36 🏈 Awal yang Sempurna

Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy reading --

🍒🍒

Apa yang ingin dikatakan ketika harus mengerjakan sesuatu untuk orang lain namun yang bersangkutan tidak berkeinginan untuk menerimanya sebagai bantuan?

Membantu bukan berarti melecehkan atau bahkan tidak menganggap ada orang yang kita berikan bantuan. Ketulusan niat itu harusnya bisa memberikan sentuhan bukan sebuah cemoohan yang akan menambah sakit hati berkepanjangan.

Adalah hidup yang bisa memberikan cinta meskipun harus berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkannya. Bukan sebuah hal yang mudah namun bukan berarti sulit. Tidak akan ada sebuah penyesalan ketika kita melakukan apapun dengan cinta dan sebuah ketulusan untuk menjalaninya.

Masih sama seperti akhir pekan sebelumnya, bahkan ini adalah hal yang rutin dilakukan oleh Hauzan, Ainuha juga Saba untuk menginap di rumah masa kecil sang kepala keluarga alias kediaman Agus Rahman.

"Kalau papa tidak berkenan, kamu jangan terlalu memaksa sayang. Aku hanya takut nanti justru ada apa-apa dengan kandunganmu."

"Papa hanya butuh dukungan, Mas." Ainuha mengerti bagaimana menjadi papa mertuanya sekarang. Perusahaan yang harusnya diserahkan kepada Hauzan namun karena putranya memilih menjadi dokter akhirnya di usia yang seharusnya bisa beristirahat dia masih harus bekerja dibantu oleh Renata.

"Iya, tapi pikiran itu juga karena papa yang selalu underestimed dan juga membenci seseorang. Harusnya dengan penyakit jantung yang dulu pernah menyerang, beliau bisa berpikir lebih banyak lagi plus dan minusnya."

"Sudahlah Mas, sebagai anak kita memang memiliki kewajiban untuk membantu orang tua. Jangan dijadikan sebagai beban." Apa pun keadaan Agus Rahman itu adalah papanya, tidak akan ada hal yang bisa menghapus akan kenyataan itu. Ainuha berusaha memberikan pengertian yang luas kepada suaminya sekali lagi. Beberapa kali justru Hauzan yang merasa enggan untuk menjenguk papanya kala akhir pekan menyapa.

"Apa yang dilakukan papa kepada kita sekarang tidaklah sebanding dengan apa yang telah papa berikan kepadamu ketika kecil dulu."

"Harusnya papa lebih banyak mengucapkan syukurnya jika beliau tahu bagaimana justru kamu yang bersemangat untuk merawatnya setiap akhir pekan. Aku dan Rena justru memilih untuk menjauh karena sikap beliau yang tidak mengenakkan hati."

"Itu karena aku punya suami yang luar biasa seperti Mas Hauzan." Kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Ainuha membuat pipi Hauzan menjadi merona. Ah istrinya itu paling pintar untuk membuat hatinya berkembang.

Memuji pasangan itu bukankah sebuah sunnah yang di muakadkan? Dan Ainuha memuji Hauzan bukan karena ingin hal yang perlu disembunyikan. Kenyataannya karena memang mereka saling membantu untuk bisa menjadi lebih baik lagi.

Menyempurnakan dalam segala hal, menutup kekurangan, dan melebihkan yang bisa diuntai dalam sebuah kebersamaan.

Agus Rahman masih sama, dia masih belum bisa menerima Ainuha. Walau kini tidak ada kata-kata yang menusuk hati namun perlakuan, sikap dan gestur tubuh masih menandakan bahwa Agus masih menolak keberadaan Ainuha.

Bahkan Saba yang seringkali mendekat kepadanya pun acap kali berteriak histeris menatap akungnya bergerak-gerak tidak beraturan di atas kursi roda.

"Ma, kung atuh."

Jika tidak berusaha bergerak untuk menolak Saba mungkin Agus Rahman masih bisa duduk manis di atas kursi rodanya. Sayangnya pergerakan itu membuat dia harus merasakan dinginnya ubin lantai di rumahnya.

"Papa__" semua suara seketika langsung meneriakkan panggilan untuk Agus Rahman. Ketika Saba memberitahu dengan kalimat khasnya.

Hauzan secepat kilat segera memindahkan papanya ke dalam kamar. Membaringkan di tempat tidur dan memeriksanya, kondisi darurat apakah Agus Rahman perlu kembali di rawat di rumah sakit karena benturan tubuhnya dengan benda keras.

"Papa kenapa? Saba tidak akan menggigit Papa, di tahu karena akungnya sakit makanya mendekat untuk melihat. Papa tidak perlu berlebihan, seakan-akan anak Hauzan ini punya penyakit menular yang harus dihindari." Mata Agus Rahman melihat putranya dengan seksama.

Saba mendekat hanya ingin melihat akungnya. Sekedar meraba karena wujud kasih sayangnya. Tapi Agus menolaknya hingga terjadilah tragedi yang baru saja terjadi.

"Lagian papa ini didekati Saba saja heboh hingga jatuh. Kalau sudah seperti ini siapa yang repot, mama lagi, Hauzan lagi." Mama Rien berusaha memberitahu supaya Agus Rahman tidak sering bertingkah.

"Mas, Mama, papa jatuh jangan tambah dimarahi. Mungkin Sabanya yang nakal."

"No, Caba idak akal." Ainuha segera memeluk putrinya. Merasa bersalah telah mengkambinghitamkan Saba. Padahal tidak mungkin putrinya melakukan itu, seistimewanya Saba jika tidak didahului orang lain untuk menggoda atau memperlakukan dia tidak semestinya, Saba tidak akan nakal menggerakkan tangannya untuk menganiaya siapapun yang ditemuinya.

Hauzan menghubungi salah seorang temannya dan beberapa saat kemudian bisa bernafas lega karena jika kondisi papanya tidak pingsan tidak perlu dibawa ke rumah sakit.

"Tuh Papa denger baik-baik. Apa yang Papa inginkan sekarang? saat Papa tidak bisa apa-apa siapa yang lari pantang panting kesana-kemari, Hauzan, Nuha, Mama, Renata malah jarang berada disini karena adiknya Satria masih kecil. Mungkin jika Mama menjadi Nuha, Mama sudah tidak sudi lagi menginjakkan kaki di rumah ini. Apalagi bertemu dengan Papa, sayangnya mereka jauh lebih mengedepankan rasa sayangnya kepada Papa daripada rasa benci karena Papa aniaya sejak mereka berdua memutuskan menikah." Mama Rien bicara panjang setelah Hauzan mengajak Nuha keluar dari kamar kedua orang tuanya. Agus Rahman memang hanya bisa diam tanpa suara seperti biasa.

Hidup bukan sekedar sebuah permintaan tetapi juga penerimaan atas banyak hal yang mengelilingi kehidupan setiap manusia. Huha tidak pernah memaksa orang lain bisa menerima keadaannya. Dia hanya ingin berusaha untuk berbaik sangka, tidak melebihkan selain hal itu.

Hari berlalu dan bulan telah berganti. Ini mungkin tiba waktunya bagi Hauzan untuk bertemu dirinya dalam bentuk yang mini. Ainuha sudah sejak sejam yang lalu berada di rumah sakit, masih sempat berjalan-jalan di koridor untuk mempercepat pembukaan. Hauzan, meski dia masih menjalankan tugasnya hari ini namun bisa mengawasi istrinya dalam tempat yang dekat.

Berbeda dengan kondisi Saba, mama Rien yang menunggunya. Hari ini Ainuha hanya sendiri berada di rumah sakit. Ayahnya tentu saja berada di rumah karena Saba tidak memungkinkan dibawa ke rumah sakit serta, mama Rien harus menunggu papa Agus, sementara Renata, dia juga memiliki batita yang tidak bisa ditinggalkan kapanpun. Hanya Hauzan yang mendampinginya meski harus sambil bekerja.

Hingga kontraksi semakin terasa di perut Nuha, jaraknya pun sudah semakin pendek dari sebelumnya. Itu sebabnya seorang bidan juga dokter kandungan telah bersiap di ruang VK. Tidak berapa lama kemudian Hauzan datang masih lengkap mengenakan pakaian dinasnya minus snelly yang telah ditanggalkannya di ruangan sebelum bergerak ke ruang persalinan.

Tidak kurang dari satu jam, tangis bayi laki-laki menggema di ruangan. Haru dan bahagia, melihat miniaturnya terlahir sempurna tanpa ada kata istimewa. Ah, anugerah dari Allah yang wajib disyukuri.

"Jagoan kita sempurna sayang." Ucap Hauzan ketika membersihkan peluh di muka istrinya sebelum dilakukan inisiasi menyusu dini untuk bayi mereka. "Alhamdulillah, jazakhillahu khair."

"Aamiin, ganteng Mas?"

"Seperti aku dong." Hauzan tersenyum bangga. Ah, rasanya baru kemarin Nuha melahirkan Saba. Mendapati bocah yang kini sudah besar tapi masih rasa anak-anak hingga kini dirinya memeluk kembali bayi laki-laki mungil miniatur suaminya. Ah, rasanya kelengkapan dunia yang begitu hakiki.

Setelah puas bermanja dan memberikan ASI pertamanya Hauzan mengikuti perawat yang membawa bayinya ke ruang khusus bayi. Ikut melihat bagaimana juniornya dibersihkan kemudian dipakaikan bajunya. Rasanya seperti mimpi bisa memiliki anak kembali, menjadi seorang ayah dari bayi laki-laki adalah impian sebagian besar makhluk yang menyandang gelar seorang ayah.

Saat perawat meninggalkan di sebuah box bayi Hauzan tak lupa mengambil gambar tangan mungil itu bersama tangannya. Ah, ingin menunjukkan pada dunia bahwa satu anggota keluarga barunya telah lahir dengan selamat.

dr.HauzanFalabia                                       

❤💬
2.456 likes

dr.HauzanFalabia Hai Afdhal__, 👶👶Selama poppa ada, tangan ini siap kamu pegang kapanpun kamu ingin dan butuhkan.

welcome world, juniorku.

#pesanuntukafdhal
#afdhalborntoday
#poppadanafdhal
#hauzanfamily


Air matanya kembali menggenang, mengingat bagaimana perjuangannya untuk bisa sampai di titik ini.

Muammar Afdhal, nama yang berikan Hauzan untuk putra keduanya. Tidak ada yang berlebih saat sebuah doa yang paling utama untuk hidup putranya kelak.

"Selamat Abang, ihh Kakak Saba. Punya adek kecil namanya siapa?" kata Renata setelah Hauzan pulang dari rumah sakit bersama Nuha dan Afdhal besertanya.

"Adhal__" lalu Saba bergerak ke sana kemari bersama Satria tentunya.

Allah memang begitu adil memberikan kuasanya. Sedikit memberikan jarak untuk Saba dan Afdhal mungkin supaya kakaknya tidak terlalu cemburu manakala hampir seluruh perhatian orang beralih kepada adiknya.

Semua berbahagia, dan melupakan sesaat bagaimana bisa membuat keluarga mereka bisa sampai seperti saat ini sekarang. Tawa, gurauan bahkan candaan receh sempat terlontarkan diantara dua saudara dan ipar tersebut. Rahadi bahkan ikut nimbrung memeriahkan suasana hingga telinga mereka mendengar suara mobil berhenti dan mata mereka dikejutkan oleh kedatangan tiga orang yang tidak asing lagi bagi semuanya.

Pak Tarno sopir keluarga yang kini sedang mendorong kursi roda Agus Rahman dan Rien yang berjalan mengekori keduanya.

"Papa__" serempak semuanya mengucapkan kata itu mengetahui siapa yang datang. Dalam kurun waktu Hauzan dan Ainuha menikah baru ini kali pertama Agus bersedia masuk ke rumah besannya. Itu yang membuat semuanya saling diam setelah itu dan berpandangan satu dengan lainnya.

Angin apa yang membawa Agus Rahman datang ke kediaman Rahadi. Yang membuat semuanya lebih takjub lagi adalah air mata yang mengalir di kedua pipi orang yang telah berperan membesarkan Hauzan dan Renata itu.

Mama Rien mengusap bahu suaminya kemudian memanggil Ainuha. "Nuha__, kemarilah nak. papa ingin bicara."

Ainuha memandang Hauzan sekilas kemudian Hauzan mendekatinya dan berjalan mendekat ke arah Agus duduk di kursi roda. Agus Rahman sudah bisa menggerakkan bagian tubuhnya sebelah kiri. Dengan susah payah berusaha menggapai Nuha dan menyerahkan sebuah kertas yang terdapat tulisan yang susah untuk dibaca karena sangat jelek sekali. Mengalahkan tulisan Hauzan ketika menuliskan resep di kertas resepnya.

Maaf. Mungkin jika jelasnya akan terbaca seperti itu. Agus masih menangis memandang menantunya. Hingga Rien membantu menerjemahkan sikap Agus kepada Hauzan dan Ainuha.

"Papa ingin minta maaf kepada kalian, khususnya pada Nuha."

"Papa__" Hauzan yang kini justru berlutut di hadapan papanya. Mencium kedua tangan papanya lalu air mata Agus Rahman semakin deras mengalir.

Ainuha sendiri tak kuasa menahan air matanya. Saba yang sedang berlari-lari bersama Satria juga menghentikan aktivitasnya dan memilih untuk berjalan mendekati kedua orang tuanya berlutut di hadapan Agus Rahman.

"Papa ingin meminta maaf kepada kalian, tapi beliau masih belum bisa bicara dengan jelas. Kemarin hanya bisa menangis setelah mama berhasil menerjemahkan ternyata ingin ke sini menemui kalian berdua."

"Zan sayang Papa."

"Papa__," Nuha memberanikan diri untuk memegang kedua tangan papa mertuanya. Kemudian Agus memilih untuk mengusap kepala Ainuha. Kedua pasang mata mereka bertemu di satu titik yang membuat pertemuan itu begitu berarti bagi Ainuha. "Maafkan sikap Nuha selama ini yang membuat Papa sakit hati."

Agus hanya bisa meneteskan air mata saat kedua putra dan menantunya ternyata begitu tulus menyayanginya. Saba yang melihat itu tiba-tiba mendekat kepada poppanya. Dengan tangan yang bisa bergerak Agus berusaha untuk mengusap kepala cucu yang selama ini berusaha dia abaikan.

"Kung__" mata Saba berputar dengan senyum yang menunjukkan giginya. Artinya dia sedang bahagia. "Satya, kung cini." Kemudian dua anak itu sudah asyik dengan kegiatannya kembali.

Suasana haru itu masih berlangsung saat Agus berkeinginan untuk memeluk kembali putra dan menantunya. Cinta yang telah lama redup kini seolah terbakar kembali. Mengembalikan ribuan jam yang telah lama hilang karena sebuah egoisme yang berkepanjangan

Bagi orang tua, apalah artinya kebahagiaan hidup selain melihat putra dan putrinya bisa hidup berbahagia bersama keluarganya.

Melihat cucu bisa tumbuh sehat dan bisa membanggakan keluarga.

Kumpul keluarga itu seperti moment baru yang telah lama ditunggu oleh Ainuha dan Hauzan. Rasanya seperti bisa bernafas dengan lega dan tanpa beban. Sebelas tahun dan kini bisa tertawa bersama meski kondisi Agus masih belum memungkinkan untuk bisa bergerak bebas. Namun bisa melihat bayi Hauzan yang nyatanya tidak kekurangan suatu apapun, adalah bahagia tersendiri bagi Agus Rahman.

Beberapa kali tangan kirinya mengusap pipi mungil yang ada di gendongan istrinya. Afdhal begitu menggemaskan meskipun matanya masih menutup rapat.

Tiba-tiba Afdhal menggeliat dan memerah mukanya kemudian menangis. Sepertinya dia harus menyusu sekarang dan Rien harus rela memberikan cucunya kepada Ainuha untuk memperoleh makanannya.

Sedikit senyum yang menghias wajah Agus Rahman telah menjelaskan bahwa kini dia pun telah membebaskan diri dari segala macam kebencian dan merasakan bahagia saat Hauzan dan Ainuha memaafkan semua sikapnya terdahulu. Bahkan keduanya yang telah menghapus air mata miliknya yang telah membasahi kedua pipi.

Menyesal selalu datang di belakang. Karena akan ada hikmah dalam setiap peristiwa.

Mungkin inilah jawaban dari Allah, hanya Ainuha yang bisa merubah putranya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Bisa menahan emosi, bertambah sabar dan terlebih tidak lagi meledak-ledak seperti Hauzan yang dulu saat masih belum bersama Ainuha.

Mereka memang saling melengkapkan, itu yang Agus Rahman tahu mulai sekarang.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

Blitar, 20 Juni 2020

*Sorry for typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top