19 🏈 Tuhan yang Tahu Ku Cinta Kau

Ok sebelum baca......
Cerita ini sudah terplot dengan 40 chapter exclude prolog+epilog sehingga jika ditotal semuanya akan ada 42 chapter (kalu nggak bosen nulisnya 😂😂😂 akan hadir inshaallah setiap hari jumat. Cuma kalau saya lagi khilaf dan pengen nulis ini bisa jadi nggak nulis dalam seminggu atau seminggu update lebih dari sekali.)

Seperti yang sudah-sudah. Cerita saya bukan cerita yang banyak konflik. Jadi dibawa hepi saja bacanya. Kalau saya nggak update lama salah satu judul itu artinya saya belum terinspirasi untuk menulis judul itu.

Untuk ceritanya Hafizh, mungkin belum bisa buka laptop karena semua revisi saya pusatkan di sana dan nggak selalu saya bawa ketika harus bekerja ataupun sedang keluar rumah.

Jadi nikmati yang saya tulis dan up terlebih dulu. Karena semakin ditagih kadang nulisnya underpreasure jadi jalan ceritanya nggak banget 😂😂😂

🍒🍒

AIB suami dalam sebuah rumah tangga itu adalah aib istri dan tidak perlu disebarluaskan sekedar untuk membentuk opini publik. Cukup diketahui tanpa harus mengatakan kepada siapapun termasuk keluarga yang lain jika perlu.

Hauzan seperti tertimpa beban yang begitu berat di punggungnya. Hasil test lab itu benar-benar membuatnya down dan frustasi. Mungkin seperti inilah rasanya saat dulu Ainuha divonis dokter dengan peristiwa yang menimpanya. Hingga meninggalkan trauma dalam hidupnya.

Sekarang justru Hauzan yang merasakan itu semua. Tapi sebagai seorang dokter tentu dia tahu bagaimana prosedur pengobatannya. Penyakitnya bukan penyakit biasa namun bukan berarti tidak bisa disembuhkan. Mungkin ini cara Allah menegurnya atas apa yang telah dia lakukan di masa lalu.

"Ampuni aku ya Allah." Lirih suara Hauzan yang terdengar begitu menyayat hati kala dia telah selesai mengaji bersama Ainuha.

Ainuha sendiri sudah kehabisan kata-kata untuk membujuk suaminya supaya tidak perlu khawatir. Namun disisi lain dia juga sangat bisa memahami apa yang sekarang sedang dirasakan oleh Hauzan.

"Mas, sama seperti janji yang pernah Mas Hauzan ucapkan dulu. Apapun yang akan terjadi aku akan selalu disamping Mas." Ainuha telah menyiapkan makan malam. Selepas dari sekolah tadi Nuha hanya melihat suaminya duduk di atas ranjang mereka tanpa suara.

Tidak ada yang salah dengan rasa sedih. Tapi percayalah nikmat yang Allah berikan jauh lebih banyak daripada sedih yang Dia timpakan kepada kita.

Hauzan mengikuti langkah Ainuha menuju meja makan. Bersama Rahadi, bertiga mereka menikmati makan malam dalam keheningan.

"Mas, adakalanya Allah itu menunda memberikan permintaan kita supaya apa? Karena Dia ingin tahu seberapa besar keinginan kita, Dia ingin memastikan bahwa kita selalu merayuNya dengan doa. Tidak akan ada yang berubah dari Ayah ataupun Ainuha, inshaallah. Jangan larut terus nanti malah nggak bisa menunaikan hal yang lebih penting dari itu." Kata Rahadi masih dengan beberapa kudapan yang ada di hadapan mereka.

Makan malam di keluarga Ainuha memang tidak mengharuskan makan makanan berat. Hauzan sendiri juga lebih familiar dengan berbagai macam kudapan yang biasa disajikan istrinya.

"Iya Yah, saya mengerti tapi memang semuanya seolah sulit untuk bisa dipercaya."

"Saran ayah, sebaiknya ya kalian berdua melakukan terapi dan selalu memohon kepada Allah. Jika memang Allah belum mempercayakan, jalani semuanya dengan ikhlas. Kalau memang perlu banyak yang bisa di tolong. Kalian bisa melakukan itu, Hauzan memiliki saudara perempuan yang mungkin bisa menjadi jalan bagi kalian untuk bisa memiliki putra." Kata Rahadi.

Hauzan tidak mengerti apa yang dimaksudkan ayah mertuanya. Hingga keningnya mengeryit kemudian Ainuha yang berbicara mewakili perasaan Hauzan. "Maksud Ayah apa?"

"Kalian bisa adopsi anak tapi nunggu kalau Renata sedang menyusui putranya sehingga anak kalian nanti bisa disusukan kepada Rena sehingga bisa bermahram dengan kalian." Sampai sejauh itu pemikiran Rahadi untuk mereka padahal Ainuha sendiri belum berpikir ke arah itu.

Anak sendiri ataupun anak orang lain, jika kita mengasuhnya dengan penuh cinta pasti akan menjadi hadiah terindah nanti untuk kita di akhirat. Meski bukan orang tua yang melahirkan namun kita harus percaya bahwa menolong orang itu tidak perlu harus menghitung seberapa banyak rupiah yang kita keluarkan atau susu yang telah kita berikan kepada mereka. Mengenai orang akan membalas dengan kebaikan ataupun tidak itu menjadi hak mereka.

Sedikit demi sedikit akhirnya Ainuha berhasil membuat bibir Hauzan kembali tersenyum. Meski mungkin masih belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan bahwa dirinya sedang sakit. Bahkan Ainuha sudah membuat jadwal dengan dr. Risyad untuk membantu terapi suaminya. Hauzan sendiri memutuskan untuk membicarakan semuanya kepada kedua orang tuanya. Bahkan jika perlu dia membawa hasil tes laborat kepada mereka supaya sang papa tidak terus menerus menyalahkan Ainuha.

Ainuha sebenarnya tidak pernah bercerita kepada ayahnya bagaimana kondisi suaminya. Dia hanya bercerita bahwa keduanya memang harus terapi dan banyak berdoa. Rahadi tidak bertanya banyak, tapi dia tahu apa yang harus dilakukan sebagai ayah. Mendukung apapun untuk kebaikan keduanya, rasanya itu jauh lebih penting daripada terlalu banyak nasehat yang akhirnya justru membuat keduanya menjadi tidak nyaman.

"Apa tidak sebaiknya kita terapi saja Mas?" kata Ainuha saat Hauzan memutuskan untuk memberitahukan kondisinya kepada Agus Rahman.

"Papa harus tahu bagaimana kondisi kita Ai."

"Mas, tapi setidaknya biarlah beliau tetap mengira bahwa aku yang bermasalah. Kita harus bisa menyimpan rapat aib ini." Kata Ainuha.

"Tidak, supaya papa juga bisa membuka mata bahwa apa yang selama ini dituduhkan adalah suatu kekeliruan." Jawab Hauzan.

"Aku ikhlas Mas."

"Aku yang tidak bisa terima. Aku tidak ikhlas istri yang seharusnya bisa aku lindungi selalu disakiti oleh orang yang seharusnya menyayanginya juga."

Hauzan benar, Agus Rahman memang sudah sepantasnya memberikan rasa sayangnya kepada menantu bukan malah menyakitinya dengan kata-kata yang menusuk hati.

Hingga pada akhirnya Ainuha tidak lagi bisa membendung keinginan Hauzan. Akhir pekan ini berkunjunglah mereka ke kediaman orang tua Hauzan yang berada di kota.

"Mas,__" sekali lagi Ainuha meminta Hauzan untuk mengurungkan niatnya. Namun sepertinya Hauzan sudah bulat tekad untuk membicarakan masalah serius ini dengan sang papa.

Seperti biasa, Mama Rien selalu menyambut dengan tangan terbuka atas kehadiran mereka. Tidak salah memang Hauzan memilihkan menantu untuknya bisa saling bercerita dan belajar memperbaiki diri. Jika mama Rien dengan sukarela mengajarkan Ainuha tentang makanan apa yang menjadi favorit Hauzan maka berbanding terbalik Ainuha dengan senang hati mengajari mama Rien untuk belajar membaca AlQur'an. Romantisnya hubungan menantu perempuan dengan Mama mertua yang selalu membuat iri.

Ainuha sudah mencoba untuk menulikan telinganya jika papa mertuanya bersikap acuh atau berbicara yang seringkali melukai hatinya.

Tidak perlu diambil pusing karena memang tidak ada yang harus dipusingkan.

Seperti saat ini, kala Ainuha dan mama Rien selesai menyiapkan makanan. Agus Rahman langsung bertanya dengan sedikit berburuk sangka. "Ma, makanannya tadi sudah Mama periksa kan?"

"Maksudnya apa Pa?" tanya Mama Rien.

"Ya siapa tahu aja tadi tidak sengaja tercampur racun atau bagaimana."

"Astaghfirullah, Papa. Itu mulut emang tidak bisa dikondisikan untuk bicara yang baik." Tolak mama Rien.

Ucapan Agus Rahman itu sesungguhnya telah merubah mood orang yang tengah duduk melingkar di meja makan seolah enggan untuk menyantap makanannya. Namun dengan senyum yang mengembang tipis di bibir Ainuha dia berusaha untuk menepis anggapan Papa mertuanya. Ainuha tahu apa yang tersirat dari pertanyaan Papa Agus.

"Biar Nuha yang mencoba masakan mama, jadi kalau mungkin ada racunnya Nuha yang akan kena terlebih dulu, sehingga papa tidak perlu memakannya." Mendengar semua itu Hauzan akhirnya juga memilih untuk memberikan piring makannya untuk diisikan makanan oleh istrinya.

"Aku juga ambilkan Ai, jadi kalaupun harus mati kita bisa mati bersama."

Mama Rien hanya menggelengkan kepala melihat menantu dan putranya yang tampak kompak. Rasa bahagia terpancar dari raut wajahnya yang kini sudah tidak muda lagi. Sepertinya memang tidak perlu diragukan lagi bagaimana cinta Hauzan untuk Ainuha.

Makan malam dalam keheningan. Tidak ada suara selain Hauzan yang meminta untuk dituangkan air minum ke gelasnya. Ainuha melayani suaminya dengan sangat baik, setidaknya itu yang terlihat dari sudut mata mama Rien dan papa Agus.

Setelah makan malam itu selesai, Nuha mengambil alih piring kotor untuk dia bawa ke zynk. Sementara Hauzan meminta kedua orang tuanya berbicara di ruang keluarga.

"Pa, Ma, Hauzan perlu bicara dengan kalian." Kata Hauzan memanggil keduanya.

Sementara Ainuha masih menyelesaikan mencuci piring-piring kotor itu Hauzan memilih untuk membuka pembicaraan penting mereka.

"Ini tentang yang selalu Papa tuduhkan kepada Nuha, menantu Papa." Satu kalimat keluar dari bibir Hauzan untuk mengawali perbincangan mereka.

"Kenapa dengan menantu Mama, Zan?"

"Kami berdua telah mengikuti rangkaian tes kesuburan di klinik dan laborat fertilitas milik Risyad dua minggu yang lalu. Mama masih ingat bukan dengan Risyad? Teman kuliah Zan dulu waktu ambil kedokteran umum?" kata Hauzan.

"Ouhh, yang hidungnya seperti perosotan TK itu kan? iya Mama ingat. Terus?"

Hauzan mengeluarkan amplop yang di dalamnya ada hasil lab dirinya juga Ainuha. Tapi apalah seorang Rien dan Agus Rahman jika hanya disuguhi dengan tulisan yang tidak mereka mengerti.

"Kamu ini dokter, papa sekolahin kamu mahal-mahal. Kalau urusan begini kan kamu yang bisa membacanya. Mana ada Papa yang tidak tahu sama sekali begini."

"Lihat dulu Pa. Zan akan menjelaskan pada papa."

"Ayo jelaskan, mama sudah sabar mendengarkan."

"Dalam hasil lab itu menjelaskan bahwa Ainuha tidak memiliki masalah dengan kandungannya. Bahkan Hauzan sendiri yang menemani dia USG kemarin memang benar, tidak ada masalah sama sekali." Papar Hauzan.

"Lantas, kalau begitu adanya mengapa dokter yang waktu dulu memeriksa Nuha mengatakan kalau dia akan sulit untuk memperoleh keturunan?" tanya Agus Rahman seolah tidak percaya.

"Buktinya kemarin tidak ada masalah kan? Lagian sulit itu bukan berarti tidak. Bisa jadi pada waktu itu dokternya melihat kondisi rahim Ainuha pasca kecelakaan itu akan sulit memperoleh keturunan. Hanya pasca kecelakaan saja bukan untuk permanen dalam jangka waktu yang panjang." Jelas Hauzan.

"Alhamdulillah, mama lega Zan kalau seperti itu." Balas Mama Rien.

"Jadi mulai sekarang, tolong papa jangan lagi menyakiti hati istri Hauzan dengan kalimat yang memekakkan telinga itu." Hauzan mengambil jeda untuk mengatakan apa yang sebenarnya telah menimpa dirinya. "Justru masalah itu sebenarnya ada pada Hauzan."

"Tidak mungkin!" Agus Rahman langsung berdiri seketika. "Tidak mungkin kamu mandul. Keturunan papa tidak ada yang mandul." Suara lantang Agus Rahman membuat Ainuha memilih untuk tidak ikut campur dalam pembicaraan mereka namun rasanya itu tidak adil harus menghadapi orang tuanya sendirian. Hingga akhirnya dia memilih untuk melangkahkan kaki dan duduk di samping Hauzan saat telah menyelesaikan mencuci piring.

"Kamu jangan hanya bisa menutupi keadaan istrimu Zan. Jangan kamu kira dengan gelar dokter yang kamu sandang bisa membohongi Papamu." Ucap Agus Rahman masih dengan nafas naik turun karena masih dalam keadaan terkejut dan tidak bisa menerima. Sementara mama Rien yang mencoba menenangkan suaminya mengajak Agus untuk duduk kembali.

"Yang bilang mandul itu siapa Pa? Zan hanya bilang bahwa yang bermasalah itu Hauzan bukan Ai. Bermasalah itu bukan berarti mandul, papa harus bisa bedakan itu. Lagian untuk apa Zan bohongi papa untuk masalah sepenting ini." Kata Hauzan sambil tertunduk.

Perbincangan itu semakin memilukan pada saat Hauzan menjelaskan hal apa yang membuat dirinya bermasalah. Bahkan Mama Rien hingga harus mengeluarkan air mata sambil memeluk Ainuha, menguatkan dan secara tersirat dari sorot matanya beliau sangat berharap bahwa Ai tidak akan meninggalkan Hauzan karena masalah ini.

Agus Rahman bahkan harus terpekur dalam kebisuannya.

"Papa masih belum percaya ini Zan." Kata Agus Rahman yang mulai melemah.

"Tapi kenyataan memang seperti itu Pa. Dan bersyukurlah papa memiliki menantu seperti Ainuha yang masih bersedia berada di samping Hauzan yang sudah tidak berpenghasilan karena papa dan Imelda menutup semua akses perolehan izin praktek Hauzan." Agus Rahman tidak menjawab sedikit pun hingga Hauzan kembali berbicara.

"Hauzan seorang dokter tapi tidak bisa praktek karena terkendala izin, Ainuha ikhlas. Bahkan Ayah mengajari Hauzan untuk mengelola peternakan sapinya. Itu bukan possion Zan tapi Zan ikhlas menerima semuanya untuk bertanggung jawab atas semua pilihan yang telah Zan ambil dan putuskan. Menurut Papa, dalam posisi Zan yang seperti ini jika dulu Zan memilih mengikuti perintah Papa dengan menikahi Imelda, apa Papa masih yakin jika Imel masih mau menerima keadaan Zan seperti Nuha menerima Zan saat ini?"

Agus Rahman berdiri. Hati kecilnya memberontak, sejahat itukah perbuatan yang dilakukan kepada putranya. Menutup jalan rezekinya dengan kepemilikan uangnya untuk bisa menolak pengajuan izin praktek dengan asumsi bahwa Hauzan tidak akan kuat sehingga memilih untuk mengalah dan menuruti permintaannya. Sayangnya Agus Rahman terlalu remeh untuk tidak mempertimbangkan kekuatan cinta mereka berdua.

Ainuha bukanlah wanita yang bisa tersihir dengan kilauan harta. Bukan pula wanita yang dengan cepat bisa berpaling hanya karena masalah yang sedang dihadapi Hauzan.

Agus Rahman bergeming, namun masih juga belum bisa menerima apa yang baru saja didengarkan oleh telinganya hingga bibirnya bergetar dan mengucapkan kalimat yang tidak bisa di tolak.

"Lakukan pengecekan ulang, dan papa yang menentukan dokter siapa dan dimana kliniknya."

"Jika perlu Papa ikut dengan kami berdua. Zan akan jauh lebih merasa bahagia." Jawab Hauzan untuk menutup pembicaraan mereka.

Jika ada yang bilang ku tak baik
Jangan kau dengar
Jika ada yang bilang ku berubah
Jangan kau dengar

Banyak cinta yang datang mendekat
Ku menolak
Semua itu karena ku cinta kau kau

Saat kau ingat aku ku ingat kau
Saat kau rindu aku juga rasa
Ku tahu kau slalu ingin denganku
Ku lakukan yang terbaik
Yang bisa ku lakukan
Tuhan yang tahu ku cinta kau

Lembut suara BCL yang terdengar dalam televisi yang baru saja Hauzan hidupkan.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

🍒🍒

Blitar, 7 April 2020

*Sorry for typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top