi abu dan tidak lagi bisa menguasai Manal.
"Kemarin Diana melihat kalian di resepsi anak gubernur. Katanya kalian mesra banget. Gandengan tangan, pelukan, suap-suapan. Dia bilang kamu ciuman sama Manal...."
"Aku nggak ciuman sama Manal!" potong Ava. "Itu cuma di pipi. Kenapa dianggap ciuman?! Biasa saja kan kita mencium teman kita di pipi?!"
"Ya nggak biasa kalau teman yang kamu cium itu Manal. Siapa coba orang di kantor kita yang pernah cipika-cipiki sama Manal? Di grup WhatsApp ada foto-foto kalian. Siapa pun yang melihat pasti berpikir kalian pacaran. Mesra banget begitu. Eh, menurutku kalian serasi banget, Va. Sumpah! Ini nggak peres ya. Aku dukung banget kamu pacaran sama Manal."
"Aku menyesal. Aku bodoh banget. Padahal aku sempat ragu buat bantuin dia. Tapi akhirnya aku mau. Coba kalau aku lebih dengerin kepalaku. Pasti aku nggak mau diajak Manal ke resepsi itu," sesal Ava.
Waktu itu setelah berpikir beberapa lama, Ava berpikir dengan membantu Manal menaikkan lagi kepercayaan diri Manal di depan mantan kekasihnya, paling tidak Ava telah berkontribusi mengeluarkan satu orang dari barisan sakit hati. Harapan Ava adalah, Tuhan menghitung akting Ava sebagai perbuatan baik. Sebab Ava menolong Manal mengurangi beban di hatinya sehingga Manal bisa segera memulai hidup baru. Biar Ava saja yang menderita karena cinta, orang lain tidak perlu.
"Kata Diana juga, selama ini kamu nggak pernah mau ikut makan siang sama anak-anak yang lain karena sengaja ingin mendekati Manal yang selalu makan di pantry. Padahal mereka semua nggak bisa ke pantry ya karena dibatasi perjanjian itu. Solidaritas sesama wanita." Tana memberikan tambahan informasi.
"Tapi nggak usah didengerin lah, Va, apa kata orang. Kamu single, Manal single. Nggak salah kalau kalian pacaran. Kalian serasi. Serius. Memangnya siapa yang bisa mengatur Manal untuk jatuh cinta sama siapa, untuk menikah sama siapa? Nggak ada kan? Kalau setiap hari cuma nongkrong di kantor, ya masa mau dapat jodoh di pasar? Ya pasti di kantor juga."
"Aku nggak pacaran sama Manal, Tana! Jangan bikin aku ngulang-ngulang terus dong!"
"If you say so." Tana mengangkat bahu.
"Aku jadi nggak nyaman di kantor gara-gara masalah ini. Tadi waktu aku ke musala, mukanya Tian, Diana dan anggota gengnya...." Ava bergidik ngeri mengingat kejadian tadi siang. "Mereka kayak mau menelan aku hidup-hidup. Kamu tahu sendiri aku nggak begitu akrab sama mereka, sekarang ditambah kejadian ini, aku jadi makin dibenci."
"Mereka nggak benci. Cuma iri dan cemburu. Kamu pikir deh, kenapa coba mereka bikin aturan nggak jelas begitu? Nggak memperbolehkan siapa pun di kantor mendekati Manal? Karena mereka sadar sampai kapan pun mereka nggak akan punya keberanian buat mendekati Manal." Tana mencoba menenangkan. "Eh, kata groupies-nya, bukannya Manal sudah punya calon istri? Kenapa dia kondangan sama kamu?"
"Ya kemarin itu, yang kawin sama anak gubernur itu mantan pacarnya Manal. Manal nggak mau sendirian datang jadi dia ngajak aku." Seandainya Manal mengambil sikap seperti semua orang yang dicampakkan kekasihnya demi menikah dengan orang lain, dengan tidak memenuhi undangan pernikahan, semua masalah ini tidak akan timbul.
"Ha!" Seru Tana keras sekali, sampai membuat Ava berjengit. "Di antara semua wanita di kantor, yang dipilih kamu. Jadi Manal memang memperhatikan dan mengagumi kamu selama ini. Awww sweet banget." Tana menyentuh pipinya sendiri. "Kayak cerita di novel-novel itu, Va, kamu dan Manal pura-pura pacarana lalu nanti jatuh cinta—"
"Apaan, sih?" Ava melempar boneka tomat ke arah Tana yang kini duduk sambil melipat baju di lantai. "Aku nggak akan pacaran sama teman sekantor."
Satu prinsip yang masih dipegang teguh oleh Ava hingga hari ini; don't get the honey where you get the money. Tidak semestinya karier dan cinta berada di gedung yang sama. Pacaran dengan teman sekantor hanya akan membawa dampak negatif pada kinerja Ava. Motivasi pergi ke kantor berubah, cuma supaya bisa ketemu pacar. Bukan karena menyukai pekerjaan. Belum lagi kalau mereka bertengkar. Lebih-lebih putus. Ava tidak mau repot cari pekerjaan baru hanya karena berat pergi ke kantor, tidak suka setiap hari bertemu mantan pacar.
"Itu tempat yang paling mudah buat cari pasangan tahu." Tana naik ke tempat tidur. "Memangnya kamu mau nyari di mana lagi? Dalam satu minggu, empat puluh lima jam kita menghabiskan waktu di kantor dan ketemu teman-teman. Ikut project yang sama, lembur sama-sama, get togethe...."
"Aku nggak lagi cari pasangan," tukas Ava. Dan tidak akan mencari pasangan.
"Tapi Manal cari pasangan, Ava. Cari istri. Dia sudah berada di usia krusial, usia ditekan buat menikah sama keluarganya. Kalau dilihat-lihat, sih, dia memang ada hati sama kamu. Coba lihat bahasa tubuhnya di foto kalian. Kayak posesif, mau nunjukin kamu miliknya dan nggak boleh ada laki-laki lain yang merebut kamu darinya."
"Kamu lihat fotonya di mana sih?" Ava langsung merebut ponsel Tana.
"Di grup WhatsApp, kan tadi udah kubilang."
Ava melotot tidak percaya. Foto-fotonya bersama Manal ada di grup WhatsApp. Mulai dari saat Ava dan Manal berada di pelaminan dan Ava mencium pipi Manal, Manal membantu Ava turun dari pelaminan, Ava menyuapi Manal lemon cake, Manal memeluk pinggang Ava, Manal dan Ava mengobrol dengan teman-teman Manal, banyak sekali. Semua ini diambil secara diam-diam. Di negara ini apa tidak ada hukuman untuk orang yang mengambil foto tanpa izin? Bagaimana cara melaporkan penguntit ke polisi?
"Apalagi foto yang di-tag temen-temen Manal di Facebook itu. Masa kayak gitu nggak pacaran. Kalian bikin iri, Va. Mesra. Manis banget. Pantas kalau Tian, Diana dan yang lain kebakaran jenggot."
"Itu cuma pura-pura, Tana. Aku cuma pura-pura jadi pacarnya Manal sejam doang. Cuma di depan mantan pacarnya Manal. Kebetulan di sana ketemu teman-temannya Manal yang lain, diajak foto. Udah gitu aja. Kenapa jadi dibesar-besarin begini?"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top