26 🏈 Something Happen?

Baca mushafnya dulu baru buka WPnya 👍👍
-- happy fasting, happy reading --

Sebelumnya saya meminta maaf apabila ada diantara pembaca yang mungkin memiliki kisah yang sama dengan mereka. Tidak bermaksud apa-apa ini hanya sekedar cerita, apabila mungkin ada kelirunya, silakan disalahkan kemudian dibenarkan bagaimana semestinya. 🙏🙏

🍒🍒

Dalam menjalani hidup, keselarasan dan keseimbangan antara jiwa dan raga harus bisa diwujudkan untuk memaknai akan arti sebuah kebahagiaan. Jika banyak orang yang merasa hidupnya terlalu monoton karena tentu saja mereka menjalani hidup mengalir tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Memulai dengan melakukan perubahan pada semua aktivitas sehari-hari dengan melakukan kebiasaan baik yang dapat memberi dampak yang positif dan memperbaiki kualitas diri.

Menyayangi diri mulai dari dengan berpikir hal positif. Berawal dari pikiran yang jernih dan sehat berharap semua akan memberikan dampak yang baik dari energi positif itu. Lalu bagaimana dengan berpikir keras? itu justru hanya akan berdampak buruk dan menghambat produktivitas hidup. Hal buruk yang terpikirkan bahkan bisa membuat takut untuk bertindak.

Yang jelas pastinya akan tertinggal satu langkah dari orang yang selalu optimis dalam memandang sesuatu hal. Sedangkan hidup ini menuntut untuk terus bergerak. Bisa jadi merubah mindset akan menjadikan lebih baik dengan meyakini bahwa semua yang terjadi merupakan apa sudah digariskan oleh Allah adalah yang terbaik.

Jangan pernah takut dan mengkhawatirkan sesuatu. Karena dibalik pikiran yang positif pastinya akan membawa dampak yang positif pula.

Tentang sebuah kebahagiaan itu yang pasti tidak bergantung pada siapa atau apa yang dimiliki tapi kebahagiaan hanya bergantung pada apa yang dipikirkan.

Di dalam hidup, selalu dihadapkan pada perubahan dalam berbagai hal, mau tidak mau harus mau menerima perubahan itu. Sebagai makhluk sosial, manusia seyogianya memperhatikan lingkungan sekitar. Rak perlu acuh, lakukan saja hal baik karena semua itu akan kembali kepada diri sendiri. Juga mengenai upah dan balas jasa atas apa yang kamu lakukan, tak perlu memikirkan itu karena semua pasti akan ada balasannya dari Allah Azza wa Jalla. Kenyataannya bisa membantu sesama itu akan membuat hati merasa bahagia.

Ainuha berusaha untuk tidak mengambil hati omongan Papa mertuanya, terlebih karena seluruh keluarga selalu mendukungnya. Namun mengetahui muka Hauzan tertekuk seperti itu dan alasan yang menyebabkannya menjadi seperti itu rasanya tidak mungkin jika Ainuha tidak berpikir.

Hal yang paling menyenangkan tentunya bisa membuka kembali praktek dokter yang sedianya memang menjadi possion suami, apalagi pendidikan formal mendukungnya untuk bisa membantu masyarakat yang membutuhkan tangan dinginnya. Hanya saja jika harus kembali ke rumah sakit yang sama, Ainuha akhirnya sependapat dengan suaminya. Menghindari akar masalah adalah yang paling utama.

"Mas yakin untuk itu?" tanya Ainuha.

"Apa yang lebih mengkhawatirkan dari selain membuat orang yang kita sayang menderita, apalagi membuatnya cemburu. Tidak karena tanpa kamu mencemburui pun aku telah mengetahui bahwa hatimu dan seluruh hidupmu adalah milikku." Jawab Hauzan.

"Karena aku mencintaimu," bisik Ainuha.

"Dulu?" tanya Hauzan memancing namun dia mendapatkan cubitan dari Ainuha. Benar-benar, suaminya ini paling pandai untuk membuatnya merona.

"Mas ishh, dulu kan Mas Hauzan yang meledek aku. Kan, sekarang termakan sama omongannya sendiri, bucin." Kata Nuha.

"Bucin sama istri sendiri tidak ada larangan." Kekeh Hauzan.

Mereka bercanda dengan begitu syahdunya. Biarlah menikmati dunia yang sejatinya hanyalah memang milik mereka. Tanpa harus ada orang lain yang menciderai perasaan.

"Aku akan praktek tapi tidak di rumah sakit itu."

"Bukannya juga sama saja nanti bertemu dengan Imelda?" tanya Ainuha.

"Setidaknya tidak di rumah sakit yang orang tua Imelda memiliki saham terbanyak. Atau kalau perlu yang tidak tersentuh oleh mereka." Jawab Hauzan.

"Atau buka mandiri saja, Mas."

"Boleh, itu bukan ide yang jelek."  Jawab Hauzan kemudian mengusap perut Ainuha. "Adek, besok kita ke dr. Risyad ya. Poppa tidak sabar lihat kamu cewek apa cowok."

Nuha memilih untuk menyurai rambut Hauzan. Adegan seperti ini memang membuat hati Ainuha menghangat seketika. Memilih menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain pasti akan membawa dampak yang baik meski tidak secara langsung didapatkan.

Karena itu Ainuha pastinya lebih memilih dekat dengan keluarga. Namun sayangnya papa mertuanya mungkin adalah hal terberat untuk dikalahkan.

Oleh karenanya Ainuha berusaha bisa untuk meluangkan waktu untuk berkumpul bersama dengan keluarganya. Bagaimanapun juga keluarga adalah orang terdekat yang membawa pengaruh besar dalam kehidupan.

"Papa__"

"Papa pasti akan berubah Sayang, yang penting sekarang kita bersabar." Kata Hauzan. Dan akhirnya Hauzan memilih untuk mengajak Ainuha beristirahat.

Pilihan, tentu harus ditentukan dan Hauzan memilih untuk menolak karena hidupnya kini tak hanya untuk diri sendiri, tetapi ada Ainuha yang disayangi yang juga ingin dibahagiakannya.

Bersahabat dengan diri sendiri dan memberikan cinta untuk memperhatikan diri sendiri. Berintrospeksi diri bukan berarti mencari kesalahan diri, tetapi mengoreksi agar lebih baik lagi. Yang terpenting mereka hanya berbuat baik dengan siapapun dan itu yang sedang mereka lakukan saat ini.

Keesokan harinya Ainuha telah bersiap bersama Hauzan menuju ke tempat praktek dr. Risyad. Dan benar saja, karena kolusi pertemanan mereka akhirnya Ainuha bisa langsung masuk tanpa harus menunggu.

"Ok, kita lihat dulu ya. Cewek atau cowok yang ada di dalam." Kata Risyad sambil menunggu Nuha bersiap.

Risyad memutar probe dan mencoba menekan untuk melihat sesuatu yang begitu penting. Rasanya lebih penting antara melihat janin itu berbelalai atau tidak.

"Gimana, anak gue punya belalai nggak?"

"Sebentar, rasanya ada yang lebih penting yang harus gue lihat dari itu." Kata Risyad yang membuat Hauzan berkerut.

"Maksud lo?"

Risyad masih memutar probe dan dengan instruksinya Hauzan memperhatikan lebih teliti sesuatu yang terlihat di layar monitor di depan bed Ainuha.

"Syad___"

"Nah, rasanya lu paham maksud gue." Kata Risyad.

"Mas___?" tanya Ainuha melihat suami dan dokter yang menanganinya hanya melempar kode.

"Penebalan tengkuk?" tanya Hauzan.

"Kita coba lakukan Chorionic Villus Sampling, untuk mengetahui lebih lanjutnya." Kata Risyad.

"Perlu dilakukan Quadruple Marker Screen?"

Risyad bahkan melupakan bahwa tujuan Hauzan dan Ainuha periksa kali ini adalah untuk bisa mengetahui apakah jenis kelamin anak mereka. Namun nyatanya ada hal yang lebih penting untuk diketahui dan tanpa dijelaskan lebih lanjut Hauzan seketika langsung berubah. Dari muka penuh dengan kebahagiaan kini berganti menjadi bermuram durja.

"Ok, kita coba untuk lakukan tahapan pertama jika nanti diperlukan akan kita lakukan Quadruple Marker Screen." Jawab Risyad sembari menuliskan resep vitamin yang harus di konsumsi oleh Ainuha.

"Dua minggu lagi kalian silakan datang, kita akan mengetahui lebih lanjutnya." Kata Risyad. Sungguh Hauzan sudah tidak lagi banyak bicara, selain jawaban 'Ya'. "Nggak perlu sedih seperti itu, kalau memang benar dugaan kita. Masih banyak terapi yang nanti bisa kita berikan kepada si kecil."

Rasanya memang Hauzan harus banyak bersabar sampai entah kapan dan dimana harus bersyukur. Mendapati kenyataan bahwa yang bahkan tidak sekalipun terbayang di dalam angannya. Jelas, anak adalah anugerah yang harus disyukurinya. Namun belum juga bahagia itu berlangsung lama sepertinya Allah masih ingin mencoba Hauzan dan Ainuha untuk bersabar.

"Mas, sebenarnya apa yang terjadi dengan anak kita?" Ainuha mencoba bertanya kepada suaminya saat mereka telah sampai di rumah.

Hauzan mengajak Ainuha duduk. Biar bagaimanapun, Nuha berhak tahu atas kondisi buah cinta mereka.

"Aku melihat monitor, tapi aku bukan kalian yang bisa paham dengan istilah kedokteran seperti halnya tadi di ruang praktek dr. Risyad." Tambah Ainuha lagi.

"Duduk sini, di sampingku akan aku beritahu." Hauzan menepuk tempat tidur mereka supaya Ainuha duduk di sampingnya. Sambil menggenggam tangan istrinya Hauzan menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan dan barulah dia mulai bicara.

"Sepertinya Allah memberikan hadiah yang istimewa untuk kita. Dari layar monitor USG tadi kita bisa melihat bahwa ada penebalan tengkuk pada anak kita. Sementara baru itu yang bisa terdeteksi dan kami tadi mengkhawatirkan bahwa janin yang ada di dalam kandunganmu itu kelebihan kromosom 21 atau yang sering disebut sebagai trisomi 21."

"Maksudnya Mas, tolong jelaskan dengan bahasa yang mudah untuk kumengerti." Pinta Ainuha yang langsung panik dengan cerita Hauzan.

Sekali lagi Hauzan menghela nafasnya panjang kemudian berkata kembali. Namun sebelumnya dia mencium kedua tangan Nuha dan meminta maaf sambil meneteskan air matanya. Rasanya memang sangat sulit menjelaskan semuanya kepada istri yang telah mengandung benihnya. Terlebih karena mereka berdua sama-sama begitu mengharapkan kehadiran buah cinta mereka ada. Namun setelah Allah mengabulkan doanya dengan sebuah syarat, Hauzan harus bisa menerima.

"Kromosom manusia itu ada 23 pasang, artinya ada 46 namun sepertinya anak kita diberikan keistimewaan oleh Allah dengan melebihkan kromosom 21nya, bukan lagi sepasang tapi 3. Sehingga jumlah semuanya tidak lagi 46 melainkan 47." Kata Hauzan masih dengan menunduk.

"Istimewa? maksudnya anak kita nantinya berkebutuhan khusus, Mas?" Ainuha menarik dagu suaminya untuk menatap kedua manik matanya. Mengusap linangan air mata yang meleleh di kedua pipi suaminya. Menyesakkan dada Ainuha ternyata setelah itu Hauzan menganggukkan kepala. Itu artinya bahwa pertanyaan Ainuha adalah benar jawabnya. Anak mereka terdeteksi berkebutuhan khusus. Itu yang seringkali disebut sebagai anak istimewa.

"Lebih mudahnya kita menyebut sebagai anak down syndrome." Ainuha tercekat. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Pantas saja sedari mengetahui semua dari layar monitor Hauzan begitu kentara memperlihatkan perubahan raut mukanya. "Jika sudah terjadi kelainan kromosom pada janin, maka perlu didiagnosis apakah janin masih compatible with life atau incompatible with life. Jika memang incompatible with life sebaiknya diambil tindakan termination of pregnancy."

"Mas___" kini Ainuha yang meneteskan air mata. Bagaimana mungkin dia harus melalui harinya lagi jika memang keputusan harus termination of pregnancy, itu terlalu berat bagi seorang ibu. Jika boleh ada pilihan semua ibu akan memilih untuk membiarkan anaknya bisa bertahan dan hidup merasakan indahnya dunia.

"Bahasa kedokterannya memang seperti itu, Sayang. Aku mengatakan ini karena sebagai calon ibunya, kamu berhak tahu tentang keadaan calon anak kita. Kita belum tahu, kromosom apa yang terjadi penambahan jika semakin rendah kromosomnya maka akan semakin sulit pula nantinya janin bertahan hidup setelah kelahirannya. Setidaknya itu ilmu yang kami pelajari, namun semuanya tentu akan tergantung oleh kebesaran Allah. Allah tahu bahwa kita kuat, makanya Dia memberikan ini untuk ujian kesabaran kita. Jika kita bisa melaluinya dengan baik, maka kita akan naik kelas bersama."

"Mas, aku___" Hauzan menarik tubuh Ainuha ke dalam dekapannya. Allah maha pengasih dan penyayang. Dia memberikan penyakit tentu telah menyiapkan obatnya. Dia memberikan kesakitan tentu telah menyiapkan keindahan atas hikmah dalam setiap perjalanan hidup manusia.

Malam ini rasanya akan menjadi malam yang mungkin teramat panjang bagi keduanya. Ainuha masih mengusap perutnya yang sudah terlihat membuncit.

"Apapun keadaanmu nanti, Nak. Ada momma dan poppa yang selalu mencintaimu. Kami menunggu hadirmu ke dunia. Kami akan selalu menyayangimu." Nuha kemudian menoleh kepada suaminya yang kini telah berbaring di sampingnya. "Mas Hauzan tidak akan malu kan jika dia nanti akan terlahir sebagai anak istimewa?" tanya Nuha sambil mengusapkan telapak tangan suaminya ke perutnya yang membuncit.

"Tidak akan, Sayang. Dia anakku, anakmu, anak kita. Kita yang akan menyayangi dan membesarkannya dengan penuh cinta." Kata Hauzan yang kini berusaha untuk bisa menenangkan Ainuha meski sesungguhnya dia sendiri butuh penguat untuk menegarkan hatinya.

"Apakah nanti dia bisa seperti teman-temannya yang lain?" tanya Ainuha lagi.

"Jangan pernah membandingkan anak kita dengan yang lainnya. Jika Allah memberikan keistimewaan kepadanya. Kita akan mendidiknya sesuai dengan apa yang dibutuhkan olehnya. Inshaallah semua bisa kita lalui, karena kita bisa melakukan terapi untuk perkembangannya." jawab Hauzan. Yah, orang tua anak down syndrome memang sebaiknya tidak membandingkan dengan anak-anak yang tumbuh normal. Mereka memang berbeda dan terlalu istimewa untuk dijadikan bahan perbandingan.

"Apakah dia bisa disembuhkan?"

Hauzan mencoba untuk tersenyum meski terasa hambar. Istrinya memang butuh banyak referensi tentang hal ini. Meskipun sesungguhnya Hauzan sendiri juga butuh mengetahui lebih lanjut. Namun setidaknya dia lebih tahu dari Ainuha. "Tidak. Down syndrome tidak bisa diobati. Namun dengan dukungan yang baik dari keluarga, serta rutin menjalani terapi dan pemeriksaan ke dokter, penderita down syndrome dapat hidup mandiri dan terhindar dari komplikasi."

Ainuha mencoba mencerna dan mengerti. Banyak sekali PR yang harus dia tuntaskan untuk bisa membuat anaknya tetap nyaman berada di dalam rahimnya. Tidak ingin semakin memberikan dampak yang buruk terhadap janinnya kelak, itulah sebabnya dia memilih untuk menjaga diri, hati dan juga pikirannya.

Rasa kecewa itu wajar, saat kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan harapan dan angan-angan kita. Rasanya bisa menjadi lebih sensitif dengan lingkungan di sekitar bahkan hanya dengan seseorang yang membicarakan kelemahan walau sesungguhnya mereka tidak benar membicarakan kita dan rasa bersyukur haruslah menjadi sebuah kunci utama. Kesyukuran karena masih mempunyai keluarga dan teman yang menyayangi apa adanya.

Bersama Hauzan, Ainuha yakin apapun nantinya yang menjadi jalan takdir mereka berdua. Rasa syukur itu semoga selalu melekat menjadi tameng dan pelindung diri.


🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

🍒🍒

Selamat berhari jum'ah jangan lupakan AlKahf untuk hari ini.

Blitar, 15 Mei 2020

*Sorry for typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top