13 🏈 Bicara Hati
hai aku datang lagi
🍒🍒
Attention.....merapat 21+ selain itu dimohon untuk tidak membaca, terima kasih.
Purnama menjadi saksi diantara kebisuan malam. Menghangatkan pekat menjadi nuansa penuh kedamaian. Bersama cinta sepasang anak manusia yang kini sedang bertumbuh. Meski malam merangkak tanpa bintang. Hanya bersenandung ria bersama sunyi. Tak akan ada lagi hati yang terkoyak sepi.
Ini bukan sebuah jebakan di ruang khayal, berhalusinasi pada sosok yang tak dikenal lalu harus menerawang, bukan. Sosok di sampingnya adalah kenyataan bukan hanya bayangan semu yang kemudian pergi dan menghilang.
Nuha membuka matanya persis di depan dada bidang yang jaraknya tidak lebih dari 5 cm dari matanya. Harum tubuh maskulin itu masih menjadi sponsor utama bagi hidungnya menghirup oksigen pagi ini. Geliat tubuh dengan lenguhan khas orang bangun tidur mulai menyapa gendang telinganya.
Sosok yang kini akan senantiasa menghampiri bersama rindu yang terus mengiba. Atau bahkan akan menjelma menjadi bahagia. Pasrah pada sebuah pengharapan kebahagiaan yang tak berkesudahan meski telah berkali-kali disemogakan.
Nuha masih mencermati sekali lagi. Memastikan bahwa apa yang dia alami kemarin hingga hari ini bukanlah sekedar mimpi. Tubuh Hauzan kini masih berada di hadapannya. Tangan kekarnya bahkan masih mendekap erat tubuhnya yang hanya terbungkus selimut setelah malam hebat yang dilalui mereka berdua.
Ouh, andai dunia mengetahui bagaimana keduanya menyepuh malam dengan romansa penuh dengan madu. Meninggalkan barang sedetikpun rasanya menjadi sebuah keengganan yang mulai berpadu sebagai candu.
Tidak, rasa itu tidak pernah berselancar sehebat semalam ketika keduanya menyatu. Meleburkan batas dalam sebuah naungan kehalalan dengan penuh berkah. Entah berapa kali mereka mencoba hingga berhasil membuat Nuha berdesis meski dengan mata terjejak dengan buliran airnya.
Bahkan Hauzan berhasil menghentakkan hasrat dengan membuat bibir Nuha meneriakkan namanya dengan sangat panas.
Masihkah ada di dunia ini yang nikmatnya melebihi dari manisnya madu saat hari kita tak lagi sendiri?
Bibir Hauzan terangkat ke atas. Fantantis sebagai seorang beginner seperti mereka dalam memadu padankan irama menjadi kesatuan yang menciptakan kecipak kenikmatan dalam puncak kesyahduan malam.
"Morning, Sayang. Mengapa terdiam? masih kurang semalam? atau perlu diulang?" sapa Hauzan saat dia telah mengetahui istrinya sudah terbangun namun tetap dalam kebisuannya.
Ada semburat merah muda menguar di kedua pipi Nuha. Menandakan bahwa hatinya kini sedang berbunga dan biarlah Hauzan mengartikan seperti itu adanya. Wanita yang kini masih terdiam di pelukannya belum mengeluarkan suara apapun hingga bibir Hauzan menyentuh pucuk kepalanya.
"Mas__?" suara manja itu jelas dari bibir Ainuha.
"Apa? kurang yang semalam?" pertanyaan Hauzan yang cukup menggelikan telinga Nuha membuat tangan mungilnya mencubit paha Hauzan yang masih bersatu dengannya dalam selimut yang sama. Sayangnya mungkin karena predikat beginner untuknya, hingga tangan mungilnya salah meraba.
"Aoww, Sayang itu__" tidak ingin melanjutkan dengan kalimat Hauzan segera melepaskan pelukannya dan meraih Ainuha kembali.
Mengerti akan artinya pandangan hidup, Ainuha justru membuat tragedi menjadi pegangan hidup. Tegangan ribuan volt itu kembali menyapa dengan sempurna. Hauzan kembali ingin merasakan kepakan sayap malaikat mengiringi kegiatan ibadah mereka di pagi hari.
"Mas, ehmm capek__" percayalah, mulut wanita itu seringkali tidak sesuai dengan hati dan keinginan mereka.
Maksud hati Nuha ingin membangunkan Hauzan untuk membersihkan diri dari pergulatan mereka semalam dan mengerjakan sholat malam namun apalah daya, skenario berubah dan Nuha semakin kencang dengan lenguhan nama Hauzan di sela-sela aktivitas pagi mereka.
Serangan Fajar!!!
Beberapa kali Nuha sudah mengatakan enough, karena dia telah sampai terlebih dulu. Namun Hauzan masih belum menyudahi aksinya karena ingin sampai bersama.
"Call my name faster, Honey__" racaunya saat mereka saling beradu pandang. "__and I will bring you fly as good as last night."
"Mas Hauuzzaaann, enoughhhh."
"Hmmmm." Kini berganti suara Hauzan yang telah menuntaskan bersama Ainuha.
Hauzan tersenyum bersama peluh yang membanjiri tubuhnya. Mencium kepala Ainuha dan kemudian merebahkan kembali tubuhnya di samping wanita yang telah menjadi separuh jiwanya.
"Zidni?" ucap Hauzan kepada Nuha saat nafasnya sudah mulai teratur.
"Hah?" Nuha yang masih berbenah untuk segera bangun mengernyitkan keningnya.
"Zidni ya habibati?" ah mengapa suara Hauzan terdengar begitu manis di telinga Nuha. Tapi tidak, menjawab tantangan Hauzan sama saja mereka akan melewatkan dua qobliyah fajr yang membuat mereka menjadi orang yang lebih kaya atas apa pun juga.
"La, lakfi bialfil. Syukraan."
Nuha kembali mengenakan pakaian lengkap yang semalam memang sengaja di sembunyikan oleh Hauzan. Kamar mandi ada di luar kamar itu yang membuat Nuha sedikit malu untuk keluar.
"Masih sakit?" tanya Hauzan.
"Iya."
"Mandi pake air hangat saja, aku buatin dulu. Kamu disini sebentar." Kini beralih Hauzan yang keluar dari kamar kemudian bersiap menuju dapur.
Ah, rumah Ainuha memang di desa. Jadi jangan dibayangkan kamarnya memiliki fasilitas kamar mandi dalam yang bisa kapan saja mengakses air hangat dari kran karena sudah terpasang water hitter. Jika menginginkan mandi dengan air hangat harus merebusnya terlebih dulu di atas kompor baru kemudian menggunakannya.
"Mau jalan sendiri atau digendong?" ucap Hauzan saat dia kembali ke kamar mereka.
"Mas."
"Hmm?" kedua tangan Hauzan sudah bersiap di kaki dan bahu Nuha namun ditolaknya. "Ayah sudah bangun atau belum?" tanya Ainuha.
"Sudah. Beliau sudah bersiap ke masjid sepertinya." Jawab Hauzan.
"Lah Mas sendiri mengapa belum mandi? Memangnya tidak ke masjid?"
"Mau tahu sunnah nabi nggak setelah yang semalam?" jawab Hauzan yang melenceng dari pertanyaan Nuha. Merasa istrinya tidak merespon pertanyaannya makan Hauzan segera menjawabnya supaya Nuha tidak semakin cemberut. "Mandi bersama juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad bersama Aisha. Kamu tidak ingin melakukan sunnah itu? aku aja kepingin."
Terkadang mentransfer ilmu kepada orang yang cerdas itu seperti menelanjangi diri sendiri. Ini buktinya, Hauzan bukanlah seorang bebal yang susah untuk diberikan pemahaman baru. Padahal Nuha pada waktu itu hanya bergumam lirih ketika memberikan contohnya.
Jangan ditanya bagaimana warna pipinya kini.
"Kok merah ini, Hmmmm?" pertanyaan Hauzan justru membuat pipi Nuha semakin memerah karena malu.
"Apaan sih Mas, ishhh. Pinter banget nyari kesempatan." Kata Nuha yang kini mulai beranjak berdiri dan berjalan pelan meninggalkan kamarnya.
"Iya dong, suami siapa coba?"
"Astaghfirullah, belum ada 24 jam loh. Masa iya sudah amnesia. Kemarin Mas menikahi siapa? semalam Mas meng___" nah kan Nuha terjebak dengan ucapannya sendiri. Rasanya ingin merutuki diri saat mulutnya tidak ada rem otomatis yang membuat seringai dan kerlingan nakal dari suaminya.
Tanpa aba-aba Hauzan menggendong Nuha untuk berjalan ke kamar mandi. Dia memastikan dengan benar bahwa Rahadi telah berangkat ke masjid.
"Semalam meng__, meng apa hmm? kita mandi dulu sholat subuh setelah itu ku beri lagi jika kamu menginginkannya kembali. Airnya juga keburu dingin." Kata Hauzan yang tidak menerima bantahan lagi dari Nuha.
Diperlakukan sedemikian manis, hati siapa yang tidak terkikis? Mungkin bukan hanya Ainuha yang selama ini memang belum pernah menerima sentuhan dan bersinggungan dengan pria manapun juga.
Bohong jika mandi bersama itu hanya sebatas mengguyur badan dengan air dan menyapukan sabun untuk membuatnya bersih. Hauzan bukan seorang bayi yang tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuat Nuha membersamainya lebih lama di kamar mandi dengan aktivitas berlebih dari biasanya.
"Mas__"
"Sebentar lagi subuh."
"So?" jawab Hauzan yang mulai membuat bulu kuduk Nuha meremang.
"Can we stop it and continued after pray of subuh?" anggaplah ini seperti special offer untuk Hauzan dan lagi-lagi Nuha terlambat menyadari kebodohannya.
"Deal." Jawab Hauzan kemudian segera menyelesaikan mandi besar mereka.
Semburat merah menyapa dunia dengan sinaran menyembul malu-malu dibalik awan. Embun di atas rimbunan dedaunan seolah memberikan penghormatan kepada raja siang yang hendak menduduki tahtanya.
Kicauan burung gereja tak kalah hebohnya dari dapur rumah Ainuha yang kini semburat dengan canda dan tawa. Ya, pagi ini, pagi pertama dimana Ainuha harus bisa dengan baik melayani suaminya untuk menyiapkan sarapan pagi. Sayangnya Hauzan ini termasuk laki-laki yang sedemikian usil hingga membuat Nuha beberapa kali harus menghela nafas besar melihat keabsurdan tingkah Hauzan.
"Memangnya kalau sama pasien kamu juga sering bersikap seperti ini Mas?"
"Mengapa memangnya?"
"Mungkin mereka tidak akan percaya kalau kamu seorang dokter jika melihat tingkahmu seperti ini."
Hauzan bukannya membantu justru merecoki pekerjaan Ainuha yang seharusnya sudah bisa diselesaikan justru semakin semburat karena ulah Hauzan.
"Aku hanya bermaksud membantumu Sayang." Kata Hauzan sambil mencium pipi Nuha saat Nuha mulai memprotes aksinya.
"Tapi bukan berarti tambah membuat lama seperti ini."
"Ouh, jadi pengen cepet itu ya?" tanya Hauzan kembali sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Kok jadinya kesana lagi? Maksud aku itu__"
"Ya memang harus ke sana lagi, biar hafal jalannya dan nggak tersesat." Jawab Hauzan sekenanya.
"Apaan sih Mas?"
"Iya tersesat, kalau tersesatnya pas sudah sampai nggak apa-apa. Kebeneran nggak usah pulang sekalian. Nah kalau tersesatnya ketika belum sampai bisa pusing pala berbi suamimu ini." Jawab Hauzan sambil terbahak yang membuat Nuha memutar bola matanya.
Mengapa tema bahasan hari ini hanya seputar itu? Ah iya Nuha lupa kalau mereka masih pengantin baru, jadi wajar jika masih excited untuk membahas pengalaman pertama itu meski seolah agak lebay.
Sarapan pagi hari ini tidak cukup menyulitkan buat Nuha menyiapkan. Hanya saja sedikit heran, selepas pulang dari masjid tadi ayahnya membawakan satu eggstray telur kampung untuk suaminya.
Apakah telur kampung itu merupakan salah satu makanan favorit Hauzan?
"Telurnya di makan itu Nak Hauzan." Kata Rahadi saat dia sedang menikmati sarapan bersama anak dan menantunya.
"Iya Yah, setengah matang kan sama madu?" jawab Hauzan.
Rahadi dan Hauzan yang terlihat tersenyum bersama membuat Ainuha dibuat gemas untuk menahan tanya. Sebenarnya ada alasan apa keduanya seolah menyembunyikan sesuatu darinya. Hauzan yang tampak malu-malu namun mengiyakan ucapan ayahnya. Hanya sebatas makan telor setengah matang mengapa pipi Hauzan terlihat mengeluarkan semburat merah.
"Mau Nuha buatin Mas?"
"Hah__eng itu nanti saja sekarang kamu makan dulu, biar kuat." Jawab Hauzan menolak Nuha.
"Sudah tidak apa-apa Nak Hauzan, masa depanmu itu Nuha." Kata Rahadi.
"Masa depan? telor? memangnya Nuha ini ayam." Gerutuan Nuha membuat bibir Rahadi dan Hauzan tersenyum seketika.
Ah, bahagianya hati Hauzan melihat wajah polos istrinya. Nuha yang memang tidak pernah berpikir melenceng dari jalurnya.
Sekali lagi Hauzan menggeleng dan menolak. "Tidak apa-apa Ayah, Nuha belum istirahat. Biar saya saja nanti yang merebus telurnya."
"Jadi beneran di lembur to anaknya Ayah? sampai belum istirahat." Kekeh Rahadi.
"Ayah." Nuha langsung mencubit lengan Hauzan dan memberikan isyarat dengan matanya untuk tidak menggodanya kembali bersekutu dengan ayahnya.
"Iya ayah faham, habis ini ayah juga berangkat ke kandang jadi kalian bisa melanjutkan yang masih tertunda." Kata Rahadi sambil tersenyum penuh arti kepada Nuha. "Mengapa ayah lupa ya kalau wajah berseri itu artinya hati berbahagia. Ah mungkin karena Ayah sudah semakin tua jadi lupa akan hal itu. dan satu lagi kenyataan yang harus ayah terima ternyata anak ayah benar-benar telah dewasa kini."
Nuha benar-benar menundukkan kepalanya. Benar apa yang disampaikan oleh Rahadi bahwa hari ini dia terlewat dengan rasa bahagianya. Bahagia dengan perlakuan Hauzan dan semua yang telah tercipta diantara keduanya. Meski PR besar masih membayangi masa depan mereka namun Hauzan mencoba untuk bisa meyakinkan Nuha atas semua sikap papanya.
"Tunaikan janjimu Ai."
"Janji?"
"We will continued after subuh, and now more than enough for you take a rest. Sekarang sudah bukan lagi setelah subuh tapi setelah dhuha." Kata Hauzan.
"Astaghfirullah, itu__?" Nuha menutup mulutnya kaget seolah baru mengerti apa maksud dari ucapan Hauzan ketika mereka berada di dalam kamar mandi sebelum subuh tadi.
"Iya itu."
"Memangnya Mas Hauzan nggak capek?" tanya Nuha dengan malu-malu.
"Capek? Rugi ayah dong bawain telur ayam kampung satu eggstray untuk menantu kesayangannya kalau nggak di pakai. Apalagi tadi sudah ditambah merica dan madu.___Cup." Terakhir bibir Hauzan mendarat di pucuk kepala Nuha dan membacakan doa sakral yang mulai dari semalam telah mengisi ruang dengar panca indera Ainuha.
"Jadi maksudnya ayah membawakan telur ayam kampung itu__?"
"Kandungan yang ada di dalam telur ayam kampung itu membuat kita tidak cepat lelah." Jawab Hauzan.
"Merica dan madu?"
Hauzan tersenyum kemudian mulai aksinya sambil berbisik. "That's for you Honey."
"For me?" Nuha masih belum juga mengerti maksud Hauzan.
"Durable." Jawab Hauzan singkat sambil mencium pipi Nuha.
"Tahan lama? Mas ngomongnya yang gamblang. Aku benar-benar tidak mengerti." Kata Nuha mulai geli saat Hauzan mulai liar menjalankan aksinya.
"Ok, untuk hari ini teorinya cukup itu, kita langsung ke mata kuliah praktikum. Siapa tahu tanpa penjelasan pun kamu jadi lebih memahami apa yang aku maksudkan. Sekarang cukup nikmati dan sebut namaku seperti semalam." Kata Hauzan.
Sepertinya surga memang begitu dekat dengan Ainuha saat ini. Bersama lelaki halalnya kini bersama kembali meneguk manisnya telaga surga yang Allah janjikan bagi hambanya yang beriman.
Angan Ainuha kembali di ajak mengembara. Menaiki gunung, menuruni lembah bahkan hingga membelah lautan.
Rasanya satu hari ini memang hanya khusus milik mereka berdua.
Baiklah, untuk yang lainnya silakan membayar uang kontrakannya kepada Hauzan Falabia dan Ainuha Soraiya.
🍒🍒
-- to be continued --
siapa yang senyum-senyum sendiri???
gila 🙈🙈
Malming???? Jomlo?????
hehehhehehehehe, hari gini 🤔🤔🤔
sama kek aku 😂🤣😂🤣
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
Jazakhumullah khair
🍒🍒
Blitar, 22 Februari 2020
*Sorry for typo*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top