40 🏈 Family Gathering

Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy reading --

🍒🍒

Tidak bisa terbayangkan bahwa acara ini akhirnya bisa terlaksana dengan baik. Yah, awalnya memang hanya sebuah wacana mengingat hubungan keluarga yang tidak begitu harmonis semenjak putra mahkota memilih untuk hengkang dari istana untuk mengikuti permaisuri untuk membangun keluarga bahagia bersama. Jauh dari titah paduka yang sepertinya memang sangat tidak mendukung pernikahan mereka. Melepaskan gelar kebangsawanan dan memilih menjadi rakyat jelata, membaur bersama masyarakat hingga pada akhirnya paduka raja mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada mereka.

Tidak ada kemewahan karena sejatinya pesta perusahaan yang digelar setiap tahun seperti ini adalah kegiatan rutin yang bertujuan untuk saling mengeratkan antara keluarga pegawai yang satu dengan lainnya.

Renata memilih pantai menjadi tempat diadakannya acara tahunan ini. Dan pulau dewata adalah tempat yang paling pas sebagai tujuan destinasi wisata.

Dari sekitar 200 orang karyawan itu hanya diperkenankan membawa 3 orang anggota keluarga termasuk karyawan sendiri.

Pagi ini bandara dipenuhi oleh karyawan perusahaan Agus Rahman, penerbangan pertama dengan pesawat carter berkapasitas 450 orang dan sebuah pesawat komersial berkapasitas 300 orang.

Ajang yang tentu saja dipergunakan dengan baik oleh Hauzan dan keluarganya. Meski bukan karyawan namun dia memiliki saham yang bisa dikatakan ikut andil dalam membesarkan usaha yang telah dirintis oleh Agus Rahman dari nol.

Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali.

Memasuki pulau dewata ini memang terasa lain suasananya. Aroma khas masyarakat Balu yang begitu kental dengan adas istiadatnya langsung menyambut mata memandang ketika turun dari pesawat.

Saba telah bisa mengurus dirinya sendiri meskipun tidak pernah luput dari pandangan orang tuanya. Afdhal sedari tadi sudah banyak sekali bertanya kepada poppanya.

Satria masih saja setia dengan janjinya untuk menjaga Saba.

"Kak Saba, jangan cepat-cepat jalannya. Nanti kita hilang."

"Aku pengen liat itu." Saba menunjuk sebuah patuh ogoh-ogoh besar yang terkenal dengan sebutan kebo iwa.

"Nggak takut?" Saba menggeleng namun tak lama beberapa saat kemudian menutup matanya dengan tangan namun jari merenggang. Satria tertawa mendapati saudara sepupunya takut tapi kepo, itu terlihat begitu menggemaskan.

"Kita ke sana saja. Nanti akan ada bis yang menjemput kita. Di luar lebih bagus lagi." Ajak Satria kepada Saba untuk segera keluar dari terminal kedatangan Bandara Gusti Ngurah Rai.

Semua memang terasa bahagia dimana alam pulau dewata itu sangat mendukung untuk memanjakan mata sejauh keduanya melihat. Hamparan lautan yang begitu memukau, rumah adat yang tentunya tidak pernah ketinggalan, pura kecil di depan setiap rumah dan juga angkul-angkul sebagai tanda bahwa ini adalah tanah dimana seribu dewata menaunginya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat seperti itu, itu sebabnya Bali terkenal sebutannya sebagai Pulau Dewata.

"Poppa itu apa?" tanya Afdhal saat mereka hendak memasuki pintu tol Bali Mandara.

"Itu namanya pintu tol."

"Kita akan naik bis di atas laut?" namanya juga anak kecil pasti bayangannya tidak akan jauh dari tokoh superhero kesayangannya jika melakukan sesuatu yang tidak masuk di akal menurut mereka.

Jika kebanyakan orang ingin menghabiskan senja hari di Kuta sore ini Hauzan dan Ainuha ingin menghabiskannya di Uluwatu, menyaksikan tarian kecak di Pura Uluwatu. Ya, destinasi wisata mereka di hari pertama adalah GWK dengan segala pertunjukannya dan akhirnya akan berakhir di Kuta. Sayangnya Nuha memang lebih tertarik menikmati senja di puncak Uluwatu.

Hauzan memilih masuk melalui pintu selatan, mengamankan barang-barang berharga yang kesannya berkilau karena di Uluwatu sangat banyak monyet yang tertarik dengan bawaan penonton yang berkilau, seperti HP, kacamata, jam tangan ataupun perhiasan yang mencolok. Setelah mengambil kain khusus berwarna kuning untuk dikenakan mereka karena semuanya mengenakan pakaian panjang, Hauzan datang setengah jam sebelum acara dimulai.

"Tari kecak itu apa Poppa?"

"Tari kecak itu nanti yang nari laki-laki jumlahnya 50 orang, di dalam kita lihat saja ya Sayang." Hauzan bahkan sampai kewalahan untuk menjawab pertanyaan putranya. Sementara Nuha bersama Saba mengikuti Hauzan dan Afdhal di belakangnya.

Melihat ini sambil menikmati senja di Uluwatu. Dulu jika Hauzan hanya berdua saja datang ke pulau dewata bersama Ainuha mungkin akan terasa romantisnya, namun setelah keluarga mereka menjadi sempurna dengan kehadiran Saba dan Afdhal maka suasana romantis itu berubah menjadi harmonis.

Jangan pernah ditanya bagaimana antusiasme Afdhal dan Saba ketika tarian itu dimulai. Hingga berakhirnya acara mereka berdua masih saling bercerita pengalaman mata telanjang mereka menikmati persembahan apik dari para penari tersebut.

"Kita kembali ke hotel ya, lumayan jauh karena poppa sengaja memilih untuk menginap di Ubud supaya kalian bisa lebih nyaman." Sebuah hunian yang cukup untuk menguras kantong Hauzan namun cukup sepadan dengan apa yang mereka dapatkan di sana.

Tidak ada yang tidak memukau hadir di bali. Semua ingin memberikan service terbaik untuk wisatawan yang akan menghabiskan waktunya untuk bersantai di sana.

Ya Bali memang surganya wisata. Alamnya yang mendukung dan adat istiadat masyarakatnya yang menarik untuk ikut serta dinikmati. Meskipun ada beberapa hal yang tidak mungkin diikuti oleh wisatawan. Namun melihat mereka dengan pakaian adat untuk berangkat ke pura sudah seperti melihat acara yang live dari televisi.


Hauzan memilih untuk stay lebih lama di Bali dibandingkan dengan keluarga dan acara dari kantor papanya. Dia ingin mengajak keluarga kecilnya bisa menikmati wisata tanpa harus diganggu oleh panggilan kerja.

"Poppa hari ini kita akan kemana, setelah sarapan?" tanya Nuha kepada suaminya.

"Desa Panglipuran, Kintamani dan ke Besakih ya?"

"Nyebrang Trunyan juga?"

"Mau? Kalau kesana kita harus bawa guide. Tapi enggaklah, disana itu makam kita mau ngapain ke sana. Cukup melihat di televisi saja." Hauzan menimbang dan memutuskan untuk tidak memberikan izinnya pergi ke Trunyan.

Sejak menjadi tempat syuting FTV salah satu stasiun televisi, Panglipuran memang mulai dikenal oleh masyarakat dan menjadi salah satu tujuan ketika berkunjung ke Bali. Jangankan di sana, kalau sudah di Bali itu keluar rumah saja rasanya sudah seperti berwisata.

"Mengapa mereka tidak memakai pakaian seperti kita Momma?" Saba mulai kritis bertanya.

"Karena kita berbeda budaya tapi tetap satu Indonesia, jadi kalaupun terlihat berbeda dengan kita. Kita juga harus menghormati mereka karena memiliki kepercayaan sendiri yang berbeda dengan kita." Jawab Ainuha.

"Mengapa tidak sama saja dengan kita?"

Ainuha tersenyum mendengar pertanyaan putrinya. Dengan sabar dia menjawab untuk melegakan sang putri. "Kakak coba sekarang perhatikan, kalau poppa dan adik sama dengan kita, lalu Satria, om Azhar, akung, kan jadinya nggak ada yang bisa melindungi kita. Allah menciptakan perbedaan itu memang untuk membuat hidup kita semakin memiliki warna. Yang jelas kita harus tetap menghormati semuanya."

"Nggak boleh nakal?"

"Nggak boleh nakal." Jawab Ainuha kemudian mereka berdua tertawa bersama.

Pejalanan Hauzan selama seminggu di Bali tentu membuat semakin erat dan menambah rasa sayang dan rasa ingin melindungi satu dengan lainnya. Afdhal yang mulai mengerti tentang kakaknya seiring dengan bertambahnya usia tidak merasa terganggu ketika sang kakak justru ingin menarik perhatian orang tuanya secara lebih.

Ainuha yang selalu mengajarkan bahwa perbedaan diantara mereka tidak perlu dipermasalahkan. Sehingga sedari kecil Afdhal memang telah terbiasa dengan keadaan kakaknya.

"Dik, aku duduk dekat Poppa." Suara Saba ketika akan naik ke sebuah perahu yang akan mengantarkan mereka mengelilingi Danau Kintamani. Ketika seperti ini memang Saba lebih memilih untuk bisa berada di dekat poppanya.

Afdhal kemudian dengan sukareka bertukar posisi dengan sang kakak untuk duduk di dekat Nuha.

"Kakak kalau manja ke Poppa suka ngalahin Adik, Ma." Nuha tertawa lirih, mengusap kepala putranya lalu berkata, "memangnya adik nggak suka duduk dekat Momma?"

"Suka."

"Terus?"

"Adik sayang Momma dan Poppa." Afdhal memilih untuk mencium pipi ibunya. Anak laki-laki yang seharusnya banyak bicara dengan sang ibu, namun nyatanya tidak. Afdhal lebih suka bercerita bersama poppanya tentang banyak hal terlebih ketika mereka begitu asyik memperbincangkan tentang games, robotik atau olahraga yang memacu adrenalin.

Nuha bisa memahami sepenuhnya dan sangat mengerti. Bukan karena putranya tidak ingin bercerita namun karena dunia perbincangan mereka berbeda. Mungkin akan tiba saatnya nanti ketika Afdhal bercerita tentang masalahnya kepada Nuha yang tidak bisa dia pecahkan bersama poppanya.

Sore harinya menjelang senja Hauzan memilih untuk menjemput malam di Teluk Jimbaran, menikmati senja bersama deru ombak yang menyapa di bibir pantai sambil menunggu makanan aneka seafood yang dipesannya selesai diolah.

Ya, cafe di bibir pantai ini memang mengundang sensasi banyak wisatawan termasuk Hauzan dan keluarga salah satunya. Ada nikmat tersendiri saat kaki kita tersentuh ombak saat menikmati hidangan yang tersaji di meja.

Dan kepuasan itu begitu kentara, terlihat di wajah mereka. Hingga di hari akhir liburan mereka berempat berencana untuk singgah di toko oleh-oleh. Oleh-oleh makanan juga kaos khas yang hanya dijual di Bali. Tak lupa mereka menyempatkan untuk mampir ke Pasar Seni Sukawati dan pasar tradisional di depannya.

Mencari kacang undis untuk dibawa pulang. Beberapa kali Nuha menikmati makanan itu dan lidahnya cukup menerima panganan khas bali yang diracik dan dibumbui dengan nama jukut undis khas Buleleng. Hauzan malah memilih sudang lepet untuk bisa dinikmati di jalan.

"Sayang, buatin itu kalau sudah di rumah."

"Apa?"

"Mere-mere atau apa gitu yang rasanya ada terasinya itu." Hauzan menjelaskan sebuah makanan yang dia ingat enak rasanya.

"Ouh itu namanya be mesere, Bli." Salah seorang pedagang menjelaskan kepada Ainuha saat istrinya hanya mengerutkan kening tidak memahami.

"Seperti sambal terasi lalu diberi sereh dan juga daun jeruk. Baru setelahnya suwiran daging atau ayam dimasukkan. Memang makanan khas dari Bali itu." Tambahnya lagi membuat Ainuha membuka aplikasi pintarnya untuk membuka resep yang dimaksud Hauzan. Setelah melihat tampilan gambarnya Ainuha baru teringat bahwa beberapa kali mereka merasakan olahan daging suwir itu.

Dan waktu telah tiba untuk mengatakan selamat berpisah kepada Bali. Kembali kepada rutinitas yang sudah memanggilnya segera.

"Momma, Kakak nanti bisa jadi pelukis di Bali. Banyak seniman yang tinggal di sini sepertinya." Bali memang gudangnya seniman dan budayawan namun membiarkan putrinya suatu saat tinggal di Bali mengapa Ainuha menjadi sedikit khawatir. Bukan karena tidak menyukainya namun terlebih karena mereka tentu akan hidup berjauhan nantinya.

"Kakak suka dengan Bali?"

"Sangat."

"Kita akan sering mengunjungi Bali kalau begitu." Saba memandang mommanya yang masih tersenyum. "Memangnya Kakak suka hidup jauh dengan Momma?"

Saba menggeleng kemudian berkata, "kita mungkin bisa tinggal di Bali semuanya."

Hauzan kemudian menimpali percakapan ibu dan putri mereka. "Kesayangan Poppa sudah besar ternyata ya? Melukis tidak harus tinggal di Bali, Sayang. Di rumah pun Kakak juga bisa tetap melukis. Nanti bisa dipamerkan di Bali mungkin kan, jika Allah memberikan rezeki."

Ketiganya lalu tertawa bersama. Kehangatan yang mungkin tercipta dari kesederhanaan percakapan mereka namun orang lain bisa merasakan bahwa keluarga mereka terbentuk dari gugusan rasa sayang yang menjelma menjadi rasa ingin melindungi. Ucapan cinta hanya sebagian diantaranya karena sikap dan perilaku diantara keempatnya membuktikan bahwa sesuatu itu tidak hanya untuk diucapkan melainkan juga dilakukan.

Meminta dan selalu meminta kesabaran yang pada akhirnya telah berbuah dengan meleburnya keluarga kecil mereka menjadi anggota keluarga besar yang telah lama diimpikan setiap orang yang memulai kehidupan baru dengan menyatukan dua keluarga besar.

"Terimakasih untuk semua yang telah kita lalui. Semoga aku bisa memenuhi janjiku untuk bisa menemanimu hingga tua nanti." Hauzan mencium kening Ainuha sebelum keduanya mulai terlelap di pesawat yang membawanya kembali ke rumah setelah berakhirnya liburan mereka di Bali.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
Jazakhumullah khair

🍒🍒

Selamat berhari jum'ah jangan lupakan lKahf untuk hari ini.

Blitar, 03 Juli 2020
*Sorry for typo*

Dan aku merindukan menjelajah angkasa meneh Dad, kapan ngajakin kita lagi keliling-keliling seperti dulu??? duuuhhh cucol 🤣😂🤣😂🤣😂🤣😂 #efekkelamaan merebah

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top