28 🏈 Aresya Sabiha
Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy reading --
🍒🍒
Benar-benar harus melebarkan hati dan melapangkan dada. Menebalkan telinga dan berharap bahwa segala sesuatu yang dilakukan tidak pernah sia-sia.
Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan Saba menjadi hal yang paling utama. Hauzan bahkan sedari awal mengikuti beberapa pembelajaran khusus bagaimana menyikapi anak-anak down syndrome dan bagaimana memperlakukannya.
Bersyukur dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk semuanya.
Sebagai kepala keluarga yang baik, Hauzan berusaha memberikan yang terbaik untuk putri dan istrinya. Mendaftarkan beberapa therapi dini untuk putri tercinta mereka. Meski banyak omongan miring dari beberapa tetangga namun itu tidak membuat Ainuha dan Hauzan malu untuk membagi rasa bahagia mereka telah memiliki Saba.
Allah maha mendengar dan mengetahui, seberapa banyak mereka berdua merintih dan juga berusaha untuk membuat Saba bisa menjadi lebih baik. Pengorbanan bukan hanya dengan kucuran rupiah untuk berbagai terapi namun juga waktu, lelehan keringat bahkan tetesan air mata. Semua dilakukan sebagai bukti cinta kasih orang tua kepada buah hatinya.
"Mbak Nuha, itu si Ivan yang sepantaran dengan Saba sudah bisa berlari loh. Ini Adik Saba kapan bisa berjalan." Hal yang wajar di dengar oleh Nuha. Dia juga tidak ingin meminta orang lain untuk mengerti putrinya bahwa Saba adalah anak istimewa. Namun jujur dalam hati kecilnya, hati seorang ibu mana yang rela jika anaknya dibandingkan dengan anak orang lain. Tidak seorang pun, demikian juga dengan Nuha.
"Iya Bu Rahmi, mohon doanya ya supaya Dik Saba bisa segera berjalan." Jawab Nuha dengan jawaban yang standar.
Berterima kasih kepada putrinya, bahwa dengan lahirnya Saba kesabarannya kini bertambah. Tidak ingin juga orang lain memandang kasihan kepada keluarga kecilnya, karena Saba adalah anugerah dari Allah bukan sebuah musibah yang membuatnya menjadikan atas rasa malu.
"Temen saya ada yang punya anak seperti Saba ini Mbak, sudah terapi kemana-mana tapi hasilnya juga belum terlihat." Kata bu Rahmi sekali lagi.
"Ya, semua memang harus diusahakan Bu. Manusia hanya bisa mengikhtiarkan dan berdoa semoga Allah memberikan jalan yang terbaik." Jawab Nuha.
"Iya semoga Saba bisa memperoleh obat ya, dan bisa seperti teman-temannya yang lain. Perempuan lagi, kalau sudah dewasa nanti kasihan juga." Halus memang kata-kata yang mengalir dengan sangat lancar dari bibir bu Rahmi mengiris hati Ainuha. Namun sekali lagi, orang lain itu hanya bisa melihat mungkin ada yang bisa merasakan, namun itu sangat sedikit sekali dari mereka.
Maksud orang lain mungkin berniat untuk menghibur kita namun terkadang kata-kata halus dari mereka justru menusuk hati secara perlahan-lahan. Bahwa down syndrome bukanlah sebuah penyakit nyatanya tidak begitu dimengerti oleh orang awam. Mereka tetap menganggap bahwa itu adalah penyakit atau bahkan lebih tragisnya sebuah keturunan yang membuat banyak orang menghindari untuk menyatukan keluarga karena takut nantinya keturunan mereka akan bernasib sama, terkena down syndrome.
Ini yang membuat Ainuha harus ikhlas hati menebalkan telinga, melapangkan dada serta membesarkan hatinya. Tidak semua orang memahami dan itu yang harus diterima oleh Hauzan dan Ainuha.
Malam ini, selepas praktek di ruangannya. Semenjak memperoleh kembali izin prakteknya memang Hauzan kembali membuka praktek namun tidak di rumah sakit yang sama. Dia justru menjadi dokter rumah sakit swasta yang ada di kecamatan tempat tinggalnya bersama Ainuha dan juga membuka praktek sendiri di rumah. Usaha yang telah dirintisnya bersama Aihuna hanya sesekali di kontrolnya mengingat orang kepercayaannya sudah mulai bisa menjalankan dengan baik. Hanya kedai susu yang kini menjadi fokus keduanya. Nuha masih belum mempercayakan kepada orang lain. Dia masih harus turun tangan sendiri untuk memanage usaha serta menjalankan bisnisnya.
"Kok belum tidur, Sayang." Kata Hauzan saat menimang Saba setelah dia membersihkan diri dan berganti pakaian.
"Siapa Dik? Poppa__Pop__pa." Kata Nuha mencoba mengajari putri mereka mengeja. Ini sudah melewati tahun pertama bahkan sudah setahun setengah terlewat namun Saba memang belum menunjukkan bisa berbicara ataupun berjalan. Dia masih sangat lambat menerima respon yang diberikan oleh orang-orang yang berada di dekatnya.
Respon tercepat adalah ketika melihat Hauzan atau Ainuha ketika sedang menulis. Dia akan mencoba bergerak lebih aktif dari biasanya. "Dia sepertinya tertarik pada pencil atau bolpoin sayang. Coba besok dibelikan crayon dan buku gambar siapa tahu memang kelebihan dia nantinya lewat itu." Kata Hauzan kepada Ainuha.
Beberapa kali memang Saba menunjukkan reaktif untuk rangsangan ini. "Semoga saja ya Mas."
"Hanya saja jangan terlalu dipaksa. Dia pasti memiliki dunianya sendiri, kita akan terus melakukan terapi dengan mulai mengarahkan kemana inginnya dia. Ya memang berbeda dengan anak normal namun jangan pernah membandingkannya dengan mereka."
"Disekolahkan Mas?"
"Tidak untuk sekarang, tapi nanti dia harus bersekolah dengan teman-temannya yang istimewa sepertinya dahulu hingga dia sendiri bisa bergaul dan tidak menjadi bahan ejekan atau lelucon dari teman-temannya sehingga Saba kita tidak minder." Kata Hauzan.
Kisah mereka memang tidak mudah namun bukan berarti tidak bisa. Selama masih ada jalan tentu Hauzan dan Ainuha memilih untuk memperjuangkannya. Saba yang seharusnya sudah bisa berlari namun masih juga tergolek lemah di atas tempat tidurnya.
Hauzan sudah berusaha untuk melakukan terapi guna merangsang saraf kaki dan tangannya untuk bisa berjalan dan berkegiatan dengan baik. Tidak bisa langsung tapi harus setahap demi setahap.
Setiap harinya jika tidak berada dalam gendongan Saba masih berguling di seputar tempat tidurnya.
"Mas ini sudah ada crayonnya, coba deh Mas berikan bagaimana tanggapannya. Hanya saja memang harus didampingi takutnya nanti akan dimakan olehnya." Kata Nuha.
Hauzan meraih Saba dan memperkenalkannya dengan mainan baru yang baru dibeli oleh mommanya. "Sini, adik sama poppa. Kita menggambar, Adik mau gambar apa?" seketika kaki Saba bergerak lincah. Menyambut uluran tangan Hauzan dengan antusias.
"Sepertinya dia memang tertarik Mas, tapi belum bisa meminta." Kata Nuha memperhatikan bagaimana fokus Saba terhadap benda yang kini berada di tangan kanan Hauzan.
Anak itu begitu memperhatikan apa yang sedang dilakukan oleh Hauzan. Beruntunglah dokter spesialis penyakit dalam itu begitu lihai memainkan crayon diatas buku gambar membentuk beberapa gambar hewan.
Mengajari Saba memang butuh kesabaran, terkadang bocah kecil itu cepat sekali merasa bosan. Namun kali ini hampir lima belas menit berlalu namun Saba masih juga fokus dengan kegiatan poppanya. Tidak ingin beranjak, sesekali bibirnya mengulum senyum meski dengan iler yang meleleh khas anak bayi.
"Adik mau?" tangan Saba terulur meraih crayon yang ada di tangan poppanya. Melakukan hal yang sama namun bukan untuk menggambar hanya beberapa goresan crayon yang terlihat di kertas gambar seperti benang ruwet.
"Coba share ke dokternya, Sayang. Apakah metode ini baik untuk diteruskan pada kasus Saba? dia memang down syndrome tapi bukan yang full. Kata dokter beberapa sarafnya masih bisa berfungsi dengan baik. Untuk itu kita harus selalu melakukan terapi supaya dia bisa berjalan sendiri tanpa bantuan alat." Ainuha segera merekam apa yang dilakukan oleh putrinya dan memberikan kepada dokter yang menangani terapi Saba. Kemajuan signifikan yang menurut Hauzan dan Ainuha tapi apakah itu nantinya akan berdampak positif untuk putri mereka, Ainuha selalu berkomunikasi dengan baik kepada dokter dan juga tenaga ahli yang memegang kendali atas terapi Saba.
Satu minggu berselang Hauzan mengantarkan putri mereka untuk berkunjung ke pusat terapi. Benar saja, bahwa stimulan yang diberikan oleh Hauzan dan Ainuha memang baik kemajuan Saba hanya saja, menurut therapisnya, bahwa program untuk Saba kali ini bukan untuk pengembangan ke fungsi otaknya dalam hal gerak sensoris melainkan saraf motoriknya supaya segera bisa merespon dengan baik.
Karena anak-anak istimewa seperti Saba cenderung akan fokus ke satu hal dan melupakan hal yang lain, tidak seperti anak-anak normal. Mereka bisa melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan, menerima perintah serta melakukan sesuai dengan arahan dari pemberi perintah. Saba berbeda, jadi memang dia harus fokus dulu untuk bisa berjalan dan berbicara. Dikhawatirkan karena keasyikan dengan dunianya dia akan malas belajar bicara dan berjalan sehingga sampai dewasa kelak akan sulit membuatnya bersosialisasi dengan lingkungan.
"Jadi memang belum boleh ya, Dok?"
"Sebaiknya tidak dulu, biarkan dia menerima rangsangan untuk berjalan dan berbicara. karena tahapan pertama untuk terapi ini adalah, terapi fisik, okupasi dan juga terapi wicara." Kata dr. Edward.
"Kalau dia meminta Dok, karena kami telah memperkenalkannya?" tanya Hauzan.
"Rangsang dia untuk bergerak mengambil. Nanti secara perlahan Bapak dan Ibu. Sekali lagi hanya butuh kesabaran seperti kasus Adik Saba seperti ini." Dokter Edward memberikan penjelasan secara detail bagaimana sistem saraf yang berfungsi untuk menjadi penggerak motorik terbaiknya.
"Intinya supaya dia mau untuk bergerak dulu?"
"Benar. Juga selalu ajak berbicara dengan kosa kata yang pendek dan mudah dicerna." Setelah Hauzan menerima raport perkembangan Saba dari terapisnya segera kembali ke rumah dan mendiskusikannya dengan Ainuha.
Berikhtiar memang tidak hanya dengan satu jalan. Namun bukan berarti harus tumpang tindih semua harus dilakukan. Intinya semua butuh kesabaran dan keyakinan penuh. Informasi pengobatan juga butuh keakuratan, supaya ibu terhindar dari isu miring yang membuatnya tidak percaya diri dan bersedih. Karena menurut Stephanie Meredith, penulis buku Understanding a Down Syndrome Diagnosis, masyarakat yang bersedia mempelajari fakta tentang down syndrome dan yakin dengan kemampuan anak mereka yang mengidap down syndrome cenderung berhasil meningkatkan angka harapan hidup anak mereka hingga dua kali lipat.
Melalui kondisi lingkungan yang baik, nyaman, aman dan terpercaya, maka anak dengan down syndrome akan mendapatkan banyak dukungan, dorongan, dan kegembiraan dari teman dan anggota keluarganya saat anak hendak mempelajari hal baru.
Memiliki anggota keluarga dengan down syndrome, seperti Saba cenderung menjadi pengalaman tersendiri untuk "membuka mata" dan memperkaya pengetahuan ke depannya bagi Hauzan dan Ainuha. Bukan hanya kebanyakan orang yang mengatakan bahwa mereka mendapatkan lebih banyak kesabaran dan adanya penerimaan karena putrinya mengalami down syndrome. Hauzan dan Ainuha memang telah melakukannya sejak Saba masih di kandungan dan terdeteksi terkena down syndrome hingga kini.
Lebih dari itu, dengan adanya Saba keduanya juga belajar untuk menghargai hal-hal kecil dalam kehidupan. Khususnya setelah memahami berbagai pelajaran penting dalam hal kasih sayang dan tanggung jawab yang diberikan kepada buah hati mereka yang mengidap down syndrome.
Sepertinya memutuskan untuk bergabung dengan komunitas yang memiliki tingkat ketakwaan terhadap Allah yang baik dan benar adalah keputusan yang benar. Dari sana tentunya Ainuha bisa banyak membaca dan memahami sharing atas anak-anak yang mengidap down syndrome. Saling menguatkan antar sesama orang tua yang memiliki putra-putri sama dengan Ainuha dan Hauzan.
"Adik, ayo coba digerakkan kakinya." Nuha selalu bersabar mengarahkan putrinya sambil menunggu kedai susu, sementara Hauzan masih sibuk di rumah sakit dengan pekerjaannya.
Beberapa kali Ainuha akan mengajarkan gerakan-gerakan ringan kepada Saba. Nampaknya putrinya enggan merespon namun mau melakukan apa yang Nuha perintahkan. Sedikit demi sedikit, kakinya mulai bergerak pelan dengan dituntun oleh Nuha.
"Pelan-pelan Dik, ayo semangat." Kata Ainuha sambil terus menitah putrinya. Saba telah berusia hampir tiga tahun namun belum juga bisa berjalan sendiri.
Hingga Saba merasa lelah, Nuha baru menghentikan aktivitas mereka. Rasanya memang sedikit sekali Saba mendapatkan kemajuan dari terapi yang dilakukan namun Nuha tidak pernah berpatah semangat untuk menularkan semangatnya kepada putri kecilnya.
"Mom__ma, siapa Dik? Mom_ma." Eja Nuha dengan sangat jelas supaya Saba bersedia menirukan suaranya namun nyatanya dia malah tersenyum sambil memperlihatkan gigi susunya. Nuha memberikan botol susu milik Saba, bocah kecil itu menerima dengan suka cita. Saba memang sangat menyukai susu meski dia tidak begitu senang mengunyah makanan.
"Bis_mil_lah." Kata Nuha sebelum Saba memasukkan dot ke mulutnya. "Yah__?" kata Saba pendek.
Saba menikmatinya susunya dan serasa bertemu dengan dunianya. Melupakan sejenak rasa lelahnya dan menjadi dirinya sendiri.
Tidak bisa memaksakan sesuatu kepada Saba, tapi harus diarahkan. Nuha melakukan semua itu dengan kesabaran dan ketulusan hatinya. Berharap bahwa bahasa hati yang dirangkai oleh Nuha akan tersampai kepada putrinya sehingga Saba selalu semangat untuk berjuang menciptakan masa depannya.
Malam harinya saat Hauzan bisa membersamai mereka, hal pertama yang tak pernah terlupakan untuk ditanyakan adalah perkembangan Saba.
"Sudah mulai dititah sesuai saran dokter kemarin, Ai?" tanya Hauzan.
"Sudah Mas, tapi ya gitu. Anaknya masih belum begitu antusias. Harus dibujuk dengan stimulus yang lain supaya dia mau melakukannya." Jawab Nuha yang kini mulai berbaring di samping suaminya.
"Sabar, besok di coba lagi jangan pernah menyerah."
"Tidak akan menyerah, tapi sekali-sekali Mas Hauzan juga jangan pulang malam terus. Sekali-sekali pulang siang supaya Saba juga tahu bahwa poppanya juga ikut andil berperan di sampingnya." Kata Ainuha. Sudah dua minggu ini memang pekerjaan Hauzan sedang banyak mengingat sedang ada endemi yang sedang mewabah di daerah tempat tinggalnya. Sehingga banyak dokter yang harus distandbyekan
"Iya besok diusahakan ya."
Bekerjasama yang baik dalam sebuah keluarga memang bukan hanya memberikan materi. Melainkan saling menolong dan membantu meringankan anggota keluarga yang terlalu berat menanggung beban.
Bagi Hauzan keluarganya adalah segalanya dalam hidup. Dengan bekerja bukan berarti dia menumpukan tanggung jawab Saba kepada istrinya hanya saja memang Hauzan membutuhkan materi untuk terapi Saba yang tidak sedikit.
Ainuha memahami semuanya, kecukupan rezeki itu bukan karena besar atau kecilnya nilai yang dihasilkan. Tapi keberkahan dari berapa yang dihasilkan dan pengambilan manfaat dari semuanya. Asal keluarga sama-sama menerima tidak perlu membuat malam menjadi siang dan siang juga tetap menjadi siang. Tubuh juga butuh istirahat dan menerima haknya untuk diistirahatkan.
🍒🍒
-- to be continued --
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
Jazakhumullah khair
🍒🍒
Selamat berhari jum'ah jangan lupakan AlKahf untuk hari ini.
Blitar, 29 Mei 2020
*Sorry for typo*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top