31 🏈 Ekplorasi Diri

Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy reading --

🍒🍒

Mendapatkan surat cinta dari sekolah buah hati itu ada kalanya senang tetapi ada kalanya juga resah. Antara resah dan senang yang bertangkup menjadi satu. Kali ini Ainuha menerima surat dari sekolah Saba dengan mata berkaca-kaca. Surat cinta ini bukanlah surat cinta biasa namun Saba ditunjuk dari sekolahnya untuk menjadi wakil dalam rangka lomba lukis nasional anak-anak berkebutuhan khusus untuk menyambut Hari Anak Nasional.

Ingin rasanya Ainuha berlari dan memberitahukan kepada suami dan bahkan pada dunia. Saba mereka akan mulai beraksi dan menunjukkan eksistensi diri.

"Mas, iya benar ini aku sudah konfirm ke sekolah Saba dan benar. Dinas Pendidikan Nasional Daerah telah memberikan rekomendasi dan surat penunjukan kepada Saba." Kata Ainuha saat menelpon suaminya.

"Alhamdulillah, jadi aku jemput kamu sekarang, kita langsung ke sekolah Saba." Hauzan tidak ingin lagi membuang waktu untuk menundanya lagi. Sesegera mungkin dia harus memastikan sendiri apakah benar apa yang didengarnya dari Ainuha bahwa Saba dipilih untuk menjadi peserta lomba itu untuk mewakili sekolah bahkan kotanya.

Tidak perlu jawaban karena Hauzan telah meluncur menuju sekolah tempat Ainuha mengajar.

Bersama mendapati senyum Saba di sekolahnya. Anak itu begitu gembira saat melihat poppa dan mommanya datang ke sekolah untuk menjemputnya.

"Pa, Ma" Teriak Saba ketika melihat Hauzan dan Ainuha berjalan menghampirinya bersama Bu Kumud, salah satu guru kesayangan Saba.

Cerita tentang Saba hari ini menjadi kabar yang menggembirakan. Bukan hanya untuk Hauzan dan Ainuha tetapi juga untuk sekolah Saba. Mungkin orang lain akan memandang sebelah mata saat sekolah luar biasa yang di dalamnya hanya ada anak-anak seperti Saba, bahkan lebih daripada itu namun ada yang bisa menjadi wakil untuk event nasional.

Beberapa peraturan melalui tekhnical meeting di ikuti secara seksama oleh Hauzan dan juga Ainuha. Begitu juga Saba yang kini telah bersama seorang guru khusus untuk memperbaiki gambarnya. Sayangnya sepertinya Saba tidak ingin diganggu oleh siapapun mengenai bagaimana dia mengekspresikan diri melalui coretan tangannya.

Saba tetaplah Saba yang memiliki keinginan dan akan sulit sekali untuk dikendalikan saat bertemu dengan alat gambar dihadapannya. Dia bisa lupa dimana dan bagaimana keadaannya, bersama siapa, sudah makan atau belum, apakah dia lelah atau tidak semua terlupakan. Akan menjadi fase dimana Saba lebih asyik dengan dunianya sendiri dibandingkan jika harus bersama dengan lingkungannya.

"Perkembangan Saba memang sangat luar biasa Bu Nuha, dia begitu semangat sekali ketika setiap hari bertemu dengan cat air ataupun kuas gambar. Tangannya begitu terampil memainkannya di atas kanvas atau media gambar lainnya. Maaf, jika kemarin kami lancang untuk mengirimkan salah satu gambar milik Saba untuk penjurian awal dan akhirnya lolos ke babak ini." Kata Kumud.

"Kami yang seharusnya berterima kasih kepada Bu Kumud, pihak sekolah juga yang telah begitu memperhatikan kebutuhan Saba dan yang membuatnya semakin menyukai kegiatan melukisnya." Jawab Ainuha.

"Jika tidak melihatnya sendiri rasanya akan sangsi dengan kemampuan Saba. Tapi ketika sebelum memutuskan siapa yang akhirnya berhak mengikuti lomba salah satu juri datang ke sekolah ini dan melihat bagaimana kemampuan Saba, keesokannya kami menerima surat keputusan dan penegasan untuk Saba bisa ikut lomba melukis untuk HAN di ibukota propinsi masing-masing sesuai dengan tekhnical meeting yang telah diikuti oleh Pak Hauzan dan juga Bu Nuha." Jawab Kumud.

Seluruh keluarga telah mengetahui akan hal ini. Saba memang tidak lagi datang ke sekolah, dia berada di rumah dan setiap hari belajar melukis.

Meski ada seorang guru khusus namun pihak sekolah memberikan kebebasan kepada anak luar biasa itu untuk menyapukan kuasnya sesuai dengan keinginannya akan menggambar apa. Nuha dan Hauzan hanya menjelaskan bahwa untuk lomba harus ikut apa yang dikatakan bu Kumud dan Saba mengerti akan hal itu.

Beberapa kali Rien juga Renata datang melihat bagaimana proses penggemblengan cucu dan keponakan mereka. Satria bahkan yang ikut uminya hanya memperhatikan kakak sepupunya.

"Kak Saba hebat ya Umi."

"Mas Satria juga bisa seperti Kak Saba." Jawab Renata kepada putranya.

"Tapi aku tidak bisa menggambar sebagus gambaran milik kak Saba." Kata Satria.

"Menjadi hebat bukan berarti harus sama seperti kak Saba, Mas Satria pasti memiliki kelebihan yang lain. Ayo ingat-ingat apa kelebihan Mas Satria?" pancing Renata. Satu hal yang paling ingin dilakukan Satria hanyalah melindungi Kakak sepupunya.

"Melindungi Kak Saba, Umi." Suara renyah Satria membuat Renata dan Rien tertawa lebar. Dari kecil memang Renata selalu menanamkan kepada putranya untuk menyayangi sepupunya itu. Menjadi pelindung untuk kakak yang tentu saja akan tetap membutuhkan bantuan semuanya karena Saba yang terlahir istimewa.

"Kalau begitu, sekarang beritahu kepada kak Saba yang mungkin tidak dia mengerti jika diajari gurunya." Kata Rien.

"Iya Uti."

Tidak ada yang harus dibedakan untuk Rien atau Renata. Cucu ataupun keponakan, semuanya harus bisa tumbuh di lingkungan yang penuh dengan cinta. Jika Saba tidak pernah tersentuh oleh cinta dan kasih sayang dari seorang kakek seperti Agus Rahman, Rien dan juga Renata siap melimpahinya dengan rasa cinta yang luar biasa istimewa kepada Saba.

"Terima kasih Rena dan Mama, yang selalu menguatkan Nuha." Kata Ainuha di suatu waktu ketika mereka sedang bersama.

"Itu memang sudah menjadi janji kami Kak, Kakak jangan berkata seperti itu. Sudah selayaknya jika kita saling mendukung dan memberikan semangat." Kata Rena.

"Nuha, Saba sudah berusia 10 tahun. Dia sepertinya juga sudah mulai bisa mandiri meski kita tahu bahwa hingga nanti pun dia akan tetap membutuhkan uluran tangan kita untuk membantunya. Programmu dengan Hauzan kemarin seperti apa progresnya?" tanya Rien. Bukan meminta, namun Rien hanya ingin mengetahui bagaimana program kehamilan yang dilakukan oleh Hauzan dan Ainuha.

"Baik Ma, kondisi mas Hauzan sudah sangat mungkin untuk mentransfer kembali." Kekeh Nuha menyadari bahasa yang diucapkan kepada Mama mertuanya. "Mama doakan saja ya semoga Nuha bisa menghadirkan adik untuk Saba, karena mas Hauzan juga sudah tidak sabar lagi untuk memilikinya, Nuha juga."

"Aamiin. Tapi ada jadwal khusus seperti dulu lagi atau tidak. Mama takutnya nanti akan seperti Saba lagi." Rien jelas tidak bisa menyembunyikan rasa akan hal itu. Memiliki Saba saja itu sudah merupakan ujian kesabaran luar biasa untuk Ainuha dan Hauzan. Jika harus ditambah lagi dengan hal yang sama.

"Itu artinya Allah memang telah memilih kami sebagai orang tua super istimewa lagi Mama."

"Ah, mama selalu menyayangimu." Kata Rien yang tak kuasa membendung air matanya lalu membawa Ainuha ke dalam pelukannya.

Dan saat hari yang telah ditentukan itu tiba. Hauzan dan Ainuha telah mengosongkan jadwalnya. Mengantarkan putri kesayangannya untuk ikut lomba melukis di Ibukota propinsi. Bukan hanya mereka berdua, Satria bahkan tidak mau masuk sekolah hanya sekedar ingin melihat kakaknya berjuang.

Renata dan Rien juga ikut mengantarkan Saba.

Tidak banyak yang mengikutinya, hanya ada 10 anak di ruangan yang lumayan besar di siapkan oleh panitia. Auditorium yang memang sepertinya dikhususkan untuk acara-acara perlombaan seperti ini karena di sebelahnya ada beberapa galery seni yang dipamerkan untuk dilihat-lihat oleh pengunjung.

Berjibaku dengan waktu. Saba tidak pernah memperhitungkan berapa banyak waktu yang dia butuhkan untuk merampungkan gambarannya. Jika menurutnya sudah selesai maka dia akan menyerahkan hasilnya dan meninggalkan tempat dengan segera. Atau dia akan memilih media gambar baru untuk menggambar yang lainnya. Tapi hari ini, sepertinya dia benar-benar serius mengikuti jalannya acara. Sepuluh anak itu sama seperti halnya Saba, mereka juga istimewa dengan keistimewaannya masing-masing.

Melihat semua itu, para orang tua tidak berhenti mengucapkan rasa syukur. Ternyata dibalik keistimewaan putra putri mereka, mereka tidak hanya sendiri atau berdua bersama pasangan. Ada banyak yang memiliki cerita yang sama dengan mereka namun tetap merasa bangga dengan apa yang telah Allah berikan.

Seperti bukan sebuah kompetisi bagi para orang tua, namun lomba putra-putri mereka adalah sarana sharing terbuka untuk berbagi pengalaman dan saling menguatkan, berbagi ilmu dan saling merangkul.

"Bu Nuha sudah mengetahui sedari Saba kecil berarti?"

"Iya, hanya saja sesuai dengan petunjuk dari dokter dan terapisnya, kami memang tidak serta merta memberikan kebebasan kepada Saba untuk berekspresi. Ada tahapan yang memang harus dilalui demi kebaikan Saba." Jawab Nuha menceritakan apa yang sebelumnya dilalui putrinya.

"Benar demikian, mereka harus bisa bergerak dan bahkan berbicara sebelum akhirnya kita mengetahui sisi menonjol lainnya dari anak-anak istimewa untuk dikembangkan." Sambung yang lainnya.

"Tapi Papa Saba itu kan dokter, beliau pasti lebih mengerti seperti apa seharusnya memperlakukan Saba dengan baik."

"Benar Bu, saya banyak belajar juga dari poppanya Saba. Meski bukan seorang dokter spesialis yang menangani down syndrome seperti Saba, setidaknya lingkungannya juga sangat mendukung untuk proses pembelajaran Saba." Jawab Nuha. Hauzan memang sangat berpengaruh untuk tumbuh kembang Saba. Bergantian, secara manusiawi orang tua pasti akan ada saatnya dimana mereka merasa lelah dan membutuhkan waktu sedikit untuk beristirahat untuk mengecharge kembali kesabaran dan tekadnya membesarkan buah hati seperti Saba.

Berada dalam satu komunitas yang sama adalah cara terbaik setiap orang tua penderita down syndrome.

Hingga tiga jam berlalu dan disinilah Saba berada. Dia tidak pernah merasa dan menginginkan berada di panggung bersama kedua orang tuanya. Menerima piala juga hadiah-hadiah yang lainnya. Tujuannya hanyalah dia menyukai menggambar dan akan sangat menyenangkan saat menggambar di tempat yang banyak temannya melakukan hal yang serupa. Tidak pernah berpikir untuk bertarung dalam sebuah perlombaan dan memenangkannya. Saba belum sampai untuk berpikir demikian.

Hidup senang dan bahagia, lingkungan memberikan tawa kepadanya, Bercanda dengan suasana hangat. Saling berpelukan untuk menularkan rasa kebahagiaan. Itulah yang baru terpikir oleh Saba, karena sejak kecil Hauzan memang tidak pernah memperkenalkan rasa sedih meski dalam dunia Saba sendiri akan mengenal itu seiring dengan berjalannya waktu.

"Kak Saba menjadi juaranya, selamat ya." Kata Satria yang kini sudah bersama Saba di mobil untuk pulang kembali ke rumah.

"Ala?"

"Iya, Kak Saba menjadi juara dan sepertinya nanti akan lebih terkenal dibandingkan dengan poppa." Sambung Renata.

Indonesia dengan segala pernak-perniknya, yakinlah bahwa sesuatu yang jauh dari kata semestinya akan menjadi istimewa di tangan masyarakat +62. Ditambah dengan akses sosial media yang begitu mudah untuk melancarkan usaha menjadi sesuatu yang terkenal dan viral.

"Jangan aneh-aneh Rena. Saba bukan sesuatu yang bisa dijadikan bahan untuk eksploitasi anak." Kata Hauzan.

"Ini bukan eksploitasi Abang, tapi eksplorasi untuk sebuah legitimasi masyarakat. Bahwa perjalanan Saba hingga bisa seperti ini bukan tanpa usaha dan juga tatapan keanehan dari mereka. Bukan, karena kita mengusahakannya dan juga karena Saba mampu, hanya saja dia istimewa dengan caranya menunjukkan kepada kita semua." jawab Rena yang kini memeluk Satria.

"Iya Pakdhe siapa tahu nanti Kak Saba bisa menjadi youtuber yang terkenal. Meski tanpa seorang guru nyatanya Kak Saba bisa melukis dengan baik, padahal Satria nggak bisa melakukan itu." Kata Satria.

"Ada kan gurunya? kemarin sewaktu akan lomba sering datang ke rumah."

"Bukan itu maksudnya, dulunya, kak Saba belajar sendiri. Ingin sendiri untuk menggambar dan melukis sampai sekarang Indonesia mengakui kan kalau lukisan kak Saba memang bagus." Kata Satria.

"Memang Satria tahu youtuber itu apa?" tanya Hauzan.

"Tahu, yang suka bikin video-video terus dikirim ke youtube kan. Nanti yang memang lomba seperti kak Saba hari ini akan dapat uang." Hauzan tersenyum mendengar ucapan keponakannya. Anak sekarang lebih cepat belajar dari lingkungan.

"Iya nanti kalau sudah besar, ajak kak Saba seperti yang Satria inginkan itu."

"Jadi boleh Pakdhe?"

"Selama bersama Satria, dan juga tetap sepengetahuan pakdhe dan abimu." Kata Hauzan.

"Hore__" kata Satria. Renata yang selama ini masih membatasi penggunaan ponsel untuk putranya sedikit mulai menggoda Satria. "Waduh, sepertinya nanti akan ada yang mau tinggal bersama pakdhe Zan."

Meski mengetahui yang dimaksud uminya adalah dirinya namun Satria tidak marah justru mengiyakan apa yang dikatakan Renata. "Bener Pakdhe, Satria tinggal sama pakdhe dan budhe saja."

"Loh memangnya kenapa Satria?" tanya Ainuha.

"Biar bisa main HP sama kak Saba dengan bebas."

"Wah kalau itu rasanya no dengan huruf kapital Satria." Kata Hauzan.

"Yah, Pakdhe mah sama saja dengan abi dan umi." Jawab Satria disambut tawa semua yang berada di mobil itu. Pun demikian dengan Saba, dia tidak begitu memahami apa yang orang-orang di sekelilingnya bicarakan namun saat semuanya tertawa pasti dia akan ikut serta memeriahkannya.

Mobil terus melaju ke depan. Sama seperti masa depan milik Saba yang harus diperjuangkan. Bukan hanya karena Saba telah bisa menunjukkan apa yang tersembunyi dalam dirinya namun lebih karena Saba adalah mutiara. Bahwa mutiara itu tetaplah sebuah mutiara sekalipun dia berada di dalam lumpur.

Saba akan tahu nantinya kemana dia harus berjalan melangkahkan kakinya. Saba akan tahu bagaimana orang lain bisa melihatnya dengan dada membusung bukan dengan tatapan iba. Dan Hauzan juga Ainuha akan selalu bangga telah memilikinya dari sekian anugerah yang diberikan Allah kepada mereka.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

🍒🍒

Selamat berhari jum'ah jangan lupakan AlKahf untuk hari ini.

Blitar, 05 Juni 2020

*Sorry for typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top