27 🏈 Trisomi 21

Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy last day fasting in this ramadhan kareem, happy reading --

https://youtu.be/k2rJ0WKGjQo

🍒🍒

Banyak hal yang bisa membuat kita harus mengelus dada, berusaha menerima dan mengatakan ikhlas mesti sesungguhnya jauh dari lubuk hati terdalam juga sangat terluka menerima kenyataan yang menimpa.

Ikhlas adalah kata kunci pertama yang harus dilakukan, bahwa bersedia dengan ikhlas berarti telah menerima keadaan atau kondisi yang terjadi saat ini. Memang bukan hal yang mudah untuk ikhlas dalam menghadapi situasi seperti ini, tetapi tanpa sikap ikhlas di awal, maka akan sulit melangkah ke langkah berikutnya.

Rasa sedih adalah perasaan yang sangat wajar dirasakan pada awal mengalami kondisi buruk yang tidak diinginkan. Namun mungkinkah dengan sedih berkepanjangan akan membuat mereka keluar dari permasalahan? tidak! itu karenanya yang bisa dilakukan adalah sabar, karena proses penyelesaian bisa secara singkat atau bahkan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Perasaan menjadi wakil atas apa yang akan kita lalukan, jika kondisinya buruk bisa jadi yang akan keluar adalah kepanikan, kemarahan atau emosi lainnya. Menunggu untuk mendapatkan ketenangan dan mencoba sebagaimana mestinya.

Allah tidak akan menguji seseorang melebihi batasnya. Satu hal diyakini Hauzan saat akhirnya Ainuha harus mengalami pendarahan dan Risyad meminta untuk stay over night di rumah sakit. Meyakinkan diri bahwa Hauzan menjadi orang yang dipilih Allah karena dia dan Ainuha mampu untuk menghadapi semuanya. Allah memberikan masalah pasti Dia juga telah menyiapkan jalan keluarnya. Kita hanya tinggal berikhtiar untuk mencari dan menjalani semuanya dengan tetap bersyukur.

Dan berserah diri sepenuhnya setelah semua upaya telah dilakukan. Tentang keikhlasan, kesabaran, ketenangan. Berpikir positif, bahwa Allah akan memberikan hikmah yang terbaik atas semua kejadian yang terjadi, karena semua kejadian yang terjadi atas kehendakNya.

Hauzan masih melantai dengan hamparan sajadah dia samping hospital bed yang menjadi tempat tidur istrinya. Pendarahan yang entah apa penyebabnya membuat Ainuha harus terbaring lemah.

Risyad sudah menyuntikkan obat untuk mencegahnya, jika sampai keesokan harinya tidak berkurang atau bahkan lebih banyak maka tindakan operasi harus segera dilaksanakan. Jika dihitung usia kandungan Ainuha masih masuk di usia 32 minggu, artinya janin yang ada di dalam masih membutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu lagi untuk bisa menikmati berbagi kehangatan di rahim ibunya.

Namun sepertinya bayi mereka memang ingin cepat melihat dunia. Karen pada kenyataan pendarahan itu tidak berhenti justru semakin banyak dan esok harinya harus segera dilakukan tindakan untuk penyelamatan keduanya.

"Mas, aku takut." Kata Nuha sesaat sebelum dia memasuki ruang operasi.

"Tidak ada yang harus ditakutkan. Aku di sampingmu, Sayang."

"Tapi Mas di luar tidak di dalam." Kata Nuha. Entah mengapa saat ini dia tidak ingin sedetik pun ditinggal oleh suaminya.

"Risyad mengizinkan aku untuk masuk. Kamu tidak perlu takut." Bukan hanya Ainuha yang merasakan itu Hauzan juga sama.

Sejak dinyatakan calon bayi mereka memiliki keistimewaan dengan memiliki kromosom 21 berlebih membuat Hauzan semakin menghujani istrinya dengan perhatian. Membesarkan hatinya dan ikut merasakan bagaimana rasanya menjadi Ainuha.

Namun bukan itu yang menjadi dasar ketakutannya. Nuha takut jika nantinya dia tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk buah hatinya kelak.

Tidak menunggu lama saat bed Nuha bergerak menuju ruang operasi, Hauzan juga bersiap mengenakan pakaian khusus untuk mendampingi Ainuha. Risyad memang melakukan kegiatannya dengan baik saat bius telah disuntikkan sebagai spinal anaestesi seketika itu Hauzan membawa Nuha untuk mencoba membicarakan sesuatu tentang keindahan. Tentang semua masa depan yang masih tersimpan di dalam angan.

Dan benar saja, karena adanya Hauzan seluruh perhatian Nuha berpusat kepadanya. Tidak lagi mendengar bagaimana surgical blade, scalpel, metzenbum, irish scissors dan teman-temannya saling berdenting saat bersentuhan dengan bak instrumen. Berdua asyik bercengkerama seolah Risyad dan timnya tidak mereka hiraukan. Hingga suara tangis bayi terdengar.

Secepat itu pula Hauzan mendekap buah hati pertamanya.

"Dia perempuan, biar dibersihkan dulu kemudian adzani dan akan segera dibawa ke incubator karena kondisinya masih sangat lemah." Ucap Risyad. Bahagia tentu saja tidak ada kata tapi meskipun melihat dari wajahnya saja Hauzan telah mengetahui bahwa putrinya istimewa.

"Dia cantik." Hauzan berkata dengan Nuha dengan air mata meleleh di pipi.

"Apa pun keadaannya, kita akan membesarkan bersama dengan penuh cinta." Jawab Ainuha.

"Pasti Sayang, terimakasih telah membuatku bisa dipanggil poppa olehnya." Risyad menyelesaikan tugasnya dan Hauzan segera melaksanakan kewajiban yang baru.

Mendekap putrinya pertama kali. Ada rasa haru yang menghangat di sekujur tubuhnya. Inilah mahakarya luar biasa yang dititipkan Allah kepadanya. Apa pun keadaannya tidak menjadikan Hauzan berpatah semangat untuk memberikan yang terbaik bagi putrinya kelak.

"Anak kita?"

"Masih di NICU, kalau kondisimu sudah memungkinkan dan jadwalnya untuk menengoknya nanti pasti akan melihat dia." Jawab Hauzan.

Ainuha memang telah dipindahkan ke ruang perawatan dan bersamaan itu pula telah berkumpul seluruh keluarganya. Termasuk Renata dan juga suaminya, Azhar.

Bukan perihal kasihan dan mengkasihani, karena Hauzan dan Ainuha tidak menginginkan seperti itu. Kehidupan mereka bukan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain. Namun pada kenyataannya karena kondisi bayi mereka yang harus terlahir premature dan benar seperti yang disampaikan oleh Risyad bahwa putri mereka adalah salah satu bayi istimewa dengan trisomi 21.

"Sabar Bang, kalian berdua adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjaga amanah ini. Allah tahu jika kalian kuat dan bisa saling menguatkan." Kata Renata kepada Hauzan yang masih berada di samping Ainuha.

"Thanks adikku."

"Semoga kalian bisa selalu menguatkan hingga menganggap semua ini bukanlah suatu ujian namun berkah yang memang meminta kalian untuk belajar lebih bersabar daripada yang lainnya." Kata mama Rien.

"Benar kata Mamamu, Nuha. Semoga kalian bisa sabar dan akan membuat kalian berdua naik kelas sebagai hambaNya yang bertakwa." kata Rahadi sebelum akhirnya dia pamit untuk kembali beraktivitas.

Semua memang harus dijalani dan diterima dengan tangan terbuka. Ainuha masih harus dirawat di rumah sakit hingga kondisinya benar-benar pulih untuk bisa diizinkan pulang ke rumah.

"Mas sudah membuatkan nama untuk putri cantik kita?"

"Aresya Sabiha." Jawab Hauzan. Namun kemudian dia kembali bertanya kepada Nuha." Bagaimana Ai, kamu setuju? Aresya Sabiha, seorang putri yang cantik bersama kekuatannya. Nanti kita akan panggil dia Saba."

Nuha membulatkan matanya kemudian tersenyum. Sepertinya dia menyetujui nama yang diberikan Hauzan kepada putri mereka.

"Bagus, aku suka Mas. Aresya Sabiha__, Saba." Kata Ainuha mencoba untuk memanggil nama putrinya. "Lalu untuk aqiqahnya?"

"Aku minta tolong kepada Ayah, maaf. Tapi memang ayah yang menawarkan diri tadi. Semua dipasrahkan kepada orang saja sehingga kita nggak perlu capek untuk memasak makanannya."

"Mas__"

"Ayah yang bilang seperti itu, dan tadi sudah deal dengan orang yang bisa menyediakan jasa pemotongan kambing juga langsung memasaknya." Ainuha hanya diam menanggapi. Tentu saja dia setuju, di rumah tidak ada perempuan lain selain dia yang bisa mengerjakan semua itu. Melihat bagaimana kondisinya membuat Nuha harus menurut apa kata Hauzan dan juga Rahadi. Keduanya telah berupaya untuk bisa membuatnya bahagia. Lalu apa lagi yang masih diinginkannya?

Hari kedua Nuha di rawat di rumah sakit, kondisinya kini semakin pulih dan pada jam kunjung NICU dia bersama Hauzan berkeinginan untuk melihat anak mereka. Hauzan mengambilkan kursi roda untuk istrinya dan mendorongnya ke ruangan tempat dimana bayi-bayi setelah dilahirkan akan ditempatkan.

Disebuah incubator, seorang bayi mungil. Dia memang berbeda dengan yang lainnya. Tapi Ainuha percaya bahwa Allah menciptakan Saba bukan tanpa alasan. Mungkin bisa jadi bahwa suatu ketika nanti Saba yang bisa mengangkat derajadnya sebagai manusia, kita tidak pernah tahu apa yang Allah rencanakan.

Hanya melihat melalui jendela kaca tang terbuka lebar, rasanya masih kurang namun semua memang harus sesuai dengan prosedur.

Hingga korden penutup jendela kaca itu tertutup Ainuha baru kembali ke kamarnya.

"Mas, apa nanti Saba bisa bermain bersama dengan teman-temannya?"

"Bisa. Pasti bisa."

"Kalau seandainya teman-temannya menjauhi dia?"

"Kita berdua adalah teman Saba untuk selamanya." Jawab Hauzan mencoba menguatkan kembali. Mereka bisa menerima namun bukan berarti lingkungan juga sama dengan apa yang mereka lakukan.

Dengan keistimewaan Saba, tidak menutup kemungkinan jika teman-teman sebayanya kelak akan memandang sebelah mata. Meski tidak semuanya, namun Nuha harus mempersiapkan diri untuk menjadi tameng terkuat melindungi putrinya kelak.

Semua tentang sikap. Bagaimana kita bersikap itulah yang akan menunjukkan apakah kita layak untuk bisa berdampingan dengan siapapun juga di lingkungan sekitar.

Sampai di kamar Nuha kembali, ternyata di dalam sudah ada Rien dan juga Agus Rahman di sana. Hauzan dan Nuha tersenyum bahagia menyapa keduanya.

"Darimana kalian?" tanya mama Rien.

"Dari NICU, Ma. Mama sudah lama, maaf kami__"

"Sudah tidak apa-apa. Nuha sudah keluar air susunya? Mama bawakan ini untuk membantu." Mama Rien mengeluarkan alat pompa air susu. Hauzan menerimanya dengan baik namun saat hendak meletakkan di tempat yang aman, Agus Rahman mengeluarkan suaranya membuat Ainuha dan yang lain terkejut.

"Lakukan tes DNA untuk bayi yang kau panggil anakmu itu."

Hauzan menoleh kepada papanya dan menatapnya dengan tajam. "Papa__"

"Supaya jelas semuanya."

"Tanpa tes DNA itu pun sudah jelas kalau bayi itu anak Zan." Jawab Hauzan dengan tatapan tidak suka.

"Tidak ada turunan di keluarga kita seperti itu. Ini akan menjadi hal yang memalukan." Kata Agus yang membuat Hauzan meradang seketika. "Apa Zan masih bagian dari keluarga Papa?" tanyanya mulai dengan sinis.

"Jangan memulai dengan papa, Zan."

"Bukannya Papa yang memulai dengan Zan?" pertanyaan retorik seperti ini harusnya tidak perlu keluar tapi Agus memang telah menyulut kesabaran Hauzan menjadi bara. "Zan pernah merasakan menjadi anak yang terbuang dan itu sakit di dalam hati. Akhirnya Zan ada pada posisi menjadi seorang ayah itu yang membuat Zan tidak akan berperilaku seperti Papa menolak Zan sebagai anak."

"Aku tidak pernah menolakmu, catat itu baik-baik. Anak itu pengidap penyakit yang membuat keluarga kita akan menanggung malu."

"Trisome 21 itu bukan penyakit, Pa." Jawab Hauzan.

"Aku yang menyekolahkanmu menjadi dokter harusnya kamu lebih pintar menyimpulkannya!" kata Agus Rahman dengan ketus sementara kata pedas itu telah membuat air mata Ainuha meleleh kembali. Membayangkan anaknya yang akan terbuang di keluarga suaminya.

"Papa__"

"Mas__"

Kata Rien dan Ainuha secara bersama. Tidak ingin terjadi kegaduhan di rumah sakit. "Kalau Papa ke sini hanya untuk menyakiti hati Zan dan Nuha, sebaiknya Papa pergi sebelum aku panggilkan sekuriti untuk mengeluarkan Papa dari sini!" kata Hauzan dengan ketus.

"Pa, sebaiknya kita pulang. Papa benar-benar tidak tahu situasi dan kondisi. Harusnya sebagai orang tua Papa bisa menahan semuanya. Hauzan itu anakmu. Sudah seharusnya kalau kita mendukungnya selama itu benar dan baik untuk keluarganya." Kata Rien dengan berkemas mengajak Agus Rahman pulang.

"Ajari anakmu itu bersikap tata krama kepada orang tua!" kata Agus Rahman kepada Rien dengan tatapan memandang lurus kepada Hauzan.

"Papa yang harusnya belajar banyak dari perubahan Hauzan." Jawab Rien.

"Apa yang harus Papa pelajari dari anak durhaka ini?" pertanyaan yang membuat bibir Hauzan bergerak ingin membalas namun Ainuha mengingatkan untuk diam.

"Papa, sudah ayo pulang semakin Papa lama di sini semakin membuat emosi. Tadi Mama harusnya berangkat sendiri tanpa harus repot-repot ngajak Papa. Dari awal harusnya Mama mengerti kalau hati Papa sudah membatu dan tidak mungkin diberikan pengertian mana yang baik mana yang buruk." Kata Rien kemudian mencium Nuha dan segera menarik suaminya untuk keluar dari kamar Ainuha.

Sepeninggal orang tua mereka, Hauzan dan Ainuha merapalkan kalimat istighfar. Tidak habis pikir mereka mengapa papanya berkata seperti itu.

"Mas lakukan tes DNA." Kata Nuha.

"Kalau aku melakukan itu sama artinya aku meragukan atau justru menuduhmu melakukannya dengan orang lain. Tidak, tanpa melakukannya aku juga sudah mengetahui bahwa Saba adalah anak kita." Tolak Hauzan.

"Setidaknya supaya papa mengetahui dengan pasti. Aku paham kalau Mas Hauzan mempercayai itu namun tidak dengan papa. Ada baiknya kita lakukan itu, Mas Hauzan minta tolong dr. Risyad saja untuk itu supaya lebih mudah."

"Aku tidak ingin di cap seperti itu oleh Risyad. Itu sama artinya pula aku tidak bersyukur dengan apa yang telah kita peroleh." Hauzan masih tetap keukeuh untuk menolak keinginan Ainuha.

Bukan hal yang sulit untuk melakukan hal itu, semua hanya tergantung atas sebuah nilai etis dan tidaknya. Hauzan memilih menolak karena hanya untuk menyenangkan satu orang dia harus memilih melukai banyak orang? rasanya itu bukanlah hal yang etis untuk dilakukan.

Ainuha jelas menjadi orang pertama yang terlukai. Seharusnya dia sebagai suami harus bisa menjaga, mengapa justru menjadi orang yang menyakitinya? belum lagi Ayah mertuanya, meski beliau hanya akan diam namun tentu saja semuanya jelas akan membuat hatinya teriris. Hauzan memilih untuk mengabaikan keinginan papanya untuk yang kesekian kali.

Sebegajulan Hauzan ketika dulu belum mengenal Islam lebih dekat dia tidak pernah memiliki keinginan seperti hal gila yang dilakukan papanya hari ini. Sejak niatnya telah bulat menikahi Ainuha maka sejak itu pulalah hatinya berjanji untuk bisa membahagiakannya, tidak menyakiti perasaannya dan melindungi istrinya semampu yang dia bisa.

Tentang semua masa lalunya, tentu Allah lebih bijaksana memberikan penilaian dan balasan yang pantas. Jika tidak bisa bersaing dengan orang shalih dalam ibadahnya, maka bersainglah dengan pendosa yang telah bertaubat dalam istighfarnya.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

Pondok Mertua Indah, 23 Mei 2020

*Sorry for typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top