29 🏈 Step by Step
Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy reading --
🍒🍒
Pengorbanan, doa, cinta dan air mata adalah paket komplit yang dimiliki oleh orang tua untuk bisa membuat anaknya bahagia. Tidak ada yang lain, andaikata tempat boleh dan bisa ditukar mereka akan senantiasa dengan rela hati bertukar posisi dengan sang anak.
Tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Ainuha. Dengan kesabaran dan kerja kerasnya tepat di usia Saba ketiga, anak itu sudah mulai bisa berjalan meski masih sering terjatuh. Rangsangan makanan keras pun diberikan supaya lidahnya tidak kaku dan juga bisa segera berbicara seperti halnya balita seusianya.
"Satu__dua__tiga, ayo ke poppa Nak. Ambil crayon di poppa." Teriak Ainuha memberikan semangat kepada Saba untuk tetap berjalan menuju Hauzan.
"Dikit lagi, Saba." Tambah Hauzan lagi. Ini adalah pertama kalinya Saba berjalan 10 langkah tanpa terjatuh. Tetes bening itu kembali keluar dari pelupuk mata Ainuha. Tidak bisa mengungkapkan rasa bahagia.
Bahagia memang tidak perlu dengan cara yang mewah. Melihat senyum Saba beserta dengan langkah kakinya pelan-pelan hingga dia bisa mencapai poppanya tanpa terjatuh sudah membuat bangga dan bahagia hatinya.
Tidak berbeda jauh dari istrinya Hauzan juga merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan Ainuha. Hingga bahagia yang mereka rasakan berdua menular kepada Saba dan terbitnya senyum dari bibir mungilnya.
"Pop_pa," kata Hauzan.
"Pa__" suara Saba lirih.
"Mom_ma," kembali Hauzan mengajarinya mengeja sebelum memberikan crayon yang dipegangnya kepada Saba.
"Ma__" kecupan sayang dihadiahkan kepada putrinya. Meski baru kata-kata sederhana setidaknya Saba bisa merespon apa yang dirangsang oleh mereka.
"Besok kita bertemu dengan dr. Edward ya Sayang." Kata Hauzan kepada Saba saat mereka mulai bercengkerama bersama. Sejak Saba mulai bisa menjejakkan kakinya dan mulai rutin bersuara, Hauzan memberikan rangsangan untuk putrinya melakukan suatu perintah dengan stimulus benda yang dia suka. Sejauh ini adalah pencil atau pun crayon, Saba begitu menyukai hal itu.
Seperti puluhan purnama, waktu menunggu bisa merasakan hal ini mereka harus berjuang setelah 3,5 tahun. Saba baru menunjukkan perubahan atas kegigihan dan kesabaran mereka mendidik dan mengajarkan.
"Sudah banyak kemajuan dari Saba. Di rangsang terus ya Pak, jangan pernah bosan dan berputus asa." Ucap dokter Edward saat mengetahui perkembangan Saba.
Bersyukurlah, Ainuha yang berprofesi sebagai guru SD memiliki banyak waktu untuk proses terapi dan latihan Saba.
"Setelah ini kita kita bisa melanjutkan ke fisioterapi untuk membantu memperkuat otot, mengajarkan cara bergerak dengan benar, dan menjaga postur tubuh yang baik." Lanjut dr. Edward kemudian memberikan petunjuk untuk melakukan tahapan selanjutnya. Jangan pernah menanyakan sampai berapa puluh juta biaya yang akan dikeluarkan untuk Saba, berapa pun asal bisa membuat bahagia untuk semuanya Hauzan dan Ainuha bersedia untuk menukar dengan apa yang kini telah di miliki dan diperolehnya.
"Intinya tetap seperti kemarin hanya saja sekarang karena sudah naik kelas harus ditambah."
"Apakah nanti bisa seperti anak normal lainnya dokter?"
"Bisa tapi pasti agak terlambat, dan juga cara berpikirnya tidak bisa universal seperti mereka. Anak istimewa bisa berpikir, belajar namun hanya khusus untuk satu atau dua hal saja. Tidak bisa banyak hal yang dia pelajari sekaligus. Misalnya bicara, dia hanya akan belajar bicara saja. Jangan dipaksa untuk bisa bicara, menulis dan beraktivitas dalam waktu yang sama." Jelas dr. Edward.
Sedikit lebih berat tentunya. Melibatkan anak down syndrome untuk melakukan fisioterapi bukanlah hal yang mudah. Fokus untuk melakukan step by step fisioterapi adalah tantangan tersendiri bagi Saba, Nuha dan tentunya Hauzan.
"Untuk makan bagaimana, Dokter?" tanya Ainuha.
"Tidak ada nutrisi khusus semua baik seperti selayaknya anak normal yang lain. Dalam beberapa penelitian ada yang menyatakan bahwa anak dengan down syndrome memiliki kadar asam amino serin dan triptofan yang agak rendah, dan asam amino sistein serta lisin yang agak tinggi dalam darahnya. Asam amino serin merupakan satu dari asam amino non esensial yang membentuk protein. Dikatakan kekurangan asam amino ini akan menyebabkan terjadinya perlambatan berpikir dan keterbelakangan keterampilan atau skill fisik. Sehingga akan bagus jika diberikan makan yang kaya akan asam amino serin seperti kacang kedelai, telur, kacang-kacangan, daging sapi, ikan, daging ayam, asparagus, dan lain sebagainya. Demikian juga dengan triptofan penting untuk fungsi neurotransmitter atau penghantar sinyal otak sehingga memperbaiki mood seperti rasa cemas, stres dan depresi, membuat tidur lebih nyaman, merangsang nafsu makan, meningkatkan daya konsentrasi dan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun bahan makanan yang kaya akan triptofan seperti dada ayam, tuna, kacang kedelai, daging sapi, udang, salmon, dan lain sebagainya." penjelasan dari dr. Edward cukup diperhatikan oleh Ainuha dan Hauzan dengan seksama. Tidak ingin sedikit pun salah dalam membesarkan Saba.
Setelah semuanya selesai Hauzan mengajak keluarga kecilnya untuk pulang ke rumah. Sesuai jadwal berikutnya Saba harus masuk ke kelas fisioterapi. Mengingat bagaimana Hauzan mengetahui proses fisioterapi untuk orang-orang yang baru sembuh dari kecelakaan saja masih saja ngeri apabila itu diberlakukan juga untuk putri kecilnya. Apakah dia nanti akan mampu? namun penanganan fisioterapi putrinya tentu akan disesuaikan atas usia dan kebutuhan karena apa dilakukan terapi itu. Ada ahli yang telah mengukur dan memformulasikan terlebih dulu sebelum diberikan kepada pasien-pasien yang membutuhkan terapi itu.
"Mas, aku kok takut ya?" kata Ainuha saat Saba telah tertidur diantara mereka.
"Takut karena apa?"
"Fisioterapi Saba."
"Ada terapis yang sudah berpengalaman Sayang. Kita hanya perlu mensupport dia." Jawab Hauzan dengan tenang meski sebenarnya dia juga mengkhawatirkan hal yang sama. Namun di depan Nuha, pasti Hauzan harus terlihat lebih kuat dan lebih bijaksana, kepala keluarga yang tentu saja bertanggung jawab sebagai pelindung untuk keluarga kecilnya.
"Mas kan tahu sendiri bagaimana Saba jika dengan orang lain. Dia seperti ketakutan dan tidak memiliki keberanian meski hanya untuk bertatap muka atau bersalaman dengan mereka." Papar Ainuha.
Sedari kecil memang Saba memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang dia kenal saja. Beberapa kali bertemu dengan orang asing pasti akan menangis dan meminta perlindungan kepada orang-orang disekitar yang dikenalnya.
Jangankan seperti itu, dengan Rien saja jika sudah lama tidak bertemu pasti Saba akan melakukan hal yang sama. Butuh waktu satu hingga dua jam untuk memperkenalkan kembali dia kepada sang nenek. Setelah Saba merasa nyaman dan aman tentunya barulah di bersedia untuk bermain bersama.
"Nanti kita bersama-sama untuk mengantarkan Saba fisioterapi." Kata Hauzan sambil membelai kepala Ainuha.
"Mas kan sudah tahu bagaimana fisioterapi itu, kata teman-temanku itu berat dan menyakitkan." Kata Nuha.
Hauzan menghela nafasnya. Fisioterapi memang menormalkan kembali fungsi tulang atau otot untuk bisa bekerja sebagaimana fungsinya sedari awal sehingga apabila lama tidak dipakai atau dipergunakan untuk menjalankan fungsinya pasti akan sakit. Sedikit di paksa dan dilatih untuk bisa lebih kuat.
"Sedikit, tapi aku yakin Saba pasti bisa. Kita juga harus menjadi influence positif baginya. Karena berhasil tidaknya terapi ini, peran kita sebagai orang tua dan orang yang paling dekat dengannya menjadi faktor penentu utama selain juga keadaan fisik anak itu sendiri.
Bukan lagi tentang pelajaran sabar yang harus dilalui oleh Hauzan dan Ainuha. Tapi juga belajar kuat untuk melihat dan membersamai dengan sedikit memaksa. Menjadi kuat untuk bisa tegas menolak atau mengiyakan kemauan Saba untuk proses terapinya.
"Apa kita perlu ke psikolog anak, Mas?"
"Untuk apa?"
"Tidakkah berdampak nantinya untuk Saba jika kita terlalu memaksa dia melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak nyaman melakukan."
"Kita belum mencobanya, Sayang. Jangan menjadi suatu paranoid atas apa yang belum sama sekali kita lakukan." Kata Hauzan kemudian membawa Ainuha ke alam mimpi bersama.
Setengah tahun tersulit bagi mereka. Berjuang, menahan dan melihat betapa sulitnya Saba mengikuti instruksi-instruksi yang nyatanya membuat Ainuha harus berulang kali meremas hatinya. Terapis yang sebenarnya tidak sekalipun menyulitkan untuk anak normal seusia Saba, namun bagi Saba yang istimewa tentu saja itu adalah hal yang sulit. Dan di fase ini Nuha hanya bisa melihat tanpa bisa mendampingi dari dekat. Tapi ada Hauzan yang selalu memompakan semangat untuk Ainuha sampai bisa berada di titik ini.
Suaminya dengan tegas memintanya, dengan alasan semua demi kebaikan Saba.
"Mas, aku nggak kuat kalau lama-lama seperti ini. Mas ini sebenernya ayahnya Saba atau bukan kok rasanya bisa setenang ini anak diperlakukan seperti itu sama terapis. Dia nangis loh, minta tolong ke kita bahkan setiap kali dipersiapkan untuk terapi dia selalu meminta kita untuk melindunginya." Rasanya hal-hal semacam ini mulai sering sekali terjadi antara Ainuha dan Hauzan. Berselisih pendapat tentang kebutuhan Saba. Antara kebutuhan Saba dan perasaan sebagai orang tua.
Menyayangi bukan berarti dengan memberikan semua yang diminta oleh si anak. Justru karena sayang itu terkadang orang tua harus berani melarang dan mengarahkan.
Bukan ayahnya? jelas jika harus berkata jujur Hauzan akan berat melakukan itu. Percayalah tidak ada seorang ayah di dunia ini yang akan pernah tega membiarkan putrinya diperlakukan semena-mena oleh orang lain. Sebesar apapun putrinya tumbuh, bagi seorang ayah dia tetaplah putri kecil yang selalu haus akan belaian dan kasih sayangnya.
Ainuha tidak pernah tahu bagaimana Hauzan bersembunyi di dalam tangisnya untuk Saba setiap malam. Setiap sujud bahkan setiap doa yang mengiring dalam kesehariannya. Apapun yang dilakukannya kini tetaplah Ainuha dan Saba yang selalu teringat dalam benaknya.
"Dok, apa nggak sebaiknya kalau Saba memiliki adik? supaya ada penyeimbang pikiran dr. Hauzan dengan Ibu?" kata salah satu asisten Hauzan memberikan pandangannya untuk memberikan adik kepada Saba.
"Kamu ini ya ada-ada, Ram. Teori dari mana itu jangan suka mengganggu macan yang lagi tidur. Kalau istriku mendengar bisa langsung kena SP3 kita." Kekeh Hauzan. Ainuha memang ada di dalam fase yang lagi sulit sekali untuk ditebak. Semua memang karena Saba.
Padahal dr. Edward selalu mengingatkan untuk memberikan lingkungan yang sehat kepada Saba agar dia tetap merasa aman dan nyaman.
Jika Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa wanita bisa menyimpan rasa cintanya hinga berpuluh tahun namun tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya walau hanya sedetik saja. Sekarang Hauzan juga telah mengetahui satu hal lagi fakta tentang wanita bahwa setiap ibu pasti tidak akan bisa menerima apapun yang dilakukan oleh orang lain jika sudah berkaitan dengan tindakan fisik kepada anaknya. Dia akan mengorbankan apa saja untuk melindungi meski terkadang melindungi itu sebenarnya adalah hal yang salah dilakukan.
"Ai, kembalilah seperti Ainuha yang dulu. Yang selalu tersenyum yang selalu sabar yang selalu kuat."
"Aku lelah Mas."
"Lalu bagaimana jika Allah juga lelah memberikan rasa sayangNya kepada kita?" tanya Hauzan. Nuha memang sudah terkapar dengan manufer perasaannya.
"Mas__"
"Dulu kamu yang selalu mengingatkanku bahwa apapun yang telah menjadi keputusan Allah adalah hakNya dan kewajiban kita untuk selalu menerima dan bersyukur atas apa yang telah Dia berikan. Wujud syukur kita bagaimana?"
Nuha terdiam. Dia masih mencerna kata demi kata yang diucapkan oleh Hauzan. Suaminya memang jarang bereaksi ketika dia menumpahkan kekesalan yang semua itu bersumber dari Saba. Iman seseorang itu ibarat roda yang berputar, kadang diatas, disamping bahkan di bawah. Adakalanya tebal namun terkadang tipis semua bergantung dari apa yang sedang dirasakannya. Namun sekali lagi keluarga itu juga sebuah team dimana para anggotanya harus bisa memberikan semangat untuk tim yang lain, saling mengingatkan dan saling memberikan dukungan.
"Sayang, lelah itu tidak akan ada saat lillah menjadi penyangga atas apa yang kita lakukan. Sepertinya bukan Saba yang membutuhkan psikolog tetapi kamu, hanya saja sebelum itu terjadi ayolah kita bersama saling muhasabah diri. Mencoba mengulang kembali, merevisi apa yang telah kita lakukan sebelum menyalahkan keadaan yang membuat kita bisa mengatakan lelah."
"Mas, masalahnya ini seperti paksaan untuk Saba. Aku tidak kuat melihatanya, dia__"
"Itu juga untuk Saba, Sayang. Memang harus sedikit dipaksa. Buktinya sekarang dia sudah mulai bisa meski untuk memulainya kita harus merayu." Kata Hauzan.
"Coba Mas merasakan menjadi Ibu, pasti tidak akan pernah mengatakan itu."
"Sekarang kalau katamu itu aku balik, coba kamu menjadi suami dan ayah__. Tidak akan selesai suatu masalah jika kita tidak bisa memandang dari banyak sisi, Saba adalah PR terbesar untuk kita, bukan hanya kamu atau aku saja. Cobalah kembali mengingat bahwa menyayangi itu bukan berarti kita memerikan semua yang diminta oleh anak kita tanpa saringan dan didikan yang baik. PR kita bersama, ayolah. Tidak ada gunanya kita berdebat seperti ini. Harusnya kita saling membahu bagaimana membuat Saba nyaman dengan terapi yang harus dia jalani bukan justru membuat dia semakin ingin untuk tidak melakukannya. Sebagai ibu, kamu pasti tahu apa yang terbaik untuk anak kita." Kata Hauzan sebelum akhirnya memilih meninggalkan Ainuha untuk berpikir dan sementara Hauzan bermain bersama Saba Ainuha hanya bisa melihat dari jauh.
Tidak ada yang berubah dari suaminya. Ketegasan yang baru saja didengarnya bukanlah suatu kebencian atau konfrontasi untuk mengajaknya masuk dalam sebuah perdebatan.
Lebih pada menjalankan fungsi dengan baik bagaimana seharusnya seorang suami, sekaligus seorang ayah yang baik untuk keluarga kecilnya? Haruskah Ainuha masih marah atau justru tersenyum untuk membanggakan mereka? kembali.
🍒🍒
-- to be continued --
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
Jazakhumullah khair
Blitar, 31 Mei 2020
*Sorry for typo*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top